eps. 6

15 2 0
                                    

Kegiatan belajar mengajar di Havelaar sampai pukul 15.30, Caleo sudah sampai rumah sejak setengah jam yang lalu. Ia juga sudah wangi dengan pajamas cokelat bermotif beruang, sekarang Ia mencari makanan yang bisa Ia makan.

Masih jam 4 sore, jam makan malam sepertinya masih lama. Meja makan tentu saja kosong, hanya ada beberapa macam buah-buahan disana. Caleo mengambil beberapa snack sebanyak 3 dengan bungkus besar, juga mengambil minuman dingin rasa leci.

Setelah merasa cukup Caleo kembali ke kamar.

Meletakkan snack nya di atas ranjang nya, tidak lantas Caleo duduk. Namun, Caleo memilih membuka tas nya, mengambil buku yang tadi siang Ia pinjam di perpustakaan. Baru kemudian mendudukkan dirinya pada ranjang.

Membuka snack kentang, dan membuka halaman pertama buku bersampul cokelat tersebut.

.
.

Pemuda manis dengan obsesinya yang menginginkan kasih dalam keluarga nya sendiri. Sejak umurnya berusia 5 tahun, saat dirinya masih sangat kecil dan membutuhkan banyak perhatian serta dukungan keluarga, Ia sudah mulai dilupakan oleh keluarga nya. Mengapa?

Tidak tahu, Ia juga tidak tahu. Semua itu masihlah abu-abu pada saat itu. Ia masih kecil, tidak mengerti apa yang orang besar katakan padanya. Ia hanya mengerti bahwa keluarga nya menjauh karena Ia sangat nakal. Ayah yang jarang pulang, Kakak laki-laki yang menjadi acuh, dan Ibu yang tidak pernah lagi dirumah.

Rasa hangat dihatinya perlahan menghilang. Rasa kosong itu membuatnya tidak nyaman, membuat sesak di relung hati.

Meskipun begitu, Ia tidak merasa sendirian, setidaknya. Karena masih ada baby sitter nya yang menemani nya selama sendirian di rumah. Perempuan itu masih muda, cantik, dan sangat perhatian. Ia menyukainya.

Di umurnya yang masih kecil, 7 tahun. Ia tiba-tiba dibentak dengan keras karena tidak sengaja memecahkan piring kesayangan Ibunya, Kakak laki-lakinya yang mengetahui marah dan mengatakan apa menjadi penyebab mereka enggan berdekatan bahkan membenci dirinya.

Hingga di umurnya yang berusia 15 tahun, Ayah nya kembali setelah lama tidak pulang. Membawa orang baru, yang mungkin itu adalah tanda awal petaka baginya. Ia harus menahan rasa iri dan tidak terima kala orang baru tersebut merebut semua yang harusnya menjadi miliknya. Kasih keluarga nya, serta Cinta yang seharusnya ditakdirkan untuknya.

Apa memang hidup bahagianya sudah lenyap saat usinya yang saat itu masih 5 tahun? Sejak Ia tahu bahwa keluarga nya membenci dirinya karena mengira bahwa Ia lah penyebab Ibu cantiknya pergi ke pelukan Tuhan.

Selama itu Ia tumbuh dengan perasaan dingin dan kosong. Perawat nya, menjadi pelayan biasa. Ia tumbuh dengan rasa iri pada anak lain yang mendapat kasih berlimpah dari keluarga.

Perasaan iri semakin kuat kala orang baru itu mendapatkan kasih berlimpah yang selalu Ia idamkan di rumah. Padahal dia adalah orang asing, tapi mengapa hidupnya sangat beruntung darinya? Mengapa dia mendapatkan apa yang menjadi miliknya?

Tepat umurnya yang ke 19 tahun. Rasa iri dengki yang memupuk itu mendorong nya berbuat hal-hal jahat yang sudah tergambar. Merencanakan hal keji dan sebagainya untuk menyingkirkan orang baru yang telah merebut miliknya.

Namun, itu hanyalah harapan nya. Ia tidak seberani itu, Ia takut semakin dibenci. Saat tidur, Ia selalu bermimpi melakukan hal jahat pada orang baru tersebut dan menyingkirkan nya, dengan akhir bahagia ada di genggamannya.

Hingga di sore hari yang manis. Langit jingga menjadi saksi untuk pertama kalinya Ia berbuat nekat hanya dengan modal nyali sesaat, mendorong orang baru masuk ke dalam danau.

Tentu saja aksinya membuat keluarga nya semakin membenci dan mengasingkan dirinya di dalam rumah. Merasa bersalah dan kecewa dengan diri sendiri, akalnya hilang dengan sekejap. Ia melemparkan dirinya sendiri dari rooftop atap tanpa penyesalan.

Akankah ada yang peduli? Tentu saja tidak ada. Oh! Ternyata masih ada yang peduli, itu mantan perawat nya. Kini mantan perawat nya sudah berumur, tapi masih cantik. Ia merasa bersalah karena tidak pernah lagi bertegur sapa sejak umur dirinya 7 tahun.

Ia, Caleo Jeshein Weinstein.

Pemuda yang memilih menyusul Ibunya daripada mencari kebahagiaan nya yang lain.

.
.

"Huh? Kamu bercanda?"

Caleo tidak percaya dengan apa yang telah Ia baca. Nama yang sama, bahkan narasi nya secara kebetulan sinkron dengan cerita Jima yang tiba-tiba Ia ingat tanpa sengaja.

Caleo membuka halaman selanjutnya, namun itu kosong. Wajahnya menjadi pucat. Pikirannya bercabang, tempatnya berada terasa berputar-putar membuatnya pening. Memorinya bertumpang tindih. Ia mencoba membuka buku aneh bersampul cokelat itu kembali, namun sia-sia. Bahkan sisa lembaran buku tersebut masih banyak, namun semuanya putih tanpa coretan.

Caleo terisak. Ia merindukan kehidupannya yang dulu. Tidak apa-apa Ia tidak memiliki teman dan serba kekurangan. Lebih baik kehidupannya yang dulu, daripada Ia berada di dunia yang semakin hari semakin aneh.

Ia masih tidak percaya dengan buku yang Ia pinjam. Bukan seperti buku cerita atau novel seperti kebanyakan, meski memiliki banyak lembaran tebal, namun yang terisi hanya 2 lembar pertama. Berisi cerita singkat yang menjengkelkan dan membuatnya agak takut.

"Apa ini petunjuk, ya? Aku kan bukan dia, hanya saja sekarang menjadi dia."

'Dia' merujuk pada Caleo Jeshein Weinstein yang tertulis dalam buku. Dan 'Aku' merujuk pada Caleo.

Sejujurnya, Caleo tidak mempercayai adanya pindah jiwa atau isekai dan yang lainnya. Ia hanya pernah membaca cerita yang serupa sekali duakali, dan itu hanyalah fiktif belaka! Tidak pernah ada dalam pikiran nya bahwa hal mustahil itu dapat terjadi dan menimpanya. Bukan berarti juga Caleo percaya bahwa sekarang Ia pindah jiwa atau isekai, hanya saja, semuanya tidak bisa dijelaskan dengan nalar nya, sama sekali.

"Hng .. kepala sialan! Harusnya sekarang berpikir, bukan merasa sakit begini!"

Caleo memukul kecil kepala bagian kanan nya beberapa kali. Rasa pening kembali menyergap dirinya, merasa ada yang memaksa masuk kedalam kepalanya.

Merasa sedikit mereda, Caleo memilih berbaring. Membuang begitu saja camilan yang bahkan tidak Ia makan, membuat lantai kamarnya berserakan dengan keripik kentang. Matanya menatap langit-langit kamar, entahlah, Caleo hanya merasa sekarang Ia sedikit tenang dan familiar disini. Mulai bisa untuk beradaptasi, meski masih ada rasa bingung.

Seolah ada ingatan yang membuatnya terbiasa kali ini, atau Ia merasa deja vu? Seolah pernah mengalami, namun dengan tegas hatinya menjawab tidak. Jelas-jelas selama hidupnya, sebelum hidup di dunia aneh, hidupnya jauh dari yang sekarang.

Karena melamun, Caleo tidak menyadari bahwa Jima masuk ke dalam dengan piring berisi cookies dan cokelat dingin.

"Tuan Muda!"

Caleo menatap Jima kaget. Jima memanggil nya dengan suara yang agak keras, membuatnya tersentak dari lamunannya.

"Maaf, Jima, aku sedang melamun tadi-

Caleo memperhatikan Jima yang tengah menatap lantai, Caleo mengikuti arah pandang Jima, kemudian meringis. Merasa bersalah, karena mengotori lantai, dan membuang makanan.

-JIMA! Aku tidak sengaja melempar snack nya. Tadi aku merasa pusing, menyingkirkan snack dan lalu berbaring. Maaf membuat kotor."

Jima menatap Caleo lembut. "Saya paham."

Jima meletakkan piring berisikan cookies dan secangkir cokelat dingin di atas nakas. Kemudian membersihkan kekacauan dari Caleo. Tidak membutuhkan banyak waktu, karena keripik kentang yang bercecer tidak begitu banyak. Lalu pamit keluar karena telah selesai.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 03 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

To Be a Ordinary Boy as a Figurant Where stories live. Discover now