over

104 72 54
                                    

Keesokan harinya, pagi itu Yui bersiap-siap untuk pergi ke sekolah setelah pulih sepenuhnya dari demam parahnya kemarin. Saat ini, Yui duduk di depan cermin besar dengan ibunya sibuk menyisir dan mengepang rambutnya yang panjang.

Yui memikirkan harapannya yang pupus ketika dia tidak melihat Kei menjenguknya saat dia demam. Tapi sekarang, dia bertekad untuk mengakhiri perang dingin dengan Kei karena sangat merindukan kehadirannya. Namun, sebelum itu, mungkin dia harus memutuskan hubungannya dengan Yukio.

Di depan pintu kelas, Yui menghela nafas panjang, memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Yukio. Dengan hati berdebar, tangannya menggeser pintu kelas hingga terbuka, dan di depan matanya terbentang ruang kelas yang masih sepi, kecuali ada anak laki-laki berdiri di dekat tempat duduknya. Itu adalah Yukio.

"Yukio-kun..."

"Maafkan aku, Yui, tapi–"















☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆




Bel istirahat pertama berbunyi, dan Yui memanfaatkan momen itu untuk menuju ke kelas Kei yang berada tepat di sebelah kelasnya. Jantungnya berdetak kencang, tanpa henti, dan Yui sedikit ragu apakah bisa menghadapi Kei dengan tekad yang telah dibuat pagi ini.

Pikirannya dipenuhi oleh bayangan reaksi buruk dari Kei saat Yui meminta maaf. Apakah Kei akan menolak maafnya dan semakin membencinya? Namun, Yui sudah mempersiapkan permen lolipop stroberi, favoritnya Kei, sebagai simbol permintaan maafnya. Mungkin Kei akan menolak, tapi pasti akan luluh jika dengan lolipop favoritnya.

Saat Yui keluar dari kelas, ia juga merenungkan kekejaman kata-katanya kepada Kei beberapa hari yang lalu. Tangannya menampar pelan bibirnya, memberikan peringatan untuk tidak berbicara kasar lagi. Saat berdiri di depan kelas Kei, mata Doe Yui mencari sosok Kei di dalam dengan hati yang berdebar.

Akhirnya, dia menemukannya. Dengan perlahan, Yui membuka pintu dan menemukan Kei sibuk membaca buku. Langkahnya perlahan mendekati Kei, jantungnya berdegup kencang setiap langkahnya. Tangannya terulur untuk menarik ujung hoodie Kei.
"Kei..." panggil Yui pelan.

Kei menoleh dan melihat Yui di depannya, ekspresinya perlahan berubah dari tenang menjadi acuh tak acuh. Dia bertindak seolah-olah Yui bukan siapa-siapa baginya dan memperlihatkan sikap seolah perang dingin masih terus berlangsung di antara mereka.

"Apa?" tanyanya dengan mata yang dingin dan suara yang tanpa emosi saat berbicara.

Yui menelan ludahnya dengan kasar, merasakan rasa dingin tiba-tiba menyelimuti udara di sekelilingnya. Tangan Yui yang tadinya memegang ujung hoodie Kei terlepas, dan jemarinya saling bertautan, menunjukkan kegelisahan yang tak terucapkan. Mata Yui tertutup rapat, kepalanya tertunduk dalam penyesalan yang mendalam, memperlihatkan raut wajah Yui yang malang.

"Aku... aku...minta maaf... Kei," desis Yui dengan suara yang bergetar, terdengar begitu rendah.

Dia mendengar suaranya, merasakan bagaimana Yui hanya berbisik dengan suara yang bergetar, menunjukkan rasa penyesalan yang mendalam atas apa yang telah dilakukannya kepadanya hari sebelumnya. Rasanya sedikit kasihan melihatnya seperti itu, namun dia tahu dia harus tetap menunjukkan sikap dinginnya agar Yui tau betapa kecewa dirinya yang mendapatkan rasa kebencian dari Yui sendiri.

"Aku ga percaya permintaan maafmu," ucapnya dengan suara yang dingin dan tanpa ekspresi.

Yui tersentak saat itu juga. Air mata hampir saja menetes, tapi dia menahan diri. Yui tidak ingin terlihat cengeng, terutama di depan Kei. Meski begitu, ia tidak bisa mengabaikan rasa sesal yang menghantui.

Untuk sesaat, Yui teringat bahwa dia membawa lolipop sebagai lambang permintaan maafnya. Tangannya yang gemetar mencengkeram lolipop itu, dan dengan kepala masih tertunduk, dia menyodorkannya ke arah Kei.

"Ini untuk Kei..." desisnya pelan, dengan rasa harap agar Kei bisa menerima tawarannya.

"Aku ga butuh itu"

Kei mendorongnya menjauh dari jangkauannya. Karena dari sudut pandangnya, dia tidak percaya hal konyol seperti permen lolipop bisa membuatnya memaafkannya.

"Minta maaf dengan permen lolipop? Apa menurutmu aku mudah memaafkanmu dengan hal seperti itu?"

"M-maaf..." ucap Yui dengan suara yang penuh dengan keputusasaan. Air mata yang telah dia tahan begitu lama akhirnya keluar tanpa bisa dicegah. Dia menggigit bibirnya dengan kuat, berusaha keras untuk tidak membiarkan suara isak tangis keluar. Yui merasa bahwa tekadnya yang telah dibuat dan direncanakan sejak pagi telah gagal. Dalam benaknya, dia menyadari bahwa meminta maaf dan memaafkan tidak semudah yang dia bayangkan sebelumnya. Itu terasa begitu sulit.

Hanya melihat setetes air mata keluar dari matanya dan mendengar suaranya mulai bergetar, Kei terdiam sesaat. Di lubuk hatinya, dia merasa sedikit tersentuh dan sebenarnya ingin mendekat dan menenangkannya.
"Jangan nangis..." Dia mengucapkan kata-katanya pada Yui dengan suara lembut dan tenang.

"T-t-tapi Kei...Kei belum memaafkankuuu hweeeee"

Hanya melihat bagaimana Yui mulai menangis tak terkendali, Kei tidak bisa menahan diri untuk tidak menghela nafas. Sedikit rasa bersalah muncul dalam dirinya karena dia juga salah satu penyebab utama keadaan Yui saat ini. Itulah sebabnya dia tidak bisa menahan diri, meskipun akhirnya memutuskan untuk lebih melunakkan perilakunya terhadapnya. Jadi, dia memutuskan untuk memberikan apa yang Yui inginkan.

“Baik, aku memaafkanmu. Tapi…” ucap Kei, kemudian ia terdiam sejenak sebelum melanjutkan. Dengan lembut, ia membelai rambut Yui untuk menenangkannya.

"Tapi....apa..."

"Jangan nangis lagi. Aku ga tahan melihatmu menangis, jadi tolong berhenti ya..." kata Kei dengan tulus. Dia terus membelai rambut Yui dengan lembut, bahkan membawa Yui sedikit lebih dekat ke arahnya, memberikan kehangatan yang dibutuhkan Yui.

Kei meraih wajah Yui dengan kedua tangannya, menangkap perhatiannya sepenuhnya. Dia dengan lembut menyeka air mata Yui sambil mengatakan,

"Kau cengeng yaa sekarang, tapi...si cengeng ini lah yang sebenarnya paling aku sayangi."

"Apa Kei bermaksud kalau aku seperti bayi?"

"Iya, aku memang menyebutmu cengeng karena menangis. Tapi sejujurnya... itu sangat cocok untukmu." Dia berbicara sambil terus memainkan pipinya.

"Kei, jadi....kita masih berteman kan?"

"Tentu. Kita masih berteman. Jadi, apa pun yang terjadi, aku gak akan pernah meninggalkanmu. Kau paham?"

Saat itu, kebahagiaan Yui meluap seperti air terjun yang meluncur dengan riang. Tak ada kata-kata yang mampu menggambarkan kedalaman kegembiraannya. Dengan sudut bibir yang terangkat, senyumannya mengalir hangat seperti sinar matahari, menyapu jauh dinginnya es di sekitarnya.

"Aku begitu senang Kei memaafkanku! Hehe," serunya sambil tersenyum, diiringi tawa kecil yang menggambarkan kelegaan hatinya.

Melihat senyum hangat Yui, Kei merasa wajahnya juga mulai menghangat. Dia membiarkan pipinya terangkat sedikit, tersenyum balik saat Yui tertawa kecil bersamanya.

"Kupikir seseorang menjadi bersemangat..." ucapnya dengan nada menggoda, mencoba melihat ekspresi malu Yui dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

"Karena saat kita bertengkar, aku merindukan Kei"

Dia memperhatikan wajahnya sudah memerah dan dia bahkan terlihat sangat manis setiap kali dia mulai memerah.

"Yah.... Ya... aku akui. Aku memang rindu menggodamu saat kita bertengkar juga. Jadi.... Aku pikir aku mungkin akan lebih sering menggodamu supaya aku melihatmu kesal."















Melodi Kecil || Tsukishima Kei Where stories live. Discover now