"Harus, atau kamu saya pulangkan ke Bogor,"

"Ngancemnya ga seru Gus,"

"Kamu guru bukan sih?"

"Ustadz Gus,"

"Terserah, assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam,"

Tepat setelah telepon itu mati, mobil yang di kendarai Gus Yusuf sampai didepan rumah Humai. Mengetahui bahwa Aiman ada di rumah, Gus Yusuf hanya membunyikan klakson.

Tin! Tin! Tin!

Dengan buru-buru Aiman yang sedang membaca Al-Quran lari keluar.

'Mobil Yusuf?' ucap Aiman dalam hati sembari membuka pagar rumahnya.

Tin!

"Berisik Yusuf." Teriak Aiman.

"Hahaha! Afwan abang Abil," jawab gus Yusuf yang sudah memberhentikan mobilnya.

"Iishh, geli saya," ucap Aiman sembari berjalan kedalam rumah.

Melihat Aiman meninggalkannya, Gus Yusuf mengajak Humai masuk kedalam rumah.

"Ayo masuk,"

"Jannah sedih deh,"

"Kenapa hmm?"

"Abang Abil tidak peluk Jannah?"

"Sebentar saya panggilkan Aiman,"

"Cemburu deh,"

"Tidak sayang,"

Kini gus Yusuf juga meninggalkan Humai sendiri di dalam mobil, demi memanggil Aiman agar Humai mau turun. Sejujurnya Gus Yusuf sangat amat cemburu dengan Aiman yang sedang dirindukan Humai, tapi tidak bisa diubah, Abang tetaplah Abang dan adek tetaplah adek.

"Man, Jannah minta di jemput," ucap gus Yusuf saat melihat Aiman yang sedang memainkan ponselnya.

"Memang sudah pulang?"

"Ada di mobil, tadi Jannah dihukum kar—,"

"APA, DIHUKUM? SAMA SIAPA?"

"Tenang dulu man, sudah di urus sama kakek. Mungkin kakek nanti kesini,"

"Tapi Humai tidak apa-apa?"

"Jannah baik-baik saja, makanya sekarang kamu jemput Jannah di mobil. Dia tidak mau keluar, Jannah minta di peluk. Saya izinkan, tapi jangan lama-lama,"

"Yaelah Gus, Humai adek saya kali. Btw dari dulu Humai peluk-peluk saya terus tahu Gus,"

"AIMAN."

"Astaghfirullah Yusuf, kenapa nak? Kenapa berteriak?" Tanya bunda Husna secara tiba-tiba dari arah belakang.

"Astaghfirullah, eh afwan bunda, tadi Aiman membuat Yusuf kesal. Masa kata Aiman, dulu Humai sering peluk-peluk Aiman bundaa," adu Gus Yusuf kepada bunda Husna.

"Memang benar, mereka sangat dekat," jawab bunda Husna.

"Aaaa bundaaa,"

Disisi lain Aiman langsung membuka pintu dan memeluk Humai. Melihat Aiman, Humai sangat senang, Humai jarang sekali merasakan momen ini.

"Habis di hukum?" Tanya Aiman.

"Iyaa, gara-gara Humai ketiduran,"

"Sama siapa?"

"Sama Bu Aulia,"

"Aduhh, pindah pesantren aja yu ... Sama Abang disana,"

"Izin ke ayah? Bunda? Apa lagi abah, pasti susah,"

MasyaAllah, Gus PangeranWhere stories live. Discover now