4. Struk Cozy Corner

112 16 0
                                    

Kelas 10, Semester I

"Tugas untuk minggu depan, tulislah esai tentang benda atau tempat bersejarah pilihanmu. Lengkapi dengan foto objek atau situsnya. No plagiarism! No picture from the internet. Go there and take it by yourself!" kata Miss Alice⸺guru creative writing⸺di akhir sesi pelajaran.

Ah! Museum dan situs bersejarah! Tempat yang harus kujauhi selain gudang penyimpanan barang bukti di kantor polisi, toko barang bekas, mausoleum, dan pemakaman. Terlalu banyak objek bermuatan kenangan yang intens di satu lokasi. Bangunannya pun sering menyimpan memori.

Secara kolektif, semua itu memancarkan getaran dengan kekuatan berlipat ganda, yang bisa kurasakan bahkan dari halamannya. Aku bisa terkena migrain parah berhari-hari kalau nekat mendekat. Jika aliran kenangan dari satu benda yang kusentuh ibarat air keran yang digerojokkan langsung ke kepala, maka tempat-tempat itu seperti air terjun. Mencari mati kalau berdiri tepat di bawahnya.

Aku mengangkat tangan perlahan, membuat semua mata di kelas 10A langsung tertuju padaku sambil berbisik-bisik.

Benar, kan, Nayeon diputusin Jiyeong gara-gara dia? Ngaku sahabat, kok bikin ricuh dan sok tahu. Mungkin dia juga naksir Jiyeong. Lihat sarung tangannya, dia pikir dia siapa? Princess Elsa? Ada yang bilang, tangannya sensitif, tidak boleh terpapar udara langsung. Penyakitnya menular atau tidak, ya? Jauhi saja, dia aneh. Kenapa dia harus di kelas ini sih? Kok bisa diterima di BIHS? Iyalah, kudengar dia apanya Kapolsek gitu. Lihat saja gayanya, kayak yang kebal hukum.

"Yes, any question, Jennie?" Suara Miss Alice mengatasi dengung kelas. Sebagai guru yang juga konselor BP, Miss Alice hafal nama anak yang perlu perhatian khusus dan ia menyebut namaku.

"Bolehkah saya studi literatur saja, Miss? Tanpa harus ke museum?" Aku buru-buru menurunkan tangan, sebelum seisi kelas terganggu dengan pemandangan sarung tangan hitam yang kupakai.

"Tergantung objek bersejarah yang kau pilih. Buat saja draftnya dulu dan kita lihat apakah kau bisa akurat menggambarkannya hanya dengan duduk di perpustakaan. Lagi pula, kunjungan langsung dan foto objek dapat menambah nilaimu."

Aku tidak keberatan dengan nilai seadanya, selama perpustakaan dapat membantu dan aku tahu, buku apa yang kuperlukan. The Old Korea. Pernah kubaca-baca sebelum ini.

Saat istirahat, di depan rak referensi perpustakaan, aku mencari. Ah, itu dia, letaknya lebih tinggi dari kepalaku. Aku berjinjit menjangkaunya, menyentuh tangan orang lain yang secara bersamaan hendak mengambil buku itu. Terpekik, aku segera mundur, tetapi justru menginjak kaki yang terbungkus sepatu basket. Pemiliknya mengaduh pelan.

Aku berbalik, kulihat dada seorang Lalisa Manoban, kelas 11A, kapten tim basket, dan semua orang tahu betul berapa senti tinggi badannya. Sering kudengar angka 170 itu disebut, tapi tidak ada artinya bagiku dari jauh. Namun, ketika berdiri sedekat ini untuk pertama kalinya, aku merasa kecil, baik secara harfiah, maupun secara konotatif, mengingat nama besarnya.

Tidak. Kutepiskan perasaan itu. Untuk buku yang cuma ada satu dan kini dipegangnya, aku tidak akan mengalah. Tidak adil kalau ia mendapatkan buku itu hanya karena badannya lebih tinggi. Aku duluan yang sampai di sini. "Maaf, tapi aku perlu buku itu."

Lisa tersenyum. Aku mengerti sekarang kenapa mereka histeris melihatnya. Senyumnya ... sulit untuk digambarkan. Indah saja tidak cukup.

"Pasti untuk tugas creative writing Miss Alice. Tugasnya sama kayak kelas 10 tahun lalu."

Aku mengangguk. Menyodorkan tanganku.

Lisa malah memeluk buku itu sambil berjalan mundur. "Aku cuma perlu 10 menit untuk mengecek sesuatu. Tunggu, ya." Lalu ia meninggalkanku begitu saja. Ia mencari meja kosong, kemudian duduk dan langsung fokus pada buku itu.

RUBY : From Your Death (JENLISA)Where stories live. Discover now