8. Please, Hug Me!

Mulai dari awal
                                    

Dalam posisinya yang mendanggak seperti itu Jeremy bisa melihat Mia berdiri di dapur.

Ngapain sih dia? Bantu para bibi nyuci piring? Kurang kerjaan banget. Batin Jeremy.

Dan juga sejak kapan Sagara sudah berpindah posisi ke sana? Manusia itu kalau topik pembicaraanya terdengar membosankan dia pasti akan langsung kabur begitu saja.

"Mia!" panggil Sagara.

Mia yang sedang mencuci tangannya sontak menoleh. Ada Sagara di belakannya, Mia gatau sejak kapan Sagara ada di sana.

Padahal tadi dia lihat Sagara ikut ngobrol sama Karalyn dan Jeremy. Udah di sini aja orangnya.

"Kenapa Ga?"

Sagara mengambilkan tisu untuk Mia. Mia tersenyum dan berterimakasih.

"Gue cuma mau mastiin aja. Minggu lalu gue lihat lo di rumah sakit... lo beneran ke sana? Gue nggak salah lihat kan? Ngapain lo?"

Wow seorang Sagara membombardirnya dengan banyak pertanyaan sekaligus. Cowok ini pasti sangat amat penasaran dengannya yang pergi ke rumah sakit waktu itu.

"Iya, lo lihat gue ya?" Mia menjawabnya dengan jujur. "Gue ketemu sama dokter Tomi, dia dokter mama gue dulu."

Sagara mengangguk-angguk. Dia pikir Mia akan menutup-nutupinya, ternyata tidak sama sekali. Berarti kekhawatirannya sungguh tidak berdasar.

Ucapan dokter Tomi dan Mia sama persis. Mia datang ke sana karena pria itu adalah dokter ibunya dulu.

"Gue denger lo dibawah asuhan dokter Tomi ya? Keren banget. Lo dari dulu emang keren sih ya.. ikut kelas akselerasi juga. Kating gue nggak tuh." Mia terkekeh mengingat Sagara adalah kakak tingkatnya di SMA.

Saat mereka butuh tiga tahun untuk lulus, Sagara hanya butuh waktu dua tahun untuk melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi.

Yah.. Sagara menjadi cucu kesayangan Robert Ariendra bukan tanpa alasan.

"Lo cuma mau nanya itu doang kan? Kalau iya gue mau pergi ke kamar. Udah ngantuk."

Sagara mengangguk, "hmm cuma itu."

Lalu Mia bergegas pergi dari sana. Dengan santai dia menaiki tangga untuk pergi ke kamar Jeremy.

Mia pikir dia bisa langsung merebahkan diri di ranjang karena tubuhnya yang terasa lelah dan berat.

Sayang sekali kesialan yang dia dapatkan karena harus berpapasan dengan Jayden. Pria itu baru saja keluar dari kamarnya. Kamar yang berada tepat di samping kamar Jayden.

Mia terkejut. Jayden juga.

"Mia?"

Jayden ada si sini, kenapa pria itu tidak ikut makan malam wajib di bawah tadi?

Handuk kecil di pundak pria itu dan rambut setengah basahnya mungkin menjawab semua.

Jayden baru saja kembali dari rapat penting. Kakeknya memberi izin, karena Jayden juga baru kembali dari luar negeri dan rapat itu berguna untuk mempromosikan dirinya di perusahaan.

"Aku tau kamu ada di sini bersama Jeremy. Kalian menginap?"

"Iya," jawab Mia tak ingin menatap Jayden sama sekali.

Dia memang menjawab pertanyaan Jayden tapi pandangannya menatap lurus ke kamar Jeremy. Dia ingin segera masuk ke dalam dan mengunci pintunya.

"Mia," Jayden memanggil lagi. Takut Mia menghindar darinya. "Kamu udah bilang sama Jeremy? Tentang hubungan kita, aku—"

Kedua tangan Mia mengepal erat di sisi tubuhnya.

"Gue nggak punya hubungan sama lo!" Dia berkata dengan nada gemetaran. Mia menahan amarah dan air matanya.

JEREMIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang