DTYT-Commencer une relation

Start from the beginning
                                    

Ia masih ingat seberapa keras dia menangis ketika berada di lokasi syuting film ini, perannya sebagai Cinta yang memberikan seluruhnya—cinta dan semua yang dimilikinya—ke suaminya—satu-satunya orang yang dipercayainya—yang juga ternyata mengkhianatinya.

Upih sempat melirik ke arah Ambar dan Sasmita, keduanya menangis sambil menutup mulut mereka. Keduanya sesekali mengusap air mata dengan tisu dengan tatapan yang terpaku ke layar televisi.

Meski menangis, Upih tidak bisa membohongi diri kalau dia juga merasa luar biasa bahagia sekarang. Bukan cuma karena dia mendapatkan pujian tertinggi untuk aktingnya, Upih menaruh harap kalau keakraban semacam ini—dengan keluarga Handjoko—akan bertahan lama.

Tatapan wanita itu lalu beralih ke Handjoko, pria yang duduk di sofa yang berada di sampingnya itu juga kelihatan serius menatap ke layar televisi. Berbeda dengan apa yang dirasakan para wanita yang ada di sebelah Upih, Handjoko malah mengerutkan keningnya dalam—tampak heran—sambil sesekali menggelengkan kepala ketika melihat Cinta tampak histeris di dalam pelukan suaminya yang mencoba membujuk wanita itu agar mau memaafkannya dan mau kembali pulang ke rumah mereka.

Kalau mengingat soal sosok Handjoko, bisa dipastikan kalau pria itu tidak familiar dengan tontonan semacam ini. Membayangkan Handjoko bisa menonton salah satu filmnya saja, Upih masih belum bisa percaya saat ini.

Sudut bibir Upih tertarik refleks saat melihat kedua mata Handjoko memicing di saat scene Cinta memeluk suaminya, memaafkan segala kesalahan suaminya sebelum rolling credit muncul—menyudahi film dengan ending bahagia yang ternyata semakin membuat para wanita menangis.

Tatapan Upih beralih ke Sasmita yang duduk di sebelahnya, tepat ketika wanita itu mulai berkomentar masih sambil terisak. "Hatinya Cinta tulus, ya? If I were her, I would probably never forgive my husband and end up suffering for the rest of my life since I had to hate someone I loved deeply..." Sasmita mengusap air matanya dengan tisu, ia menatapku dengan kedua matanya yang memerah.

"Tapi, dari awal, 'kan, suaminya Cinta cuma denial aja. He had been drawn to and interested in his wife from the beginning, but guilt still got the best of him." Kali ini, Henna—salah satu keponakan Sasmita dan Handjoko—ikut menyahut.

Upih menganggukan kepala, "Dari awal, mereka berdua memang sudah menaruh rasa dan perhatian ke satu sama lain."

"When was the last time I wept while watching a romance film? Oh, how sad." Ambar menggelengkan kepala, dia ikut mengusap matanya dengan tisu sebelum bangkit dari sofa yang didudukinya. "Sebentar, Ibu mau ke toilet dulu," imbuhnya meninggalkan ruang tengah.

Henna, Sasmita, dan Resya tampak asyik mengomentari dan berdiskusi soal film yang baru saja mereka tonton ketika Prambudi memanggil namanya, membuat tubuh Upih bergerak kaku mengarah ke Ayah Handjoko yang kini menatapnya.

Dibanding Ambar dan keluarga Handjoko lainnya, Upih masih belum terbiasa dengan Prambudi. Mungkin karena sosoknya yang kelihatan pendiam—jauh lebih cuek dibanding Handjoko—dan pembawaannya yang tidak kalah kaku lah yang membuat Upih merasa sedikit takut dan segan ketika berhadapan dengan bangsawan yang punya nama baik karena kinerjanya dulu di Kerajaan Daher Reu.

"Itu film tahun berapa?" tanya Prambudi, jauh dari ekspektasi Upih yang kini jantungnya sudah berdegup kencang.

"Tahun lalu, Pak," jawab Upih cepat. "Akhir tahun lalu, tepatnya," imbuhnya, sambil mencoba rileks.

Prambudi mengangguk-anggukan kepalanya, "Aktingmu bagus." Ucapan pujian barusan keluar dengan raut wajah datar yang jauh berbeda dengan kalimat yang baru saja terlontar dari bibir Ayah dari Handjoko itu.

"Terima kasih, Pak." Dipuji seseorang seperti Prambudi benar-benar sebuah kebanggaan bagi Upih. Tangan wanita itu saling menggenggam erat, menahan rasa excited yang dirasakannya sekarang.

DANCE TO YOUR TUNE (COMPLETED)Where stories live. Discover now