⁰⁵ || Televisi

1.3K 157 0
                                    

Brak!

"Ayah! Ian pulang,"

Suara pintu yang terbuka dengan kencang bersamaan dengan pekikan dari seseorang itu membuat Adhi yang tengah menikmati kopinya di ruang keluarga terjolak kaget, kopinya pun tumpah mengenai kaos santainya.

Lucian menutup mulutnya yang membulat menggunakan kedua tangan kecilnya, "Upss! Maaf yah, Ian gak sengaja." Anak itu menampilkan dua jarinya tanda damai ke arah sang ayah yang menatapnya jengah.

"Lain kali jangan seperti itu." Peringat Adhi yang dijawab anggukan oleh anak itu. Adhi melepaskan kaosnya dan meletakkannya asal di sofa, jadilah pria tersebut shirtless hanya ada celana panjang berwarna abu-abu yang terpasang ditubuhnya yang lumayan berotot.

"Dari mana saja? Kenapa baru kembali?"

Lucian berjalan menuju sofa. Anak itu meletakkan tas sekolahnya di sofa single dan ia mengambil tempat duduk tepat disebelah sang ayah yang kembali menikmati kopinya sambil melihat berita malam, "Kan Ian udah bilang mau kerja kelompok, ayah lupa ya?"

Adhi mengangkat sebelah alisnya, merasa tak percaya dengan ucapan anaknya. Mana mungkin ia mempercayainya. Pria duda beranak 1 ini sudah memberitahu anak itu agar pulang sore hari, namun Lucian baru saja datang ketika waktu menunjukkan pukul 7 malam. "Yakin hanya kerja kelompok? Kau tidak bermain kan?" Tanyanya lagi ke sang anak.

Lucian mengangguk yakin, "Iya ayah~ ayah kok gak percaya," raut wajah cemberut terlihat diwajah anak itu, bibirnya yang tipis mengerucut lucu, merasa kesal dengan ayahnya yang tidak mempercayai dirinya. "Kalo ayah gak percaya tanya aja sama Afkar, tadi dia juga ikut kerja kelompok sama Ian."

Ralat! Lebih tepatnya Afkar memaksa dengan alasan ia juga ada tugas yang diberikan gurunya untuk belajar bersama anak kelas lain, karena memang kelas mereka semua berbeda jadi alasan itu sangat logis yang membuat Lucian percaya saja. Untuk Rizal dan Nanda, kedua pemuda itu sebenarnya ingin ikut kerja kelompok juga dengan sahabat mereka, Lucian. Namun Afkar melarangnya, tentunya larangan itu tanpa diketahui oleh Lucian sendiri. Ketika Luciano bertanya, maka keduanya akan mencari alasan yang bisa dipercaya oleh Lucian.

Pria berjanggut tipis itu terkekeh kecil, "Baiklah ayah percaya. Kau sudah makan malam?"

"Udah kok, tadi dirumahnya Reno sebelum pulang makan dulu." Reno adalah teman sekelas Lucian yang menjadi teman satu kelompok dalam tugas kelompok mereka-Lucian dan beberapa teman sekelas lainnya (-Afkar).

"Ya sudah, lebih baik Ian bersihkan diri terlebih dahulu setelah itu temani ayah menonton disini," tutur Adhi, tangannya yang terangkat mengelus penuh sayang rambut tebal anaknya itu.

Lucian menikmati sejenak elusan di kepalanya, lalu setelah itu ia menuruti perintah ayahnya. Dengan segera anak itu berlalu menuju lantai dua tempat kamarnya berada. Hingga beberapa menit setelahnya anak itu kembali turun dengan keadaan yang lebih fresh dibanding sebelumnya yang berwajah kusut. Lucian kembali mengambil posisi tepat disebelah ayahnya, tangan kecilnya meraih satu toples yang tersedia di atas meja depan sofa. Membukanya lalu memakan keripik kentang tersebut dengan tenang, kedua netra dark brown nya menatap televisi yang masih menampilkan berita.

Sebenarnya melihat berita tidak seru sama sekali, namun melihat ayahnya yang sedang serius menonton jadi membuatnya tak tega untuk memintanya mengganti channel televisi. Jadilah ia dengan sabar menunggu ayahnya selesai menonton berita baru memintanya mengganti channel.

Berbeda dengan Adhi yang merasa aneh saat merasakan suasana sepi diruang keluarga kali ini, biasanya akan selalu ada saja celotehan apapun yang keluar dari bibir anaknya namun hari ini tumben sekali, pikirnya. Pria tersebut menoleh, menatap anaknya yang dengan santai memakan keripik sambil menatap bosan televisi yang menayangkan berita terkini.

"Ian," Lucian menjawab namun tidak menoleh sama sekali, "Ingin ayah mengganti channel televisinya?"

Lucian yang mendengar perkataan ayahnya mengangguk cepat, daripada ayahnya akan berubah pikiran nanti.

Adhi mengulum senyumnya. Kenapa anaknya bisa semenggemaskan ini? Biasanya juga anak itu akan langsung memprotes untuk mengganti channel TV, namun hari ini anak itu dengan sabar menunggu. Ia pun segera mengganti channelnya ke kartun anak yang menjadi favorit anaknya.

Dan keduanya pun dengan anteng dan tenang menonton kartun yang tayang di televisi, sesekali Lucian akan mengomentari kartunnya dengan berbagai ekspresi. Entah itu senang, marah, sedih, dan lainnya. Apalagi sekarang di meja penuh dengan bungkus camilan yang anak itu ambil dari dapur. Adhi pun tidak memarahi anaknya.

Waktu terus berjalan. Adhi yang masih memfokuskan tatapannya pada televisi mengernyit bingung saat tak mendapati suara anaknya sama sekali, ia menoleh, menatap kearah anaknya yang sudah terbaring dengan pulas diatas sofa.

Menoleh kearah jam dinding yang menampilkan jam sepuluh malam. Pantas saja anaknya ketiduran di sofa, dengan segera pria itu bangun dari duduknya. Pertama-tama ia akan membersihkan ruang keluarga yang berantakan berkat anaknya, lalu mematikan televisi barulah ia mengangkat anaknya kedalam gendongan koalanya. Adhi membawa langkahnya menuju lantai dua, memasuki kamar anaknya yang bernuansa dark blue lalu meletakkan anaknya diatas ranjang yang muat untuk satu orang.

Begitu meletakkan anaknya diatasnya pria paruh baya itu tak langsung pergi, pria itu mengambil posisi duduk pada pinggiran ranjang anaknya.

Adhi menatap sendu wajah anaknya yang terlelap. "Bagaimana kalau keluarga kandungmu menjemput?...." Ia menghela nafasnya.

Dari kemarin ia memikirkan hal ini, berita beberapa tahun silam tentang keluarga terpandang bermarga Andronicus kembali memasuki ingatannya belakangan ini. Terlintas dipikiran Adhi kalau keluarga terpandang tersebut adalah keluarga kandung dari kedua anaknya, Lucian dan Lacion. Karena sebulan setelah ia bertemu Lucian kecil bersama adiknya dulu keluarga Andronicus menyebarkan sebuah berita tentang anak kembar mereka yang hilang.

Adhi ingin sekali menyangkal pemikiran tersebut namun tayangan berita tersebut tak hanya menyampaikan kata-kata, tapi juga berupa foto dua orang anak kecil. Apalagi saat itu foto yang ditayangkan diberita benar-benar mirip dengan Lucian dan Lacion, anak kembar yang diangkat olehnya menjadi anak. Ingin menyangkal pun tidak bisa, karena yang dilihatnya di televisi seperti sebuah fakta yang mengejutkan.

Dan berita juga memberitahu, bila yang menemukan kedua anak itu maka akan diberi imbalan entah itu berupa uang, harta, properti. Sedikit tergiur, tapi pria tersebut sudah terlanjur menyayangi anak angkatnya. Apalagi setelah berita tersebut muncul di televisi, beberapa warga desa yang mempunyai televisi segera menghampiri kediaman Adhi, mereka meminta Adhi untuk mengembalikan anak yang ditemukannya dihutan dulu. Walaupun salah satunya sudah tidak ada namun mereka tetap meminta Lucian untuk dikembalikan. Mereka berperilaku seperti karena tergiur oleh imbalan yang diberikan keluarga terpandang tersebut.

Desa ini adalah desa terpencil. Di desa ini pula mereka selalu susah untuk mencari nafkah karena jauhnya dari dunia perkotaan, jadi tak heran ketika mereka semua tergoda dengan imbalan besar itu. Tapi, Adhi segera mengatasi masalah tersebut. Adhi membujuk warga desa yang datang kerumahnya dengan berbagai cara agar tak menyuruhnya mengembalikan anak yang dirawatnya dan dibesarkan. Beruntungnya warga desa mendengarkan, akhirnya setelah berbagai cara bujukan Adhi lakukan yang dibantu dengan RW setempat. Para warga pun menyetujui agar tidak mengembalikan anak tersebut, mereka juga mengerti bahwa Adhi membutuhkan seseorang untuk menemani kesepiannya.

Adhi juga lebih baik memilih kedua anak yang sudah terlanjur di sayangnya dibandingkan harta yang ditawarkan.

"Maafkan ayah, ayah memisahkanmu dengan keluarga kandungmu. Maafkan ayah," Adhi menunduk, mencium lama kening sang anak. "Ayah benar-benar minta maaf, ayah menyayangimu."

Pria paruh baya itu mengelus sejenak rambut sang anak lalu keluar dari kamar nuansa dark blue tersebut. Ia menutup pintunya perlahan agar tak menimbulkan suara sedikit pun yang bisa membangunkan anaknya.

***
15 February 2024

Lucian Hartley [Slow Update]Where stories live. Discover now