Hubungan Toksik

948 241 45
                                    

"Mim, ada adik kamu di luar. Katanya janjian mau makan bareng sama kamu?" Gilang, rekan Yemima bertanya. Teknisi labfor yang baru kemarin itu resmi jadian dengan ceweknya, menatap Yemima dengan kilat aneh di matanya yang seperti maskoki.

Yemima yang sedang memasukkan beberapa data ke dalam laporan manual mengangkat kepala dan menyahut. "Ah ... udah dateng, ya?" Dia menutup fail datanya, lalu menaruhnya di dalam ordner. "Aku istirahat makan dulu, ya, Mas Gilang."

Gilang mengangguk. "Aku enggak diajak sekalian, Mim?" tanyanya sambil cengengesan.

"Aku juga boleh, Mim," sambar Tio, rekan Yemima yang lain dari mejanya.

Yemima mengerutkan kening. "Idih, tumben? Biasanya Mas Gilang dan Mas Tio males makan bareng aku?" tanyanya balik.

Gilang berdeham. "Kalau bareng kamu aja, males. Tapi kalau ada El, biasanya kan kita ditraktir. Beda sama kamu yang kadang pelit plus jail, El, sih baik," sahutnya dengan seringai lebar.

Yemima memandang datar. "Aku enggak pelit, Mas Gilang. Aku cuma itungan sedikit. Pengeluaranku banyak, tau?"

"Tau. Cuma, kamu kan anak konglomerat, tapi traktir kita-kita aja kayaknya berat banget gituloh. Kan aneh?"

"Karena duit aku abis buat ekspe...."

"Iya. Eksperimen yang enggak ada habisnya, kan? Lagian, ngapain pakek eksperimen aneh-aneh, deh, Mim? Kamu mau ciptain apa, sih?"

"Kantong doremon. Melipat ruang dan waktu dalam kapsul kecil."

"Halah!"

*******

Noel, adik Yemima, remaja cerdas dengan ekspresi serius yang sangat bertolak belakang dengan kakaknya, menatap Gilang dan Tio, rekan Yemima yang tampak mengekor gadis itu sambil cengar-cengir. Saat ketiga rekan kerja itu sudah berhadapan dengannya, dia mengamati mereka dengan saksama.

"Mas Gilang dan Mas Tio ikut?" tanyanya.

Gilang dan Tio mengangguk hampir berbarengan.

"Mereka ngarep ditraktir kamu, El. Katanya kamu lebih baik dari aku. Yah, maklumin aja, kami PNS, gaji pas-pasan. Apalagi kalau baru jadian sama pacar, pasti abis modal." Yemima merasa perlu menjelaskan, membuat kedua rekannya cengengesan malu.

Dasar cewek bule usil! Masih sempat saja bikin malu teman sendiri.

Noel tersenyum maklum. "Oh, ya udah. Kebetulan, aku memang butuh saran dari laki-laki yang lebih dewasa," katanya, menimbulkan tanya di benak kakak dan dua pria di hadapannya.

****

"Kamu butuh saran apa, El?" tanya Yemima sambil menggerogoti tulang ayamnya yang sudah bersih.

Noel mengangkat kepala. Tiba-tiba saja ekspresinya berubah mendung. "Oh, itu. Aku mau tanya dulu, dong. Kak Mima dan Mas berdua ini pernah tahu soal hubungan toksik?"

Yemima mengerjap. "Uhm ... pacarku kan cuma Toby yang terlalu baik dan kelewatan sopan plus nurut sama Papah itu. Mana sempet kesenggol hubungan toksik," katanya.

Noel mengangguk. "Kalau Mas Tio dan Mas Gilang? Tahu, hubungan toksik?"

Gilang menyeka bibirnya dengan tisu, menimbang sejenak jawabannya. "Hubungan toksik itu ... hubungan yang enggak sehat. Yang jelas sih, salah satunya toksik,  satunya jadi korban."

"Kira-kira, kayak gimana sih, ciri-cirinya?"

"Oh. Biasanya, salah satu sering nyakitin, yang lain tersakiti. Satu diuntungkan, satunya dirugikan. Kadang ada kekerasan, bisa secara verbal, bisa juga fisik. Ada juga yang nyerang psikisnya."

Noel mengangguk-angguk. "Gitu, ya? Kalau gitu, pihak korban harusnya gimana, ya? Sering disakiti, makan hati, terus bawaannya emosi, tapi kok sayangnya enggak kurang sama sekali. Harus gimana, dong?"

"Bentar," sela Tio. "Kamu terjebak hubungan toksik, El?"

Yemima mengamati adiknya yang mengangguk ragu sebagai respons untuk pertanyaan Tio. "Serius, El?" Dia menimpali, tak yakin.

Noel menghela napas berat. "Aku enggak yakin, sih. Tapi, jelas aku yang banyak berkorban, banyak ngabisin waktu, selalu perhatian, tapi dianya cuek, sering ngamuk kalau dibelai, terus ... pakek kekerasan lagi," sahutnya. Dia menunjukkan tangannya yang dihiasi bekas cakaran. "Lihat, sampe segininya."

Ketiga orang yang lebih dewasa di depannya termangu.

"Lah ... kok enggak pernah bilang kalau ada yang berani pakek kekerasan fisik gitu, El? Enggak nganggep Kakak, ya? Menurut kamu,  Kakak enggak bisa bantu?" protes Yemima.

Noel tertunduk. "Aku ragu, Kak Mima. Takutnya Kakak enggak bisa berempati sama aku."

"Empati apaan?" tukas Yemima. "Udah putus aja. Ngapain lama-lama makan hati?"

Tio dan Gilang mengangguk hampir berbarengan.

"Iya, El. Tinggalin aja, cari yang lebih perhatian dan enggak pake kekerasan kayak gitu, ah," timpal Gilang.

"Kamu kan cakep, pasti bisa dapat yang lebih baik, lebih peduli, dan pastinya, enggak main cakar kayak gitu," imbuh Tio.

Noel malah menerawang. "Memangnya ada? Bukannya kucing itu semuanya enggak pedulian, egois, moody, suka seenaknya, dan sesayang apa pun kita, tetap aja dia bisa nyerang kalau terusik?"

Yemima, Gilang, dan Tio, mengerutkan kening, bingung.

"Kucing?" ulang Yemima.

Noel mengangguk. "Iya. Aku in relationship with Bonnie. Itu, tuh, kucing yang kemarin itu dibawa Mamah dari pasar. Udah kubersihin, kubawa ke dokter, kukasih makanan enak, pokoknya aku sayang banget, aja. Eh, dia malah nyakar aku, berkali-kali. Makanya aku galau. Ini masuk hubungan toksik enggak, sih?"

Ketiga orang di depannya memutar mata tanpa sadar.

"Apaan sih, El?" cela Yemima, jengkel.

Gilang menatapnya. "Ternyata adik kamu sama absurd kayak kamu, ya, Mim?" komentarnya.

Tio memutuskan untuk tidak ikut berkomentar. Hanya saja dalam hati dia membuat catatan.

Ternyata, kakak beradik keluarga Anthony Smith sama saja. Tidak boleh dianggap serius selama-lamanya.

Tamat.

Uhuy! Obat kangen eike sama kalian. Semoga masih pada inget eike, hehehe.

Sampe ketemu lagi di cerita lain, tungguin aja ya.

Oh ... buat yang mau mulai mudik, hati-hati di jalan ya.

God bless you all.

Winny
Tajurhalang Bogor 2 April 2024.



Yemima & TobyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora