A Party oleh Catsummoner

41 5 1
                                    


Premis: MC terjebak dalam sebuah pesta misterius. MC tidak mengenal seorang pun di pesta itu. Awalnya MC terbuai dengan hingar-bingar di sekelilingnya. Sampai satu per satu peserta mati secara misterius dan anehnya tidak ada yang peduli dengan kematian mereka. Yang mengerikannya, sang MC baru sadar dia tidak bisa melihat warna. Hanya hitam-putih. Untuk bisa keluar dari sana dia harus mengumpulkan petunjuk. Ah, dia melihat barang-barang berwarna. Tapi dia tidak tau apa maksudnya, dan mengapa dia bisa berakhir di sana. 

Ending: bebas banget!

Pemilik ide: Nightshadeness


***

Sebuah pesta. Dalam rangka apa, siapa penyelenggaranya, dia masih tidak tahu. Riuh tawa dari berbagai sudut dan kelompok manusia membuatnya sulit untuk memusatkan pembicaraan pada satu-dua orang saja. Pun sepertinya tak ada yang mengajaknya bicara berlama-lama. Hanya sapaan ringan.

"Hei," sapa seseorang.

"Malam yang indah," ucap yang lain.

"Setelan yang bagus," puji orang yang lain lagi.

Semua dibalas anggukan atau lambaian singkat.

Lengkingan terompet memancing perhatian. Sekejap saja area tengah mulai terisi dengan manusia-manusia yang bergerak dengan ketukan tertentu.

Bukan. Bukan waltz. Tidak seanggun itu. Lebih bergairah.

Sembari melintas orang-orang yang asyik berdansa, dia turut menggoyangkan badan mengikuti irama jazz yang rancak—apa itu namanya, dia lupa. Genre yang muncul setelah Blues tetapi lebih mengentak dan berirama riang.

Panggung dengan tirai gelap lebar sebagai latarnya di salah satu sisi ruangan tak terlalu besar, tetapi biduanita yang bernyanyi diiringi satu grup band yang cukup lengkap. Piano, satu set drum, beberapa alat musik tiup dari kuningan, dan satu bas besar berdentam.

Dia meraih segelas koktil berbuih dari salah satu meja bertaplak kelabu. Mengedarkan pandangan mencari wajah yang mungkin saja dikenalinya di antara para lelaki bersetelan bagus dan para perempuan dengan gaun gemerlap. Tak ada wajah yang familier.

Lebih tepatnya, dia tak bisa benar-benar mengidentifikasikan setiap wajah yang dilihat. Seperti ada noise yang menghalangi setiap kali dia berusaha menggabungkan sepasang mata, hidung dan mulut yang ada dengan ingatannya. Dipaksakan juga hanya membuat denyut tajam yang membuat pandangannya memburam sesaat.

Ah, pasti karena efek alkohol, pikirnya sembari meletakkan kembali gelas tinggi yang hanya sempat disesap sepertiga isinya di salah satu meja bertaplak kelabu lain yang kosong. Kabut tipis dari asap rokok dan cerutu makin memperparah keadaan. Dia tak membenci aroma tembakau yang dibakar itu, tetapi bila terlalu pekat bisa membuatnya pening.

Sedikit terbersit dalam benaknya, untuk meminta tuan rumah membuka lebih banyak ventilasi. Namun dia tak yakin juga bisa menemui pemilik bangunan yang ruang pestanya cukup luas untuk menampung sekitar 50 orang dan masih menyisakan banyak ruang gerak untuk lalu-lalang. Bahkan ada tangga ke area atas di mana orang-orang yang lebih suka duduk santai menonton pertunjukan dan menikmati minuman, sambil bercengkerama lebih intim berada.

Sudah bagus orang sepertinya bisa menghadiri pesta luar biasa, dengan tema 50-an yang otentik. Normalnya seseorang harus membayar mahal dan melalui daftar tunggu yang teramat panjang, hingga memakan waktu berbulan-bulan. Sungguh sesuatu yang tak terjangkau.

Dia terdiam. Kepala berat dan pelupuk mata yang mulai lelah oleh gemerlap cahaya lampu gantung dan gemilau perhiasan yang memantulkan sinar lampu sorot panggung, membuat pandangan matanya turun. Menatap ke ujung sepatu pantofelnya. Kulit, hitam dan putih, disemir hingga mengilap. Bagaimana dia bisa mengenakan sepatu sebagus itu sama sekali tak ada dalam ingatan. Celana pantalon gelap yang dikenakannya juga kelihatan pas, sama sekali tidak kekecilan atau kepanjangan.

Swap Idea 2024Where stories live. Discover now