I. Pertemuan.

512 33 0
                                    

°

°
°

°
°
°

○○○

12 tahun yang lalu... | 12 Maret 2007, Minggu.

Waktu kini menunjukkan jam 4 sore. Terlihat Haekal kecil dengan umurnya yang masih 5 tahun tengah berlarian di taman dengan mobil mainannya yang ia tarik. Hingga langkahnya terhenti saat melihat seseorang yang terlihat seumuran dengannya tengah menangis di tempat duduk taman itu.

Dengan keberanian yang tipis, Haekal memberanikan dirinya untuk mendekati anak itu. Tangannya bergetar hebat saat ia hendak ingin menyentuh bahu anak itu, rasanya begitu menakutkan untuknya.

Anak itu tersentak terkejut saat jemari Haekal menyentuh bahunya, anak itu menoleh pada Haekal yang terlihat canggung.

"Kamu kenapa menangis?" tanya Haekal dengan suaranya yang terdengar lirih.

"A-aku h-habis di-di marah sama pa-papa" jawab anak itu sesegukan.

Haekal mengernyitkan dahinya kebingungan. "Aku ngga paham kamu ngomong apa.." Ia lalu tersenyum ceria pada anak itu kemudian menarik tangan anak itu. "Tapi! Daripada menangis, mending kita main!" Seru Haekal sembari menarik tangan anak itu, bermaksud untuk mengajak anak itu main dan pergi dari tempat duduk taman itu.

"Me-memangnya tidak ap-apa apa?" Tanya anak itu masih dengan sesegukan nya.

"Enggaa!! Ekal juga bosan main sendiri, ayo ayo!!" Anak itu mengangguk sebagai jawaban dan memasrahkan dirinya ditarik oleh Haekal.

"Enggaa!! Ekal juga bosan main sendiri, ayo ayo!!" Anak itu mengangguk sebagai jawaban dan memasrahkan dirinya ditarik oleh Haekal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nama kamu siapa?" Tanya Haekal saat mereka telah sampai di depan teras rumah milik Haekal.

"Aku Ryan, papa panggil aku Ian."

"Halo Ian!! Aku Haekal atau Ekal!" Seru Haekal kemudian mereka tersenyum manis membuat kedua mata mereka menyipit.

"Ian tadi kenapa menangis?" Tanyanya saat dirinya dan juga Ryan telah duduk di teras rumah.

"Papa Ian marah, terus pukul Ian." Ucap Ryan dengan raut wajahnya yang sedih.

"Papa Ian kok marah sama pukul Ian? Emang Ian ngelakuin kesalahan?" Tanya Haekal dengan raut wajah yang juga berubah menjadi sedih.

"Ian engga tau, tapi papa bilang Ian pembunuh mama. Ekal tau ngga, pembunuh itu apa?" Haekal kembali mengernyitkan dahinya, ia juga tidak mengerti apa arti dari kata itu.

Haekal kemudian menggeleng sebagai jawaban, Ryan hanya menunduk sedih.

"Ish! Ian jangan sedih-sedih terus! Nanti wajah Ian jadi jelek!"

Paper Plane.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang