3. Anak tak tahu diuntung!

79 14 8
                                    


Sekitar satu jam yang lalu, Sagara menemukan Arutala tak sadarkan diri di kamar mandi dekat dapur. Dengan wajah yang pucat dan tubuh yang dingin. Di sisi tubuh Arutala juga terdapat cairan muntah yang lumayan banyak. Sagara kemudian membawa Arutala ke klinik terdekat. Namun karena kondisinya yang menghawatirkan, pihak klinik merujuk Arutala ke rumah sakit agar bisa mendapatkan pertolongan medis dengan maksimal.

"Untuk apa kamu membawanya ke rumah sakit Sagara? Biarkan saja dia mati." ucap Kynara ketika masuk ke ruang rawat Arutala.

Sagara menarik tangan ibunya dan membawanya keluar dari kamar rawat Arutala.

"Mama gila! Ini sudah keterlaluan! Nasi basi yang taruh di atas wastafel itu bukan untuk kucing 'kan? Tapi untuk Arutala?" Sagara bertanya dengan penuh tekanan.

"Kenapa kamu menuduh Mama? Anak itu saja yang rakus. Makanan sisa saja masih dimakan." Kynara masih berusaha untuk mengelak.

"Arutala bukan rakus, tapi memang lapar. Beberapa hari ini Sagara sering melihat Arutala makan nasi sisa. Tak pernah dia menyentuh nasi di meja makan."

"Kalau Arutala rakus, tak mungkin asam lambungnya tinggi dan dia juga kekurangan gizi dan nutrisi! Arutala keracunan gara-gara makanan basi itu!"

"Ma, Mama benci Arutala silahkan! Kakak juga membencinya. Tapi kalau seperti ini, apalagi Arutala sampai meregang nyawa, Mama yang kena. Jangan mengelak lagi. Anak itu hampir saja tak selamat karena keracunan makanan."

"Kamu tak mengerti Nak, kenapa Mama membencinya dengan sangat." Kynara mulai meneteskan air mata.

"Apa pun alasan Mama membenci anak itu, Sagara gak peduli. Tapi ingat! Hal tadi sudah sangat keterlaluan!"

***

Arutala baru sadar setelah beberapa jam kemudian. Arutala sedikit memegangi kepalanya yang sedikit pusing. Dan juga merasakan linu di bagian punggung tangannya.

"Kenapa diinfus? Emang Arutala kenapa? Perasaan tadi di kamar mandi rumah." tanyanya pada diri sendiri.

Arutala mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Ia juga belum menyadari bahwa dirinya berada di rumah sakit.

"Arutala makan nasi. Setelah itu pusing, sakit perut, mual dan muntah. Dari situ gak tahu lagi kelanjutannya gimana."

Setelah beberapa saat berpikir, Arutala baru menyadari bahwa dirinya berada di rumah sakit. Arutala dengan refleks melepaskan jarum infus yang ada di punggung tangannya kemudian keluar dari ruangannya.

"Astaghfirullah!" Seorang perawat laki-laki masuk ke kamar rawat Arutala dan mendapati Arutala yang sudah melepaskan jarum infus dan bersiap untuk kabur.

"Apa yang kamu lakukan?" Perawat itu menahan tubuh Arutala. Arutala berusaha memberontak namun tenaga perawat itu lumayan kuat membuat Arutala sulit memberontak.

"Arutala gak bisa bayar tagihan rumah sakit. Arutala ingin pulang. Arutala gak punya uang. Arutala udah sehat." Mendengar ucapan Arutala perawat itu sedikit melonggarkan tenaganya saat menahan Arutala.

"Kamu sakit Dek. Dan harus diobati. Nanti tambah parah sakitnya kalau tak diobati." nasihatnya.

"Arutala gak peduli! Keluarga Arutala pasti gak akan bayarin tagihan rumah sakit. Arutala mau pulang saja. Lepas!"

"Dengar! Kamu sakit. Harus diobati! Masalah itu pasti ada jalan keluarnya!"

***

Sembagi Arutala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang