Prolog - Pembaca Kenangan

526 26 0
                                    

Hai, ini cerita kedua. Tes dulu, kalau banyak pembaca, aku lanjut. Jangan lupa vote & komentar. Enjoy!

***

Sabtu, 20 April, pukul 13.00

Kuletakkan tangan di pangkuan. Sarung tanganku baru, dusty pink dengan pita kecil. Warna yang aku suka dan juga bahannya lembut dan nyaman, walaupun sebenarnya aku lebih menyukai warna hitam. Sarung tangan ini khusus dipesan Tante Jessica dari butik. Tidak murah. Namun, benda ini mampu meredam serbuan kenangan tidak diinginkan.

"Ruby?" panggil Tante Jess dengan nada menanyakan kesiapanku.

Aku mendongak, memberinya pandangan aku sudah siap bahkan sejak kemarin.

Tante Jess menyeringai. Sebagai Inspektur Polisi Satu Jessica Jung, ia bersikap resmi sekarang. Ditepuknya map di meja, meminta perhatian ketiga orang yang duduk di seberangnya. "Baiklah, surat kesepakatan sudah ditanda tangani. Segala sesuatu yang dibicarakan dan terjadi di sini, tidak keluar dari ruangan ini. Advokat Luna, Anda menjamin perjanjian ini dipatuhi Ibu dan Bapak Jay Park sebagai klien Anda." Ia menatap tajam perempuan dengan penampilan profesional. "Kita mulai sekarang."

Tante Jess tidak pernah berhenti membuatku kagum. Wanita berusia 29 tahun yang cantik, sigap, tegas, dan dapat mengendalikan situasi secara profesional. Tidak lupa ia memamerkan senyum khas dengan gigi taring yang lebih panjang dari normal, menambah kesan cantiknya. Namun, hanya orang terdekat yang ia izinkan memanggilnya 'Jess'.

"Tidak usah terlalu formal, Jessica, kita kan teman lama." Lelaki bernama Jay Park tertawa gugup. Istrinya tersipu, sementara Advokat Luna mengangguk-angguk dengan dagu terangkat. Luar biasa profesi pengacara itu, sepertinya harus mampu melakukan dua hal bertentangan secara bersamaan.

"Justru karena kita teman lama," sahut Tante Jess datar. "Aku tidak tahu bagaimana kalian sejak lulus SMA hingga minggu lalu kita bertemu lagi. Kalian hanya beruntung, Ruby mau membantu."

Ruby adalah nama kodeku dan situasi seperti ini bukan yang pertama. Tugasku adalah mencari petunjuk, jejak, dan bukti tak kasatmata dalam kasus-kasus buntu. Aku bekerja secara rahasia karena bakatku sulit diterima nalar. Sebagian orang malah menganggapnya fiksi ilmiah atau bahkan supranatural.

Aku dapat melihat peristiwa di masa lalu lewat sentuhan pada objek yang terlibat di dalamnya. Istilahnya seperti psikometris.

Prosesnya, setiap ada objek⸺hidup atau mati⸺menyimpan 'memori' tentang kejadian yang 'dialaminya'. Getaran memori itu bisa sangat kuat kalau keterlibatannya juga kuat. Tangan kananku mampu menangkap getaran itu, lalu mengirimnya ke otak. Mata batinku pun terbuka dan dapat melihat penampakan kejadian yang dialami si objek.

Freak? Begitulah. Indigo dengan indra keenam? Bisa dibilang begitu, tapi kemampuanku tidak berkaitan dengan dunia mistis dan makhluk-makhluk gaib. Begitu kata orang-orang pintar. Mereka sepakat, kemampuanku muncul dari kelainan otak, dari bagian yang belum terpetakan ilmu pengetahuan.

"Ruby, silakan." Tante Jess memanggil seolah 'Ruby' benar-benar namaku. Sembunyikan identitas asli, bicara seperlunya, tutupi muka, duduklah di ujung meja untuk menjaga jarak. Itu prosedur pengamanan dari Tante Jess setiap kali aku menangani kasus.

Aku menyentuh masker di muka, masih rapi. Bersama tudung hoodie yang menutup kepala, aku terlindung sempurna. Tidak ada kontak mata dengan ketiga orang itu, tapi bisa kurasakan kecemasan mereka saat aku mulai berfokus pada benda-benda di atas meja. Telepon genggam, surat di dalam amplop tertutup, cincin emas perempuan, dan sapu tangan dengan cap bibir.

Ponsel itu milik Pak Jay. Pernah mengirimkan beberapa pesan cinta untuk seseorang tanpa nama. Terbaca oleh sang istri yang kemudian menuduhnya selingkuh. Pak Jay membantah. Katanya, ponsel itu pernah tertinggal di ruang rapat, mungkin telah digunakan orang yang tidak bertanggung jawab. Nomor si anonim tidak bisa dihubungi.

RUBY : From Your Death (JENLISA)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora