pouting

105 70 81
                                    

Waktu telah berlalu sambil Yui terus berjuang dengan pelajaran yang menurutnya buruk, akhirnya istirahat pun tiba. Saat semua temannya sudah berkumpul di kantin, Yui dengan hati berdebar membuka kotak makan siangnya.

Saat Yui membuka kotak makan siangnya, matanya langsung berbinar. Aroma harum Chicken Katsu yang dilumuri saus teriyaki memenuhi udara, menggoda indera penciuman Yui. Setiap potongan ayam yang terasa renyah dan diselimuti dengan saus yang manis serta gurih, otomatis membuat mulut Yui berair karena betapa indahnya makanan yang dibawakan ibunya. Sejenak, Yui merasa seperti sedang memasuki surga rasa yang tiada tandingannya.

Di sisi lain, Kei menghampiri Yui dalam diam. Perlahan-lahan, dia menempelkan susu kotak dinginnya ke pipi kiri Yui, yang membuatnya sedikit terkejut.

"Sayang banget kau gak berbagi makanan enak itu denganku," ucapnya dengan nada sarkastik yang khas.

"Hmh bwisekah khau kha mengkhedagu sehawi?!"

Saat menyadari bahwa suaranya terdengar aneh karena mulutnya masih penuh dengan makanan, dia tidak bisa menahan tawanya yang mulai tergelak. Cepat-cepat dia menutup mulutnya dengan tangannya, menyembunyikan tawa yang tiba-tiba muncul.

"Telan dulu makananmu, bocah. Dan yah....ga perlu salty dengan leluconku ini."

Yui membutuhkan waktu 5 detik untuk menelan makanannya, tanpa melepaskan pandangan kesal pada orang yang tiba-tiba duduk di depan kursinya. Namun, matanya segera teralih pada susu kotak yang baru saja mendarat di pipinya.

"Apa itu susu untukku?" ucapnya dengan nada penasaran, sambil tetap memandang orang yang baru saja menempelkan susu kotak tersebut ke pipinya.

"Buat siapa lagi menurutmu? Guru?" ucapnya dengan wajah datar.

Namun, ketika Yui bertanya apakah susu itu untuknya, dia merasa pertanyaannya lucu. Karena pada kenyataannya, dia seperti anak kecil yang tidak tahu apakah susu itu ditujukan untuknya atau tidak, mengingat tidak ada orang lain yang bersamanya saat itu.

"Awww terima kasih~"

Yui melanjutkan makan siangnya. Namun dia merasa tidak nyaman karena rambutnya terus menutupi wajahnya saat dia menunduk.
Dia mencoba menyelipkan rambutnya di samping telinganya agar tidak mengganggu, namun usahanya sia-sia karena rambutnya justru terjatuh kembali ke wajahnya dengan bebas.

Saat Kei menyadari bahwa rambutnya yang panjang mengganggu makan siangnya, dia bangkit dari tempat duduknya, menarik kursinya dan meletakkannya di sebelahnya. Dengan kedua tangan di belakang kepalanya, dia mulai memegang rambutnya yang panjang di belakang punggungnya, mencoba merapikannya.

"Rambutmu udah panjang. Kau ga ada niatan potong rambut?"

"Aku mau sih, tapi....aku takut kalau hasilnya jelek."

"Kok kau takut kelihatan jelek yaa padahal rambutmu selalu terlihat jelek"

"AP–"

Saat dia melihatnya hendak memprotes, dengan cepat ia membiarkan tangan yang bebas itu memegang kedua pipinya, membuat bibirnya mengerucut. Sehingga segala keinginan protes dan keluhan tercegah di sana. Tidak ada lagi ruang untuk berkeluh kesah. Ia bahkan tidak terganggu oleh kemungkinan adanya penonton yang menyaksikan pertengkaran mereka saat itu.

"Aku yakin kau itu takut kalau orang-orang udah ga nganggap kau cantik, kan???"

Yui mengangguk setuju dengan asumsi yang Kei buat. Karena banyak orang yang mengatakan kalau dirinya terlihat cantik dengan rambut panjangnya. Tidak lama kemudian, Kei melepaskan tangannya dari pipi Yui dan memutuskan untuk menggodanya lagi dengan senyuman nakal.

"Begitukah? Lalu kenapa kau ga memotong habis rambutmu itu? Kau tetap manis kok"

"Ughhh kenapa ucapanmu itu selalu menyebalkan sihhh"

Mendengar bahwa segala kata-katanya dianggap menjengkelkan, ia hanya tertawa kecil lalu membalas, "Karena itu tujuanku. Mengganggumu adalah salah satu hal favoritku."

Tiba-tiba, Kei membungkuk dan dengan kedua tangannya, mengikat rambut Yui dengan cermat agar tidak mengganggu wajahnya, entah darimana dia dapatkan kucir rambut itu.







"Lihat? Beginilah caranya mengikat rambut," ujarnya sambil menunjukkan hasil kerjanya. "Bukankah menurutmu kau harus menyewa penata rambut profesional sepertiku untuk menata rambutmu?"

Yui merasa cukup terkejut karena tidak ada yang menyuruh Kei untuk mengikat rambutnya. Namun, di sisi lain, ia juga terkesan karena Kei mampu mengikat rambut seorang gadis. Biasanya, laki-laki lain tidak begitu mahir dalam mengucir rambut gadis.

"Wow, aku kaget kau bisa mengucir rambutku," ujar Yui dengan ekspresi kagum.

"Heee apa kau lupa kalau dulu aku lumayan sering mengucir rambutmu?"

"Uhmm ingat....mungkin?"

Ketika dia melihat bahwa Yui bahkan tidak ingat dia mengucirnya ketika mereka masih di sekolah dasar, dia hanya menghela nafas karena sepertinya kerja kerasnya untuk mencoba mengingatnya sia-sia. Dan kemudian dia mencubit hidungnya dengan kedua jarinya.

"Kurasa kau gak ingat apa-apa, bocah."

"Aaa itu karena sudah lama sekali, wajar kan kalau aku ngga ingat"

"Itu karena ingatanmu seperti ikan."

Dia mengatakan ini dengan nada mengejek sambil melepaskan hidungnya dan dia kemudian mengibaskan jarinya ke dahinya yang menghasilkan suara 'pah'.

Untuk kedua kalinya, Yui mengerang kesakitan saat tangannya dengan cepat mengusap bekas jentikan di keningnya. Wajahnya mengernyit kesal sambil menggerutu tak jelas. Perhatiannya yang tadinya tertuju pada Kei, kini hanya terfokus pada chicken katsu-nya yang hanya tersisa beberapa potong saja. Dengan ekspresi kesal, ia menyumpit makanan itu dengan cepat, seperti mencoba menyalurkan frustrasi yang dirasakannya.

"Aku masih ingat kau bahkan gak bisa pakai sumpit sampai kelas 5. Dan saat itu, kau gak bisa makan apa pun kalau aku gak membantumu."

Ingatan itu melintas di otak Yui seperti kilat, walaupun Kei hanya sejenak menyebutkan tentang ingatan layaknya ikan karena sering lupa. Namun, urusan sekarang adalah bagaimana sel-sel otaknya dengan teliti merangkai kembali kenangan yang memalukan ini hingga ke setiap detailnya.

Mata Yui melintas-lintas di sekitar ruang kelas yang sepi, memastikan tidak ada telinga yang tercuri mendengar percakapan mereka. Pipinya merona merah, sembunyi di balik rasa malu dan kecemasan akan ejekan yang mungkin menyusul. Dalam sorot matanya, tersirat ketajaman dan kode-kode tersembunyi, mengarahkan pandangannya tajam pada Kei, seolah berbicara 'berani sekali kau membicarakan hal itu'.

“Bisa ngga kau berhenti menggangguku?! Tadi kau bilang aku tetap manis meski botak, lalu bilang aku punya ingatan kayak ikan, dan sekarang? Kau..." Suaranya mendadak mereda, dipenuhi sedikit kekhawatiran, takut bahwa percakapan mereka akan tersiar jauh. "Sumpah....aku benar-benar kesal padamu."

Kei bisa melihat bahwa wajahnya sudah agak merah sehingga dia tidak bisa menahan tawa kecil padanya.

"Oh ayolah, kau tau kan aku suka mengganggumu."

Yui dengan cepat menyembunyikan wajahnya yang tertunduk di balik lipatan tangannya, sambil memendam kata-kata makian yang meledak-ledak di benaknya. Di dalam hati, Yui terus bertanya-tanya, mengapa selama ini dia begitu bersabar dengan cemoohan menyebalkannya itu? Mungkin jika dia menjadi orang lain, dia tidak akan betah berteman dengannya, atau bahkan sampai memukul wajahnya yang menyebalkan.

"Kau beneran kesal padaku?"

Dia memperhatikan bahwa Yui tidak membalasnya. Tapi kemudian dia dengan cepat mencondongkan tubuh dan menusuk pipinya dengan lembut sambil meminta maaf.

“Aku minta maaf yaa, aku seharusnya gak mengatakan itu."
























"Es krim rasa jagung dan coklat. Mau?"

Melodi Kecil || Tsukishima Kei Where stories live. Discover now