DTYT-Avoir le cœur qui bat la chamade

Beginne am Anfang
                                    

"Paling... main polo abis itu lanjut sailing, kayak biasanya kalau main di sini." Di sela kegiatan minum kopinya, Terang dengan baik hati mau menjawab pertanyaan Upih.

Berbeda dengan Sukma dan Upih yang baru pertama kali datang ke Daher Reu, sejak awal hubungan bilateral antara Daher Reu dan Indonesia ramai dibicarakan, Wita, Suta, dan Terang adalah orang-orang terpilih yang bisa datang ke Daher Reu sesuka hati mereka. Apalagi setelah nama A-List terkenal, ketiganya bisa dibilang lebih sering pergi ke Daher Reu daripada ke rumah orang tua mereka masing-masing.

"Mau ditemenin pergi shopping dulu?" Suta tiba-tiba menyahut, membuat Sukma dan Upih langsung bertukar tatap. "Abis itu, ikut gue nyamperin Wita sama Terang main polo, atau nggak, ya, gue pulangin ke hotel."

Sukma menaikkan kedua alisnya, "Mau shopping?" tanyanya.

"Bosen nggak, sih?" tanyanya balik ke Sukma.

Oh, jelas Upih barusan berbohong. Mana mungkin dia pernah bosan shopping, apalagi ini adalah negara yang baru pertama kalinya dikunjungi.

"Alasan lo..." Sukma berujar datar, menatap Upih dengan kedua matanya yang memicing.

Dengan cepat, Upih bergerak mendekat. Ia memundurkan sedikit tubuhnya, agar wajahnya bisa tertutupi kepala Sukma sebelum dia berbisik pelan, "Shopping, sih, bisa nanti kalau mau balik, Sukma. Kita di sini 4 hari, kan?" Setelah menjelaskan ke Sukma, Upih kembali membenarkan posisi duduknya. "Memang kalian main polo cuma bertiga aja?" tanyanya, menatap ke arah Suta yang langsung paham makna pertanyaannya barusan.

"Mas Jokomu ikut main, Pik." Terang menjawab sesuai dengan apa yang ingin didengar Upih. " Gimana? Pasti sekarang lo bosen shopping banget, ya, Pik?" sindirnya yang ditertawakan Wita dan Suta.

Sementara, Sukma sendiri hanya mengulum senyum geli sambil pura-pura mencubit lengan Upih.

"Elok nggak ikut? Kok, nggak kelihatan?" tanya Upih ke Wita setelah mereka sepakat untuk pergi main polo bersama.

Wita menggeleng, "Tadi pagi, dia dijemput Raden Kacaya buat ke rumah sakit." Dan tak perlu pertanyaan lanjutan untuk tahu kenapa Elok bisa ada di rumah sakit sekarang.

Upih mengangguk-anggukan kepalanya, dia lalu berdiri dari sofa yang didudukinya untuk mengambil salad di salad bar bersama Suta yang ingin pergi ke luar untuk merokok sebentar.

Demam aja, sih, katanya. Nggak parah. Cuma namanya anak kecil, jadi rewel gitu, lah."

Di sela kegiatan makannya, Upih sesekali mendengarkan cerita Wita dan mengangguk-anggukan kepalanya seakan mengerti dengan topik yang sedang dibicarakan sahabatnya itu.

"Lo kemarin balik ke hotel jam berapa, Pik?" Wita tiba-tiba mengubah topik pembicaraannya. "Gue denger-denger lo jalan sama Mas Harjuna? Kok, bisa? Dicuekin lo sama Handjoko?" tanya pria itu menggoda Upih.

Tangan Upih menurunkan garpu yang dipegangnya ke dalam mangkuk salad yang diletakkannya di atas meja, "Siapa yang ngomong gitu?" tanyanya balik, menatap Wita datar.

Dengan garpu di tangannya, Wita menunjuk ke arah Suta yang tampak merokok di area luar restoran dengan santai.

"Kemarin kita ditawari buat jalan-jalan, muter-muter deket sini sama Mas Harjuna." Sukma dengan cepat menyela untuk menjawab. "Badan gue rasanya udah rontok, 'kan, ya, jadi gue milih buat istirahat—langsung balik ke hotel—tapi, Upih milih ikut sama Mas Harjuna," terangnya yang diangguki Upih dengan senyum puas.

"Handjoko nggak ikut, Pik?" Wita membungkukkan tubuhnya agar bisa menatap ke Upih yang duduk di ujung sofa.

Upih menggeleng, itu sebenarnya yang sangat disayangkannya, tapi Upih juga sadar kalau dia tidak bisa gegabah karena yang namanya sial bisa terjadi kapan saja. Dia tentu tidak ingin membuat rumor lain tersebar hanya karena dirinya ingin Handjoko ikut menemaninya untuk berjalan-jalan. Selain itu, wajah lelah pria itu kemarin juga membuat Upih tidak tega bahkan untuk menggodanya.

DANCE TO YOUR TUNE (COMPLETED)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt