¹³ || Aneh

885 103 4
                                    

Donovan memandang heran sosok bocah yang perlahan berjalan menjauh, menghindarinya. Sudah beberapa hari belakangan ini sosok anak yang bertitle kan adik kandungnya itu menjauhinya- ah ralat, menghindarinya. Entah apa yang salah.

Begitu Donovan mendekat untuk menanyakan sesuatu atau melakukan pendekatan diri, anak itu akan menampilkan cengiran dan langsung lari begitu saja. Bukan hanya ia saja. Donovan juga menyadari bukan hanya dirinya saja yang dihindari oleh anak itu. Maverick pun juga dihindarinya dan teman-teman mereka juga. Bila ber pas-pasan Lucian akan langsung membelokkan arah tujuannya, entah itu ke kanan atau ke kiri atau berbalik walaupun tujuan anak itu mengarah ke depan. Bila tak sengaja sudah bertemu dan langsung didekati, anak itu akan menampilkan cengiran, memberi alasan, dan lari entah kemana.

"Lo ngerasa aneh gak sama anak SMP yang mukanya manis itu?" Dikta bersuara sambil meminum jus alpukat nya.

Beberapa pemuda yang berada di meja yang sama mengangguk membenarkan perkataan Dikta. Mereka juga merasa aneh dengan sikap anak itu belakang hari ini. Saat ini mereka sedang berada disalah satu cafe dekat pusat kota, tentunya setelah pulang sekolah, tidak mungkin mereka bolos sedangkan dalam circle mereka ada ketua OSIS.

"Setuju," sebelum melanjutkan ucapannya Faisal menyuapkan beberapa keripik kentang kedalam mulutnya, "Tiap gua gak sengaja ketemu, tuh anak langsung ngehindar. Salah apa gua." Ocehnya dengan sesekali memasukkan keripik kedalam mulutnya itu.

Donovan nampak memikirkannya. Apakah akhir-akhir ini ia berbuat salah terhadap anak itu hingga dirinya dihindari? Atau ia melakukan kesalahan lain yang membuat anak itu enggan berdekatan dengannya? Terakhir melihat anak itu berani mendekatinya.... Sebelum sang ayah berkunjung ke sekolah dan mengunjungi ruang kepala sekolah. Seingatnya sang ayah menyuruh kepala sekolah untuk memanggil seorang murid SMP dan bisa saja murid itu adalah adiknya. Lalu apa yang membuatnya dijauhi oleh adiknya?, kalau yang berbuat salah adalah sang ayah lalu kenapa ia, Abang kembarnya, dan teman-temannya juga terkena imbasnya?

Aneh.

"Apakah Daddy mengatakan sesuatu dengan, adek?" Gumamnya yang tidak didengar oleh siapapun.

Yah, memikirkannya juga percuma. Sepulang nongkrong nanti ia akan menanyakannya langsung ke sang ayah. Awas saja bila ayahnya itu berbohong kembali.






Adhi mendesah kesal. Saat ini pria paruh baya berjanggut itu sedang mencuci seragam sekolah anaknya yang penuh dengan lumpur. Tanah yang menempel itu seakan enggan meninggalkan pakaian putih milik anaknya, sudah digosok berkali-kali menggunakan berbagai cara namun tak kunjung hilang nodanya. Yah, maklum sih, di diamkan berhari-hari olehnya hingga nodanya nempel permanen alias susah hilang.

Lagian apa yang anak itu lakukan hingga bajunya menjadi penuh tanah seperti ini. Tidak mungkin kan anak semata wayangnya itu bermain di sawah? Gak mungkin, Lucian anaknya sedikit jijik untuk bermain di sawah. Disuruh membersihkan sampah yang menyumbat selokan saja tidak mau, padahal sampah yang menyumbat juga gak kotor-kotor banget kok.

Karena merasa lelah menggosok nya Adhi pun membiarkannya. Biarlah bernoda seperti itu yang penting warna nodanya tidak terlalu mencolok. Setelah membilasnya, memeras, lalu menjemurnya. Pria paruh baya itu berjalan menuju ruang tengah untuk melihat anak manisnya.

Manis? Yah, tidak ada kata manis lagi. Cobaan apalagi ini....

Adhi kembali menghela nafas lelah begitu melihat ruang tengah yang seperti kapal pecah. Mainan Lego berserakan di karpet yang menjadi alas duduk anak itu, bungkus bekas es krim yang juga berserakan dimana-mana, tv menyala tanpa ada yang menonton, pokoknya sangat~ berantakan. Mau memarahi pun percuma, manusia yang membuatnya kesal sedang tertidur pulas diatas sofa setelah membuat kekacauan. Dan jangan lupa, baju dengan banyak noda es krim yang tertempel di sana.

"Hah~ anak ini,"

Adhi pun segera meraih keranjang mainan anaknya. Memasukan Lego-Lego yang berserakan, setelahnya mengambil kantong plastik sampah dan memasukan plastik sampah es krim berserta stiknya. Entah berapa banyak yang dimakan anak itu. Adhi hanya bisa berdoa, semoga anak itu tidak demam malamnya.

Setelah semua bersih. Adhi mengangkat perlahan tubuh anaknya yang tertidur lelap, membawanya menuju lantai atas menuju kamar sang anak. Meletakkannya perlahan diatas ranjang dengan seprai angkasa itu, tak lupa menggantikan pakaian anaknya dengan yang baru agar tidak disemutin nanti.

Mengelus sejenak surai tebal sang anak dan melangkah keluar kamar. Menutup pintu perlahan agar tak menimbulkan suara apapun yang dapat membangunkan anaknya.

Adhi berjalan menuju dapur. Membuka lemari kayu yang berisi alat berburu. Yap, waktu senggang seperti ini biasanya di manfaatkan untuk berburu olehnya, hobi semasa mudanya dulu tentu belum pernah hilang. Seakan tidak berburu sekali saja rasanya seperti ada yang hilang, yah walaupun dilakukan terkadang olehnya.

Mengambil senapan, jaring, dan lainnya lalu membawanya menuju pintu yang terhubung ke halaman belakang rumah yang mengarah ke hutan langsung. Dengan langkah lebar Adhi melangkahkan kakinya memasuki hutan, terus melangkah hingga berhenti di satu titik saat sudah menemukan mangsanya.

Adhi memposisikan senapannya, mengarahkannya kearah burung berwarna kuning yang hinggap di pohon. Dan....

Dor!

Suara tembakan menggema di susul dengan jatuhnya burung yang menjadi mangsa. Adhi mendekati burung yang sudah mati itu, meraihnya dan menaruhnya didalam jaring yang dibawa. Setelahnya ia berjalan memasuki lebih dalam ke hutan. Hingga indra pendengarannya mendengar derasnya air sungai yang mengalir, Adhi pun berjalan menuju sungai itu.

Berdiri di satu titik dan menatapnya lamat.

Posisi ini, posisi dulu sewaktu ia menemukan dua anak angkatnya.

"Bukankah aku jahat?...."

"Memisahkan seorang anak dari orang tua kandungnya, tapi...."

"Rasa sayangku melebihi ego itu sendiri."

Hah~

Setelah berucap dan memandangi sejenak air yang mengalir deras itu, Adhi pun berlalu pergi. Kembali menyusuri hutan untuk mencari mangsa lain untuk diburu.

Yah, semoga ketika dirinya selesai berburu nanti anaknya belum terbangun dari tidur lelapnya. Bila bangun dan melihatnya pulang dengan peralatan berburu di tubuhnya, anaknya itu akan tantrum. Lucian, seorang bocah laki-laki yang berparas manis itu mempunyai hobi yang sama dengan ayah angkatnya yaitu berburu. Terkadang anak itu akan sesekali ikut berburu dengan sang ayah, namun Adhi sudah kapok untuk mengajak anak itu.

Bagaiman tidak? Ketika anak itu meminta berpisah jalur berburunya dan kembali dengan membawa rombongan. Bangkai burung yang sudah mati maupun yang tengah sekarat dibawa oleh anak itu didalam jaringnya. Ikan-ikan yang mungkin saja ditangkap anak itu menggunakan tangan kecilnya, terbukti dari pakaian yang dikenakannya yang basah. Terkadang membawa kelinci hidup yang akan ditenteng hingga rumah, dan setelahnya dilepaskan kembali. Adhi benar-benar tidak habis pikir dengan tingkah laku anak semata wayangnya itu.

Setelah kejadian itupun Adhi menjadi kapok, tak ingin mengajak anaknya lagi untuk berburu. Hanya sesekali saja itupun ketika anaknya tantrum karena tidak di perbolehkan untuk berburu.

Setelah menghabiskan setengah jam waktunya di dalam hutan, Adhi pun berjalan menyusuri hutan untuk kembali ke rumah. Tentunya dengan beberapa mayat burung yang terdapat dalam jaring nya. Begitu sampai dihalaman belakang rumahnya, Adhi segera menaruh peralatannya terlebih dahulu agar anaknya tidak curiga nanti, setelahnya mengeluarkan seluruh mayat burung itu untuk di kubur olehnya nanti.

Setelah merapikan penampilannya, peralatannya, dan menyembunyikan mayat burung itu. Adhi pun memasuki rumahnya. Pertama-tama ia akan mengecek ruang tamu dan ruang tengah, aman tidak ada presensi anaknya disana. Dapur tentunya tidak ada karena ia masuk dari dapur.

Dan setelah memastikan anaknya tidak ada dilantai 1. Adhi pun naik ke lantai 2, mengecek kamar anaknya untuk memastikan anaknya masih tertidur lelap. Dan benar, di atas ranjang itu masih terdapat anaknya yang tertidur pulas. Adhi pun bernafas lega dan melangkahkan kakinya menuju lantai 1 kembali untuk keruang tengah dan menikmati tayangan televisi.

***
19 March 2024

Lucian Hartley [Slow Update]Where stories live. Discover now