BAB 15

4 2 0
                                    

Gue Radtya, gue paling benci dengan anak yang namanya Rangga, dia itu anak yang sok alim dan gue paling benci akan hal itu. Permusuhan kita bermula disaat memperebutkan lapangan sepak bola, dan kami memutuskan untuk melakukan pertandingan untuk menentukan siapa yang berhak untuk ngegunain lapangan itu. Gue dan teman-teman gue kalah, kita gak terima atas kekalahan kita, akhirnya kita selalu menggagu Rangga dan teman-temannya hingga membuat mereka marah. Rangga dan teman-temannya menantang kami untuk bertanding kembali, dengan taruhan kami tidak akan mengganggu mereka lagi.

Sepertinya untuk kali ini tim gue lagi beruntung, kita berhasil memenangkan pertandingan tersebut. Taruhannya adalah untuk tidak mengganggu mereka lagi, tetapi berhubung kami yang menang kami selalu mengganggu mereka.

Hiangga suatu hari gue penasaran dengan cewe yang selalu ngikut dan nempel terus dengan si Rangga. Akhirnya gue mutusin buat deketin tuh cewe, tapi gue gak berniat jahat sama sekali gue cuman pengen kenalan dan menjadi temannya. Tapi anehnya ketika gue ketahuan berbicara dengan cewe tersebut oleh Rangga, dia benar-benar marah, untuk pertama kalinya gue liat seorang Rangga yang penyabar terlihat begitu marah. Disitu gue sadar bahwa 'jangan pernah buat deketin cewe itu bahkan sejengkal pun'.

Hingga saat ini gue ngeliat cewe tersebut sedang duduk dimarkas rahasia gue. Dia Safira.

"Lo... Safira kan?" tanya gue, ternyata benar dia memang Safira, tapi ngapain dia disini? gimana dia bisa tau tempat ini? dan dia... nangis?.

"Kamu ngapain disini?" tanya Safira.

"Justru gue yang nanya lo ngapain disini sambil nangis lagi, lo gak papa kan?"

"A-aku..."

Gue kira awalnya dia tuh hantu, karena gimana pun juga markas rahasia gue tuh dikenal angker oleh warga setempat. Tapi setelah mengetahui itu Safira gue justru heran, ngapain dia disini dan kayanya dia lagi banyak masalah sampai nangis disini sendirian. Gue tau gimana rasanya mendem rasa jengkel dan kesel, gue juga gak tega liat cewe nangis, jadi seenggaknya gue pengen dia cerita tentang masalahnya, ya meskipun kita gak sedeket itu untuk berbagi cerita.

"Lo kalau mau cerita ke gue gak papa kok, gue bakalan dengerin lo, ya meskipun kita musuhan. Gue janji gak akan nyebarin tentang masalah lo, lagian itu juga gak guna buat gue" ucap gue.

Meskipun gue udah ngomong kaya gitu tapi kayanya dia masih gak mau buat cerita tentang masalahnya. Tapi emang wajar sih, lagian kita juga gak sedeket itu buat saling curhat tentang masalah pribadi, apalagi kita berada dikubu yang berbeda.

Dan kayanya dia butuh waktu untuk sendiri saat ini, jadi gue mutusin untuk pulang dan mengurungkan niat gue buat ngelakuin hal yang sama yang kaya dia lakuin. Menangisi hal yang penting. Dan gue harap dia gak akan datang lagi kesini.

"Yaudah kalau lo gak mau cerita, kalau gitu gue balik duluan ya, lo jug cepetan pulang disini banyak hantunya" ucap gue menakut-nakutinya.

Gue biarin dia dimarkas rahasia gue biar dia tenang dan gak dateng lagi kesini, tapi kayanya perkiraan gue salah, besoknya dia justru datang lagi dan kelihatannya dia kaya nungguin gue?.

Dari sini lah semuanya berawal, dimana gue bisa lebih mengenal Safira, mungkin sekarang gue lebih mengenalnya ketimbangkan dengan Rangga dan si Alister yang bodoh itu atau bahkan keluarganya sendiri.

MY STORY Where stories live. Discover now