Part 2 : The Next Level

26 0 0
                                        

"The first step to a great discovery is not the answer, but the courage to ask in a way no one ever dared to."

~Eclipse, 2025

***

Pagi hari itu terasa seperti bias cahaya yang belum sempat menyentuh permukaan. Kabut tipis menggantung rendah di halaman sekolah, menciptakan ilusi dunia yang belum sepenuhnya terbangun. Namun bagi Nafta, hari-hari tak pernah tidur. Bahkan saat dunia masih bergelung dalam selimut embun, pikirannya sudah bekerja dengan kecepatan penuh, seperti mesin yang tak diberi pilihan untuk berhenti.

Di dalam ruangan yang hanya tersedia 12 meja itu tampak hening, beberapa siswa lain terlihat sibuk sendiri. Bersyukurnya, sistem Sekolah mendukung segala kebutuhan Siswanya, mereka semua dapat dengan fokus pada pengembangan diri pada bidang bakat atau minat masing-masing.

"Nafta," suara Jericho memanggil pelan setelah ia duduk di kursinya, disebelah Nafta.

Gadis itu menoleh, mengangkat wajah dari setumpuk jurnal ilmiah yang sedang ia pelajari. Rambutnya yang dikuncir rendah jatuh rapi di bahu, dan mata teduhnya menatap penuh ketenangan seperti biasa—namun ada kelelahan samar yang tak bisa disembunyikan dari sorotnya.

"Pagi. Kamu datang lebih awal." 

Jericho hanya mengangguk. Ia tidak pernah banyak bicara, tapi saat ia bicara, kata-katanya selalu tepat sasaran. "Kita harus lebih berjuang lagi," katanya, nada suara pelan namun jelas.

Nafta mengernyit tipis. "Berjuang bagaimana?"

Jericho mengeluarkan laptop dan robot starter kit yang ia persiapkan di atas meja, siap untuk melanjutkan proyeknya, "Dalam waktu dekat kita akan membuat Proyek, itu pasti akan membutuhkan waktu dan tenaga ekstra."

 "Proyek? Evaluasi dan penyempurnaan eksperimen yang terakhir?" Nafta menatap, bertanya sedikit penasaran.

Jericho mengangguk. "Yang itu. Tapi kabarnya, ada yang lebih besar dari sekadar proyek eksperimen kita saat kompetisi nasional. Lo nggak dengar?"

Nafta menggeleng pelan. Dunia rumor bukan sesuatu yang ia masuki dengan nyaman. Ia terlalu sibuk menjadi sempurna untuk sempat mendengar bisik-bisik di lorong sekolah.

Jericho mengamati wajahnya sesaat, lalu menghela napas. "Ya, biasa, katanya, tim kita 'di-setting' buat jadi representasi Sekolah di proyek kolaboratif nanti. Tim juga akan semakin diperluas. Mungkin, ini proyek lama tapi versi the next level. Gue kira, lo udah tau."

Nafta menunduk sebentar. Jantungnya berdegup pelan namun tepacu. Bukan karena gugup, tapi karena kecewa pada dirinya sendiri yang tak pernah tahu apa yang seharusnya ia tahu. Semuanya selalu datang sebagai keputusan, bukan informasi.

"Aku baru dengar dari kamu," ujarnya pelan.

Pintu terbuka sedikit keras, dibaliknya muncul sosok Reyvan- dengan gaya khasnya yang penuh percaya diri, jaket olahraga disampirkan di bahu, rambut sedikit berantakan tapi entah kenapa malah terlihat seperti gaya yang disengaja. Sangat ciri khas sekali.

"Yo! Lo berdua ngumpul duluan nih?" katanya dengan nada ringan. Ia mendekat sambil melempar tasnya ke meja dan duduk dengan kaki disilangkan.

Jericho hanya melempar lirikan tipis, lalu kembali menatap laptop dan mengamati starter kit robot miliknya .

"Van, lo udah denger perihal proyek baru?" tanya Jericho tanpa menatap.

Reyvan tertawa kecil. "Rumor doang tuh. Tapi kalau beneran, bagus dong. Artinya kita naik level, bukan cuma kompetisi biasa. Gue udah yakin kemampuan gue emang layak ada di posisi ini, dan... kalian juga."

ECLIPSE (1) || Spectrum of LightWhere stories live. Discover now