DTYT-Le cœur lourd

4.1K 964 235
                                    

Le cœur lourd.

A heavy heart.

"Kenalkan, Pak Handjoko."

Handjoko mengulurkan tangannya, menjabat tangan salah satu rekan yang dikenalkan Wita sebelum ia memperkenalkannya ke Mas Harjuna, Raden Kacaya, dan Adji yang berdiri bersisian dengan Handjoko.

"Ini kenapa nggak bilang kalau mau ke sini? Kalau bilang, 'kan, saya bisa luangkan waktu. Saya bisa menjamu tamu-tamu besar dari Daher Reu dengan pantas, bukannya ngobrol di depan lobby seperti ini." Pak Hafid tersenyum ramah, pria paruh baya itu sempat menyapa beberapa orang yang baru saja keluar setelah menonton pertunjukan orkestra malam ini.

Wita menatap ke arah sahabat-sahabatnya sebelum menatap ke arah Pak Hafid, "Ini juga dadakan, Pak. Mereka ke sini karena ada urusan dengan Pak Fiki di Istana Kepresidenan tadi siang."

"Undangan dari orang tuamu?"

Selain Wita, Handjoko ikut mengangguk, sementara itu yang lainnya—Mas Harjuna, Raden Kacaya, dan Adji—kelihatan sibuk melarikan pandangannya ke sembarang arah.

"Terus? Ke sini karena Suta?" tanya Pak Hafid lagi, kali ini pria itu menatap Handjoko.

Handjoko mengangguk, "Betul, Pak. Kebetulan, kami juga dapat undangan dari Royal Indonesia untuk konser pertama mereka di Jakarta."

Pak Hafid ikut mengangguk-anggukan kepalanya, "Are you a fan of this kind of music? Or did you come because you wanted to support Suta?" Pria itu menatap ke arah Handjoko, Mas Harjuna, Raden Kacaya, dan Adji bergantian.

"Keduanya," jawab Mas Harjuna. "We all play music and were in the same orchestra group—"

"That happened a long time ago, and it was exclusively for royal occasions," jelas Adji, ia sampai perlu memotong ucapan Mas Harjuna karena salah tingkah.

Pak Hafid tertawa, lalu obrolan mereka bersambung ke urusan bisnis dan lainnya, sementara Handjoko tidak benar-benar memperhatikan obrolan mereka karena sejak tadi—sejak konser perdana Suta yang ditontonnya—karena pikirannya bercabang ke mana-mana.

Kalau Pangeran Martaka tidak memberikan perintah khusus bagi mereka untuk datang ke Jakarta Concert Orchestra, Handjoko sudah pasti memilih untuk pergi ke tempat lain selagi dia bisa mengunjungi Jakarta setelah lebih dari dua bulan dia tidak diijinkan untuk pergi ke negara ini.

Mata Handjoko mengerjap pelan, sementara alisnya terangkat tinggi begitu menyadari kalau semua tatapan orang yang ada di sekitarnya mengarah kepadanya. "Maaf?"

"Pak Hafid nanyain keadaan lo, Han..." Wita untungnya mau mengulang pertanyaan yang ternyata diberikan untuknya. "Soal masalah konferensi pers kemarin sama keadaan Bella," jelasnya lagi yang dihadiahi dengkusan Mas Harjuna dan gelengan kepala, entah itu untuk pertanyaan tidak berbobot yang diberikan Pak Hafid atau karena Handjoko terang-terangan mengabaikan pria paruh baya yang menatapnya lurus sekarang.

Kening Handjoko mengkerut dalam, "Bella?"

"Oh, calm down, Han..." Raden Kacaya ikut menyahut, tapi wajahnya tampak tertarik dan kontras dengan nada khawatir yang terucap dari bibirnya barusan.

Pak Hafid—mantan Walikota Surabaya yang merupakan Ayah kandung Suta—yang tentu saja cerdas, bisa dengan mudah mengetahui kalau ada yang salah dari pertanyaannya yang menyebabkan wajah suram yang ditunjukkan Handjoko dibarengi dengan ejekan yang dibuat sahabat pria itu.

DANCE TO YOUR TUNE (COMPLETED)Where stories live. Discover now