III. Papa.

208 23 2
                                    

°

°
°

°
°
°

○○○

Ian's room. (23.00) | 27 Desember 2019, Jumat.

Malam telah tiba. Dengan lampu warna putih yang redup dan dengan cat dinding kamar yang berwarna abu gelap membuat kamar milik Ryan terasa sunyi serta hampa namun tenang.

Sret.

Suara itu berasal dari pena yang digunakan oleh Ryan untuk menulis dari tadi, suara yang di hasilkan dari pena dengan satu goresan panjang pada buku halaman yang Ryan tulis.

Ryan mendercik kesal. "Sial." Kesalnya menatap halaman buku yang tercoret itu. "Catatan gua jadi rusak, anjing. Lo kenapa sih?" Monolog nya dengan posisi tangan kini tengah memegang bagian kepalanya yang dari pagi tadi terasa sakit.

Tidak berselang lama, Ryan segera beranjak dari tempatnya dan keluar dari kamar miliknya untuk menuju ke dapur.

Tak.

Suara yang bersumber dari dapur berhasil membuat Ryan menghentikan langkahnya saat dirinya masih berada di tangga. 'Papa pulang?' Batinnya melanjutkan langkahnya dengan rasa takut yang kini perlahan mulai menyelimuti nya.

"Pa? Papa udah pulang?" Ucapnya saat dirinya telah tepat di ruangan dapur dengan pemandangan yang berada di depannya kini adalah Ayahnya yang tengah minum.

"Pa? Papa udah pulang?" Ucapnya saat dirinya telah tepat di ruangan dapur dengan pemandangan yang berada di depannya kini adalah Ayahnya yang tengah minum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Prang!!

Suara itu berasal dari gelas yang Ayah pakai untuk dirinya minum kini mendarat pada lantai dekat dengan dimana Ryan berdiri. Lemparan dari ayah nyaris mengenai kepala Ryan, untungnya lemparan ayah melesat.

Ryan terdiam dan terbeku, sedangkan ayah mendekati dirinya. "Dengan sebutan apa tadi kamu panggil saya?" Tanya ayah dengan langkahnya yang mendekati Ryan.

"Pah... Jangan.." Lirih Ryan ketakutan.

Plak!!!!

Satu tamparan dari sang ayah berhasil mendarat di wajah milik Ryan, saat ayah telah tepat di depan Ryan.

"Kamu panggil saya dengan sebutan papa?"

Cuih!

Ayah meludah.

"Tidak sudi saya memiliki anak pembunuh seperti kamu. Kamu tidak pantas hidup, kamu harusnya mati saja bukan istri saya! Bajingan!" Sambung ayah dengan tangannya yang kini berada di leher milik Ryan dengan cengkraman yang kuat untuk Ryan.

Paper Plane.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang