¹⁷ || A little story

Start from the beginning
                                    

"Awalnya memang terasa asing. Tapi dengan penuh kesabaran saya terus membujuknya, mengajaknya berbicara. Hingga anak itu pun luluh dengan saya dan secara perlahan mulai ingin berbicara."

"Bukankah saat itu saya juga menayangkan berita tentang hilangnya anak saya, seharusnya anda juga mendengarnya karena desa ini termasuk desa teknologi maju jadi memungkin anda untuk mendengar berita itu. Apa anda tidak mendengar berita itu?"

"Saya mendengarnya. Warga di desa itu juga memberitahu saya, bahkan mereka berniat mengembalikan Lucian pada anda saat itu. Namun saya menolaknya...."

Noras seketika memandang pria paruh baya itu. "Kenapa anda menolaknya?"

"Rasa sayang saya. Rasa sayang saya pada Lucian membuat saya egois dengan menolak semua warga yang berniat mengembalikan Lucian. Memang imbalan saat itu sangat besar, saya sangat tergiur namun rasa sayang saya pada Lucian seketika mengalahkannya lagi. Saya bernegosiasi dengan warga dan mereka pun setuju, dan hingga sekarang.... Lucian masih berada di sisi saya berkat bantuan warga yang ikut menyembunyikan Lucian dari beberapa orang anda yang mencari di sekitar desa."

"Tuan, apakah kita akan terus bercerita? Kapan kita akan menyusul tuan muda?"

Adhi dan Noras pun segera menyudahi cerita mereka. Segera mereka kembali melanjutkan langkah mereka yang sempat tertunda, dengan Roberto yang memberi arahan jalan. Hingga beberapa menit setelahnya, ketiganya sampai di sebuah hutan yang di penuhi dengan beberapa pohon mangga di antara banyaknya pohon mangga itu terdapat sebuah pohon besar nan rindang. Ketiganya segera berjalan menuju pohon besar itu dengan Roberto yang kembali memberi arah.

Dalam beberapa jarak mereka sudah dapat melihat siluet tubuh seorang anak yang sedang berbaring dengan anteng di atas tanah. Semakin dekat dan semakin dekat, hingga mereka dapat dengan jelas melihat sosok yang dicari sedari tadi.

Lucian, si bocah menggemaskan yang tengah di cari itu sedang asik dengan dunia mimpinya tanpa memikirkan mereka yang mencarinya. Di sekitar bocah itu terdapat beberapa buah mangga, seekor burung hantu kecil yang sedang asik bertengger di atas perut bocah itu, dan kedua kelinci berbeda warna yang sedang memakan rumput di sekitaran kaki bocah menggemaskan tersebut.

Noras memandang sosok anaknya dengan sendu. Teringat akan cerita dari pria paruh baya berjanggut tebal itu. Bagaimana anaknya melewati hari tanpa sosok adiknya? Dulu, seingatnya Lucian sangat tidak bisa jauh dari sosok adiknya, Lucion. Mereka benar-benar tak terpisahkan.

Dari mandi, makan, bermain, hal lainnya. Hingga kejadian yang tak diinginkan oleh keluarga kecilnya pun terjadi. Kedua hilang dari pengawasan mereka juga bodyguard yang menjaga, hingga musuh bisnisnya memanfaatkan hal tersebut untuk menculik keduanya. Beberapa jam setelah hilangnya kedua anaknya, mereka semua termasuk keluarga besar Andronicus yang saat itu sedang berkumpul bersama baru menyadarinya. Mereka langsung mencarinya namun kehilangan jejak.

Istrinya- Liliana Meredith merasa sangat terpukul atas hilangnya kedua anak kembar bungsunya hingga kehilangan nafsu makan, berat badannya turun dengan drastis, mengurung diri dalam kamar dan tak membiarkan siapapun masuk kedalam termasuk suaminya. Tak jarang wanita cantik itu juga melukai tubuhnya sendiri menggunakan benda-benda yang terdapat di kamar. Berbulan-bulan kondisi tersebut menimpa istri tercintanya, hingga pada akhirnya istrinya memilih menyerah.

Istrinya meninggal karena kekurangan gizi juga dehidrasi, meninggal dalam kamar tanpa ada yang mengetahui dalam 2 jam.

Noras juga ikut terpukul atas kepergian istri tercintanya. Namun ia masih waras, ia masih mengingat ketiga anaknya yang masih membutuhkan kasih sayang darinya saat itu. Noras pun berusaha mengikhlaskan kepergian istrinya dan lanjut mencari keberadaan kedua anak kembarnya yang tak kunjung ketemu.

"Tuan muda lucu sekali."

Noras tersadar dari lamunannya saat mendengar asisten pribadinya bergumam tepat di sebelahnya. Tentu ia mendengarnya, karena gumaman tersebut tidak lirih.

"Nak, bangun dong," Adhi menggoyangkan perlahan tubuh anaknya agar terbangun. "Ian." Beberapa kali goyangan dan Lucian pun membuka matanya.

Ia mengerjap-ngerjap menyesuaikan cahaya langit sore yang terasa sedikit silau di retina matanya, kemudian menatap polos sekitarnya. "Eughh ayah~" suara khas bangun tidur pun terdengar. Tunggu, Lucian merasa aneh. Bocah itu dengan tiba-tiba mendudukkan tubuhnya, dan rasa pusing menyerang kepalanya secara tiba-tiba.

Namun hal itu diabaikan olehnya, bahkan tatapan khawatir yang dilayangkan oleh ketiga pria yang menatapnya dari tadi di abaikan olehnya. Anak itu justru segera memusatkan pandangannya pada ketiga pria yang berjongkok di hadapannya serta menampilkan senyum tipis di masing-masing wajah pria itu, terkecuali ayahnya yang tersenyum lebar.

"Kenapa ayah disini? Kenapa juga Om ini ada di sini?"

***
06 April 2024

Lucian Hartley [Slow Update]Where stories live. Discover now