Mau tidak mau Jeremy menghentikan mobilnya. Dia mencari jalanan sepi untuk menepi.

"Eung-" bukannya berhenti tangan Mia justru merambat ke atas dan membuka dua kancing teratasnya dengan kasar.

Jeremy kalang kabut menahan tangan Mia, tapi pemberontakan itu lebih kuat dari yang dia bayangkan.

Tangan Mia terus menepis tangannya, lalu Mia mulai menggaruk dengan kasar bagian kulitnya yang terbuka.

"MIA!"

Mia seolah tuli, suaranya tak didengar sama sekali. Dia menggunakan kedua tangannya untuk menggaruk di seluruh bagian tubuh yang bisa dijangkaunya.

Wajah cemas, takut, dan panik menjadi satu. Mia seperti orang yang tengah kerasukan sekarang.

Ada yang salah. Memang ada yang salah.

Maka Jeremy dengan cepat menahan kedua tangan Mia. Dia mencengkeram kuat pergelangan tangan Mia dan memojokannya ke sandaran kursi penumpang.

Jeremy butuh dua tangannya untuk menahan tenaga Mia yang memberontak.

"Hiks hiks!"

"Arghhh!"

Menangis lalu berteriak lalu menangis kencang dan berteriak lagi itulah yang Mia lakukan.

Bayangan itu kembali terlintas dengan jelas di kepala Mia. Sangat jelas. Tidak seperti yang sebelum-sebelumnya, Mia seperti mengalami tragedi yang sama.

Sekarang- di sini. Di dalam mobil Jeremy, pikirannya melanglang buana di dalam kamar rumahnya dalam keadaan yang terang benderang.

Ada seseorang di atasnya. Mia baru membuka matanya saat sesuatu yang keras dan panjang melesak ke dalam bagian bawahnya.

"Mia..."

Lalu kecupan-kecupan tanpa henti dia dapatkan di seluruh wajah dan lehernya. Tubuhnya dihimpit begitu kuat sampai terasa sesak hingga membuat napasnya tersenggal.

"Kamu baik-baik saja, Mia?"

Bagaimana bisa?! Bagaimana bisa pria itu bertanya apakah dia baik-baik saja atau tidak?!

Sakit sekali! Ini menyakitkan.

"Katakan kamu menyukaiku juga Mia. Katakan..."

"MAMAAAAAAA! SAKIT!" Mia berteriak lantang memanggil ibunya.

"BUKA MATA LO MIA!!" bentak Jeremy menangkup kedua pipi Mia yang banjir air mata. Hingga tangan Jeremy ikut basah karenanya.

"MAMAAAA!"

"MIA AMORA! MAMA LO UDAH NGGAK ADA!

Deg!

Mia membuka matanya, netranya langsung bertatapan dengan mata Jeremy yang melihatnya dengan penuh rasa cemas.

"Nyokap lo udah nggak ada..." lirih Jeremy menekan kedua pipi Mia, menyadarkan perempuan ini pada kenyataanya.

Jeremy ikut frustasi dibuatnya.

"Mama lo gak ada di sini. Tapi di sini ada gue.. ada gue.."

"Ada gue, Mia!" tegas Jeremy.

Napas Mia tersenggal-senggal. Raungannya memang sudah berhenti tapi air matanya masih saja mengalir.

Dia menangis mendengar fakta yang Jeremy katakan kepadanya. Tidak ada mamanya di sini. Dia juga sedang tidak berada di kamarnya. Dan yang pasti tidak ada pria itu di sini.

Hanya Jeremy. Di sini hanya ada dirinya dan Jeremy.

"Lihat gue! Udah gue bilang kan? Lo cuma perlu lihat gue!"

JEREMIAWhere stories live. Discover now