DTYT-Ca suffit

4.4K 920 561
                                    

Ca suffit.

That's enough.



















"Yang lain ke mana?"

Pertanyaan Adji barusan secara tidak langsung mengundang rasa penasaran Handjoko dan Mas Harjuna yang sejak tadi sebenarnya sudah cukup bingung karena hanya Wita saja yang datang ke kamar Handjoko, setelah Mas Harjuna mengatakan di grup WhatsApp mereka semalam kalau ingin bertemu untuk membicarakan mengenai pemberitaan mereka yang akhir-akhir ini mendadak ramai sekali tersebar di media.

Wita berdecak, dia mengambil botol 2014 Pierre Bourée Fils Les Perrieres yang khusus dibawa Raden Kacaya—yang sempat menjadi umpan bagi Suta, Terang, dan Wita untuk mau datang ke sini secara mendadak—dan menuangkannya ke chardonnay glass yang baru saja diberikan Adji.

Kedua alis Handjoko terangkat tinggi ketika dia menemukan Wita melempar tatapan tajam ke arahnya, sebelum telunjuk pria itu juga mengarah ke aranya. "Mereka, sih, bilangnya pada sibuk. Tapi, gue yakin seratus persen kalau ini ada kaitannya sama lo dan kejadian di rumah sakit satu minggu yang lalu."

"Kenapa?" Raden Kacaya yang baru saja duduk di sebelah Adji ikut bertanya, ia meletakkan botol wine lain di atas meja. "Apa ada masalah sebelum ini?" tanyanya, menatap ke arah Handjoko.

Terdiam dan mencoba memikirkan ada kejadian apa di rumah sakit minggu lalu—saat Upih dirawat di sana—tapi Handjoko tidak merasa dia memiliki masalah dengan Suta dan Terang yang sampai membuat kedua pria itu menghindarinya begini.

Melihat Handjoko mengedikkan bahunya, Wita balas mendengkus. "Setelah lo ngusir Suta dan Terang waktu mereka mau ngejenguk Upih, apa lo beneran nggak merasa bersalah, Han?" sindirnya terang-terangan.

Suara tawa Adji menjadi satu-satu jawaban karena Handjoko terdiam, begitu juga dengan Mas Harjuna dan Raden Kacaya yang sama-sama menatap ke arah Handjoko—penasaran.

"Kan, mereka cuma mau jengukin Upih yang sakit, tapi kenapa nggak lo bolehin sementara lo ada di sana?" Wita masih menatap Handjoko tajam. "Kalau gue ada di sana, sih, lo udah gue ajak berantem, Han."

"It's hard to imagine that none of the three of you understands the value of attitude. All three of you have a habit of making a big deal out of nothing," ucap Handjoko, tampak tenang dan berkebalikan dengan Wita yang kelihatan sangat tersinggung dengan perkataan Handjoko.

"This is fun..." Meski terdengar sangat pelan, Handjoko yang duduk di sebelah Mas Harjuna bisa mendengar gumaman pria itu ketika melihat Wita hampir saja menghampirinya kalau Adji tidak buru-buru menahan lengan sahabat Upih dan mendudukkannya kembali secara paksa ke atas sofa.

Handjoko sendiri tidak melepaskan tatapannya dari Wita, dia sama sekali tidak merasa bersalah karena tidak seharusnya dia merasa begitu—melihat dari sikap dan situasi yang terjadi di rumah sakit kemarin.

Wita lagi-lagi mendengkus, dia menyeringai sambil menyentakkan lengannya kasar sampai tangan Adji terlepas dari sana. "Lo baru aja kenal Upih udah bisa berkuasa semacam itu, ya, Han? Nggak mau mempertemukan kami—sahabat-sahabat Upih—waktu kami punya hak—"

"With the noise that you're making, of course, I have the right to kick you out, or even worse, given your chaos, which seems to have good intentions but actually causes more problems." Masih sama tenangnya, Handjoko menyahuti lagi meski barusan Raden Kacaya sempat meliriknya tajam.

Di hadapannya, kedua mata Wita terlihat memicing tajam. "Lo ngomong apa, sih?" sahutnya terdengar sinis.

"Kemarin Suta dan Terang membawa mantan kekasih Upih datang." Adji yang sebenarnya tidak suka ikut campur, mendadak ikut menjelaskan. "What boyfriend can hold himself back when he sees his girlfriend's ex-boyfriend coming to see his girlfriend, right?" Ia melirik ke arah Handjoko yang cuma balas menatapnya datar. "Dia membuat keributan, memaksa masuk ke dalam ruang perawatan Upih sementara kekasih Handjoko itu sedang beristirahat.

DANCE TO YOUR TUNE (COMPLETED)Where stories live. Discover now