"Padahal lo bisa ngikut papa lo. Gak bakalan ada yang kurang dari hidup lo kalau lo nurut tinggal bareng mereka dibanding menghuni rumah hantu itu."

"Kurang.. gue terlalu matre soalnya. Meskipun kaya, papa gue harus membiayai dua anaknya yang lain. Gue kebagian ampasnya doang, mungkin." Mia tersenyum tipis.

Jeremy mendesah lelah. Mia ini memang sulit sekali dimengerti, dia juga susah akur dengan banyak orang termasuk keluarganya sendiri.

"Jangan terlalu kecewa begitu Jere. Itung-itung bantu temen lah," Mia menggoda.

"Lo pikir pernikahan itu cuma mainan?!"

"Maaf. Gue tau pernikahan impian lo sama Kara-"

"Stop bawa-bawa Karalyn! Rasanya tiap kali denger nama Lyn dari mulut lo, kedengerannya lo cuma manfaatin dia doang!"

"Iya, maaf. Gak lagi deh gue bawa-bawa nama Lyn."

Jeremy mendengus. Menyebalkan sekali! Argh!

Tidak! Untuk apa dia menikahi Mia jika harus menderita kerugian sebanyak ini? Rugi waktu dan rugi segala-galanya.

Ah ada satu hal. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh Mia.

"Ada satu hal yang bisa lo lakuin buat gue," Jeremy menempatkan sepatunya di tengah-tengah kedua kaki Mia yang terbalut high heels. Lalu membukanya perlahan. "Lo masih bisa ngangkang buat gue."

Mia tidak terkejut lagi. Jika itu membuat Jeremy bahagia kenapa tidak?

Setidaknya cowok itu tidak akan merasa rugi-rugi amat karena membantunya menghabiskan sisa hidupnya.

Mia melepas sepatuh hak di kakinya, dia naik ke ranjang dan mengambil posisi tidur membelakangi Jeremy.

"Mia!"

"Bukan malem ini. Gue capek. Kasihani istri lo ini, Jere."

Tenaganya terkuras bukan karena pernikahannya ataupun kesibukannya menghadapi keluarga Ariendra. Melainkan karena orang itu, Jayden Ariendra.

•••

"Tadi waktu makan siang lo ngerasa nggak si Jere, keluarga lo berniat banget mau ngusir gue." ucap Mia mengikuti langkah tegap Jeremy dari belakang.

Mia menarik dua koper besar miliknya tanpa bantuan Jeremy. Cowok itu degan santainya berjalan menggunakan kacamata hitam di wajahnya.

"Iyalah diusir. Lo bukan menantu yang diharapkan bodoh!"

"Iya juga sih haha!" Mia terbahak.

Jeremy sangat jujur sekali ya!

Baguslah! Setidaknya dia bisa keluar dari rumah itu dengan cepat. Malas sekali jika harus berlama-lama di sana.

"Lagian lo kebo banget anjing! Hari pertama di rumah gue bangun jam 11 pagi."

"Bukannya bagus ya? Kan mereka bisa mikir kita habis main 100 ronde semalem."

"Uhuk! Uhuk! Anj-" Jeremy terbatuk. Padahal tidak sedang makan atau minum.

Ck alay banget memang nih cowok satu. Kerjaanya keselek mulu tiap kaget.

"Bercanda!"

Iyalah bercanda, Mia saja tidak tau semalam Jeremy tidur dimana.

"Diem lo! Buruan masuk, seneng kan lo lihat rumah impian lo?"

Mia segera menyeret kopernya setelah sandi pintu depan penthouse mewah ini terbuka. Pemandangan yang spektakuler pertama kali Mia lihat.

"Kita ada di lantai 80. Jangan berpikir lo mau lompat dari sini buat bunuh diri."

JEREMIAWhere stories live. Discover now