11. Keluarga yang Lain

Magsimula sa umpisa
                                    

"Iya pasti mama buatin kalau buat Mia. Terus mama bacain juga buat anak kesayangan mama ini."

Padahal dulu cita-cita membuat buku anak-anak, buku dongeng yang setiap hari dibacakan oleh mamanya.

Sekarang Mia justru membuat cerita yang tokohnya seorang Arsitek seperti mamanya. Itu sebuah cerita yang sudah lama dia ketik namun tak kunjung selesai juga.

Karena kenyataanya dia tak akan pernah bisa membuat seorang tokoh yang mirip dengan ibunya. Cerita yang dia buat sepenuh hati itu, mungkin akan menjadi tulisan yang terakhirnya.

Jeremy menertawainya saat dia mengatakan tentang cita-citanya.

Mungkin semua orang juga akan melakukannya. Ah tidak juga, mereka pasti akan berkata kepadanya untuk meminta uang kepada ayahnya dan pergi dengan segera.

Tidak.

Mia sudah menabung untuk itu. Sudah lama dia menyisihkan uangnya untuk pergi ke Dubai.

Mia harap sebelum tahun depan dia bisa pergi ke sana. Karena tahun depan kemungkinan udah tidak ada harapan untuknya.

Mungkin ada tapi mia memilih tak berharap apa-apa. Karena dia sendiri tidak tergerak untuk mengobati penyakitnya

Ya, Mia memang sakit.

Tumor otak yang mungkin akan segera berubah menjadi kanker otak.

Dokter Tomi bilang kepadanya untuk segera berobat. Karena jika sudah memasuki stadium 4, panyakit itu sudah tak bisa lagi disembuhkan. Dan rata-rata harapan hidup penderitanya hanya berkisar 15 bulan.

Justru itu yang Mia inginkan. Bukan kesembuhan penyakitnya melainkan kenaikan tingkat stadiumnya.

Hari itu pertama kalinya Mia datang ke rumah sakit lagi setelah tiga bulan dia didiagnosis penyakit itu. Masih stadium awal.

Mia tergerak karena Jeremy yang banyak memprotes rasa makanan buatannya. Mia pikir indra sensorik dan pengecapnya sudah mulai rusak.

Mia ingin tahu apakah sudah lebih parah dari sebelumnya?

"Kamu gila Mia! Baru kali ini aku melihat ada orang yang tertawa setelah didiagnosis terkena tumor otak."

"Nggak bahaya tuh dokter ngatain aku gila? Hmm tapi gak salah juga. Dokter kan tahu aku banyak minum obat dari psikolog soalnya. Anggep aja aku gila."

"Kamu harus berobat! Aku tidak mau tau! Jangan sampai kamu berakhir seperti ibumu."

"Akan aku pikirkan, tapi nggak sekarang."

"Mia!"

Dokter Tomi berbohong kepada Sagara. Saat itu Mia tidak datang untuk mengambil berkas ibunya.

Lagi pula siapa yang akan percaya itu? Dokumen rumah sakit kan bersifat rahasia.

"Berobat itu wajib Mia! Kalau kamu nggak punya uang-"

"Bukannya aku nggak punya uang."

"Lalu apa yang membuamu keras kepala tidak mau berobat?!"

Karena Mia memang tidak memiliki keinginan untuk mengobati penyakitnya.

Tidak apa-apa mati karena penyakit ini dibanding mati bunuh diri dan kemungkinan digagalkan oleh Jeremy kedua.

Obat sakit kepala dan pil penahan rasa sakit sudah cukup untuknya.

Ting!

Sebuah pesan masuk dari papanya. Mia membukanya dengan cepat.

JEREMIATahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon