44 52 15 33 44 54

1.4K 135 25
                                    

Lelaki dengan seragam khas SMK Nusa Bina melonggarkan dasinya yang terasa mencekik, kemudian memasukkan kedua tangan ke saku jas jurusan dan menatap tajam ke depan.

SMK Nusa Bina, sekolah kejuruan terfavorit se-Indonesia yang sudah memenangkan banyak lomba praktikum sesuai jurusannya itu ditatap tajam oleh lelaki ini. Lelaki yang sebenarnya malas untuk sekadar menginjakkan kaki kembali ke sekolah ini.

Dengan lencana emas bernomor #5 yang silau terkena matahari, lelaki tersebut berjalan untuk menuju lift. Tidak ada minat dalam dirinya untuk masuk kembali ke sekolah ini. Ia ingin terus membolos saja, tetapi dirinya juga tidak mau kalau sampai papanya tahu apa yang dilakukan lelaki itu. Dia masih belum siap jika harus menjadi samsak papanya lagi.

Sampai di lantai yang mengarah ke kelasnya, Raden keluar dari lift masih dengan mimik muak. Ya, orang itu adalah Raden Egi Rafranza, siswa yang dikenal pernah menduduki posisi ke-4 sebagai pemilik NEM tingkat SMP tertinggi se-Indonesia tahun 2019, tetapi ranking semester satunya tergeser oleh Keyla. Lelaki urakan itu duduk di tempatnya setelah benar-benar masuk ke ruang kelas, menatap seisi kelas X AKL 1 yang sibuk sendiri.

Terlihat, sang kembaran menatapnya seakan penuh rindu, tetapi Raden tidak peduli itu.

Saat Raden baru saja meletakkan tas hitamnya di atas meja dan menyilangkan kedua tangan di atas tasnya untuk dijadikan bantal, seseorang datang dengan tergesa.

Lelaki yang memakai seragam lebih rapi daripada Raden itu berkata, "Den, lo dipanggil Bu Anya. Disuruh ke ruangannya sekarang."

Raden berdecak, "Lima menit lagi. Biarin gue tidur dulu bentar."

"Tapi bentar lagi bel masuk."

"Ck, iya-iya."

Rasa malas sudah terlalu benyak menyerap tubuh Raden pagi ini. Tidurnya tidak nyenyak semalaman, memikirkan kasus yang akan ia pertanggungjawabkan hari ini. Terlebih, lelaki itu harus menemui seseorang yang ada di pihaknya.

Berjalan lunglai ke luar kelas, Raden dengan sengaja membuka jasnya dan menyampirkan jas itu ke bahu ala-ala bad boy kelas bawah. Walau sebenarnya Raden juga termasuk, maka dari itu lelaki urakan ini melakukannya. Gaya yang sok keren dan sok berkuasa itulah yang menjadi ciri khasnya.

Di koridor kelas sepuluh, beberapa murid menatapnya seakan tidak suka dengan cara berjalan Raden. Memang, lelaki itu agak sengak, hingga seseorang menghalangi jalannya.

Memutar bola mata malas, Raden berkata, "Minggir."

"Gue mau ngomong sama lo."

"Gue gak punya waktu buat ngurus pecundang kayak lo."

Melynda Irene, mantan pemilik lencana yang sekarang dipakai Raden menyipitkan matanya dengan tajam ke arah lelaki itu. Mengepalkan tangan erat di sisi rok dan mengeraskan rahang.

Karena tidak mau berdebat, akhirnya Melynda berkata, "Gue cuma mau ngasih tau kalo dalang di balik kasus suara Keyla yang ada di pikiran lo sekarang, memang dia orangnya."

Lalu mengedikkan bahu. Gadis itu berkata seolah-olah ia bisa membaca pikiran Raden. "Sebenernya gue malas berurusan sama cara sampah kalian. Tapi, kapan pun lo butuh gue buat ngehancurin anak 3 besar, gue siap bantu lo."

"No. Thanks."

Raden hendak berjalan lagi menuju ruang kepala sekolah, tetapi tangan yang ia masukkan ke saku celana itu dicekal oleh Melynda, membuat langkahnya terhenti dan terpaksa berbalik.

Melynda mengerjap satu kali, menghela napas pasrah. "Gue percaya, lo lebih jenius perihal teknologi dibanding dia. So, good luck."

Melynda melepaskan cekalannya dan meninggalkan Raden yang tiba-tiba berpikir dua kali. Lelaki itu seketika memecah opsi-opsi di otaknya yang sejak semalam terpikirkan.

The Crazy ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang