Shade oleh rekhair

16 2 0
                                    

Premis: MC diselamatkan gerombolan preman/bully oleh lelaki asing. Ketika MC hendak berterima kasih, ia lihat lelaki itu menyalakan korek dan membakar luka pukulan di kepalan kedua tangannya. Secara ajaib, luka-luka itu hilang. Saat sadar ia diawasi MC, ia mengajak MC untuk menjadi "kuat" bersamanya. 

Ending: MC mengungkap kebohongan/kekuatan sang lelaki. Untuk kebohongannya/kekuatan silakan ditafsir sendiri.

Pemilik ide: SylicateGrazie


***


Vassal sudah biasa berkeliaran di komplek perumahanku dan tahu jalan pulang. Namun, tak biasanya ia pergi selama ini. Sekarang pukul empat pagi. Aku meraih mantelku sebelum beranjak lewat pintu belakang. Orang tuaku sudah tidur. Jika tidak, tentu mereka akan melarangku. Padahal anak perempuan di zaman sekarang saja sudah dibebaskan ke mana-mana, masa anak laki-laki tidak? Papa dan Mama khawatir dengan imunku yang lemah, padahal itu tak akan jadi masalah besar. Memangnya apa yang akan kuhadapi di jalanan komplek saat dini hari? Paling-paling hanya Marthara Neivle yang barusan kulihat sedang makan mi instan di bangku Taman Walden. Beberapa kali juga pernah kulihat dia dari balkon kamarku, pada jam-jam ini, sedang keluyuran.

Aku yakin wajahku tampan dan suaraku lembut, tapi Marth selalu saja menjawab sapaanku dengan sarkasme yang sebenarnya agak bikin sakit hati. Kali ini, aku diam saja. Toh aku harus mencari Vassal. Kucingku itu berbulu lebat seputih salju dan matanya biru terang, kadang bercahaya, jadi seharusnya ia akan mudah kutemukan. Namun, sampai aku melewati sebuah gang di dekat blok rumah yang amat jauh dari blokku, Vassal sama sekali tidak ada. Yang ada justru segerombolan preman. Mereka sedang nongkrong sambil minum alkohol dan berjudi. Asap rokoknya tersebar hingga membuatku tebatuk-batuk bahkan sesak napas. Sedetik kemudian orang-orang sinting itu meninggalkan permainan mereka dan mengerubungiku yang tak sanggup berlari. Pandanganku nanar.

"Dia cantik juga buat seukuran cowok."

"Yeah, wajahnya terlalu mulus. Bagus jika kita bikin lebih macho." Seseorang memantik rokok dan mengarahkannya kepadaku.

Aku berusaha menjauh tapi rekan lainnya mencegat kedua tanganku. Tak ada satu pun orang yang lewat di jalanan komplek ini. Aku meronta-ronta ketika mereka menggotongku ke dalam gang. Oh siapa pun ... Papa ... Mama ... Marth bahkan masih di Taman Walden ratusan meter dari sini! Ayolah. Aku sudah amat putus asa sampai mengharapkan Marth, tapi lebih parah lagi jika Vassal yang kuharapkan. Kucing kesayanganku. Aku rela berkorban demi membawamu pulang. Bisakah kamu datang dan setidaknya mencakar orang-orang bebal ini? Salah satu preman melayangkan puntung rokoknya ke arah wajahku—mataku terpejam bersiap menahan rasa sakit—tapi tak ada yang terjadi.

Lantaran merasakan panas melepuh di wajah, aku mendengar preman itu berteriak kesakitan sebelum tubuhnya berdebam ke tumpukan botol. Cengkeraman di kedua tanganku melonggar sehingga aku lepas dan menjauh dari tembok gang. Pemandangan berikutnya membuatku ternganga: seorang laki-laki sedang bertarung dengan para preman. Pukulan di sana, tendangan, lompatan, bahkan teknik berputar yang gagah—lelaki itu menghabisi mereka hanya dalam beberapa detik sebelum mereka kocar-kacir.

Jantungku berdebar saat dia mendekat dengan kepalan tangan berdarah bekas terkena pukulan botol kaca. Aku memasang kuda-kuda dengan gemetar. "Jangan lawan aku, tolonglah. Aku bakal langsung kalah. Biarkan aku pergi. Jadi, terima kasih—" Namun, ia makin menyudutkanku hingga ke ujung gang. Aku memekik saat ia merunduk—kupikir akan menghajarku—untuk ternyata mengambil korek api di tanah. Napasku menderu. Dia menyalakan api dengan korek itu ... api berwarna biru terang. Api kian besar hingga cukup untuk melumat tangannya—lalu ia sungguh membakar tangannya! Secara ajaib, darah yang melumuri kepalan tangan dan luka-lukanya justru lenyap semua.

Swap Idea 2024Where stories live. Discover now