Chapter 05 : It's Time to Walk Back to Hell

286 64 7
                                    

Di dalam kediaman Haruno yang megah, pagi tiba dengan gemerlapnya yang mempesona. Cahaya mentari menyinari bangunan-bangunan yang menjulang tinggi, memantulkan kemegahan dan keagungan bangunan yang telah berabad-abad berdiri. Sementara Sakura membuka jendela kamarnya dan disambut oleh embun pagi yang membasahi bunga-bunga di kebun belakang.

"Pagi yang indah untuk berjalan menuju neraka," gumam Sakura sembari berbalik, berjalan dengan tenang untuk membuka pintu kamarnya dan membiarkan Ayame dan Tenten memasuki kamarnya, membantu ia untuk bersiap.

Sakura memejamkan matanya, membiarkan Ayame mulai menyentuh wajahnya untuk dihias. Tentunya Ayame tak pernah berhenti memuji betapa indahnya wajah Sakura setiap kali ia membantunya berhias. Wajah Sakura seperti karya seni yang memukau. Dengan bentuk yang halus dan anggun, setiap fitur di wajahnya tampaknya disusun secara harmonis untuk menciptakan kesempurnaan estetika.

"Ayame, aku mau riasannya lebih tegas," ucap Sakura pelan membuat Ayame menganggukkan kepalanya, memulai aksinya.

Butuh waktu lama hingga Sakura selesai dihias. Namun hasilnya tidaklah mengecewakan. Dalam menghadapi pertempuran yang akan ia hadapi tentunya ia harus menyiapkan pakaian tempur terbaik. Sakura mengenakan sebuah gaun yang terbuat dari kain satin berkualitas tinggi berkilauan. Potongan gaunnya yang elegan mengikuti lekuk tubuhnya dengan sempurna, memberikan kesan tegas namun tetap anggun. Bagian atas gaunnya memiliki kerah tinggi yang memberi kesan kokoh namun tetap menampilkan keindahan leher Sakura dengan elegan.

Detail sulaman emas yang terhampar di sepanjang garis pinggiran gaun menambahkan sentuhan kemewahan dan keanggunan yang tak terbantahkan. Di bagian pinggangnya, sebuah sabuk lebar berwarna emas menghiasi gaunnya, memberikan aksen tegas yang memperkuat penampilannya. Sementara di bagian bawah gaunnya terdiri dari lapisan-lapisan kain yang mengembang, memberikan volume yang dramatis dan memungkinkannya untuk bergerak bebas.

"Bagus juga," ucap Sakura yang menatap pantulan dirinya di depan cermin di saat Ayame tersenyum malu-malu mendengarnya, senang karena Sakura menyukai keterampilannya sementara Tenten mendengus tak suka saat dirinya merapihkan peralatan rias di atas meja.

"Kalian tunggulah di dekat kereta kuda, aku akan menemui Duchess terlebih dahulu," terang Sakura menatap Tenten yang segera menundukkan kepalanya. Meskipun tak terlalu terlihat, Tenten tampaknya senang karena Sakura membawanya keluar dari kediaman Haruno padahal ia tidak tahu saja, Sakura sudah mempersiapkan cara terkejam untuk menghancurkannya.

"Baik Nona," sahut Ayame sembari menganggukkan kepalanya sembari membungkukkan tubuhnya membuat Tenten buru-buru ikut membungkukkan tubuhnya.

Sakura hanya melirik mereka sekilas sebelum akhirnya ia melangkahkan kakinya dengan tenang membelah koridor utama kediaman Haruno, membawanya sampai ke depan kamar tidur Duchess Haruno, Haruno Mebuki. Sebenarnya Sakura tak berekspektasi banyak, ia hanya ingin melihat wanita tua itu sekali sebelum ia meninggalkan kediaman Haruno. Namun tak disangka wanita itu mempersilahkannya untuk masuk sampai akhirnya Sakura melangkahkan kaki memasuki ruangan itu.

Di dalam ruangan yang minim pencahayaan itu, Sakura melihat Mebuki duduk di samping jendela, satu-satunya jendela yang tirainya tersibak sehingga bisa dimasuki oleh cahaya. Dalam keheningan wanita paruh baya itu menatap Sakura, mengisyaratkan agar Sakura duduk di hadapannya sampai akhirnya Sakura mendudukkan dirinya, membiarkan beberapa pelayan membantu menyajikan tehnya.

"Kau akan meninggalkan kediaman?" tanya Mebuki pelan.

"Benar," sahut Sakura datar.

Mebuki mendengus remeh. "Baguslah, begitu memuakkan melihatmu ada di kediaman ini. Kau mengingatku pada wanita itu, jalang sialan itu, ibumu."

"Saya mengerti," sahut Sakura pelan dan tenang, seolah dirinya benar-benar bisa memahami apa yang Mebuki rasakan. Tentu saja, tak mudah baginya membiarkan anak dari selingkuhan suaminya sendiri untuk hidup di dalam atap yang sama dengannya.

"Kau tahu apa? Kau tidak tahu apapun. Kau tahu betapa aku membencimu?" ucap Mebuki yang perlahan mulai menunjukkan emosinya, amarah yang sudah begitu lama terbendung itu.

Namun, Sakura dalam ketenangannya menatap lurus bola mata Mebuki. "Saya juga membenci Anda seperti Anda membenci saya Duchess Haruno. Karena itu, ini adalah salam pertama dan terakhir saya untuk Anda. Selamat bernafas kembali di dalam kediaman Anda."

Usai dengan kata-katanya, Sakura akhirnya meninggalkan kamar tidur Mebuki. Sakura sudah bersiap untuk meninggalkan kediaman Haruno sekali lagi di kehidupan kali ini. Namun kali ini Sakura meninggalkan semua perasaan dan harapannya untuk dicintai oleh semua orang yang ada di kediaman ini.

"Sakura, kau akan pergi?" tanya Sasori yang entah sejak kapan sudah berdiri lima langkah kaki di depan Sakura hingga Sakura menatapnya. Namun itu tidak berlangsung lama karena Sakura segera melewatinya seolah Sasori tidak ada di sana.

Dalam keheningan Sasori membalikkan tubuhnya, menatap punggung mungil adiknya yang perlahan menjauh. Sasori tidak pernah merasa seperti ini. Keberadaan Sakura di hidupnya, 16 tahun usia Sakura dan selama itu juga Sasori menjadi kakaknya, tak pernah sedikitpun Sasori melihatnya. Sasori tahu dengan pasti jika kehadiran wanita itu adalah sumber keretakan rumah tangga orangtuanya dan karena itu juga Sasori mati-matian membencinya. Namun melihat adik yang ia benci mati-matian meninggalkan kediaman seolah kediaman ini bukanlah apa-apa, dada Sasori rasanya bergemuruh dengan sesak.

Sementara itu Sakura melanjutkan perjalanannya menggunakan kereta kuda yang membawanya menuju kediaman Marquess Hyuga. Sampai akhirnya Sakura tiba di depan kediaman Marquess Hyuga. Tampak dari luar, kastil keluarga Marquess terlihat seperti sebuah istana yang diambil langsung dari dalam dongeng. Dikelilingi oleh taman yang indah dan luas, kastil ini menjulang megah di tengah-tengah kebun bunga yang beraneka warna.

Pintu gerbang yang besar dan megah mengundang pengunjung untuk memasuki keajaiban yang tersembunyi di dalamnya. Di sepanjang jalan masuk menuju kastil, bunga-bunga mekar dengan indahnya di sepanjang tepi jalan, memancarkan aroma harum yang menyegarkan udara. Dan di tengah-tengah keindahan hamparan bunga itu berdiri seorang wanita dengan rambut indigo berponi yang tersenyum manis ke arah Sakura.

"Kau pasti Haruno Sakura," tebak wanita itu. "Aku Hyuga Hinata, adik dari Kak Neji. Kau bisa memanggilku Hinata, semoga kita bisa akrab ke depannya."

Wanita itu tersenyum dengan begitu manis, cocok dengan wajahnya yang lembut dan bola mata lavendernya yang menawan. Sakura juga berpikir begitu saat itu, saat pertama kali dirinya bertemu dengan wanita itu, seseorang yang menyambutnya dengan hangat tanpa tahu jika dibalik senyuman manis itu, tersimpan rasa iri dan dengki yang mengerikan. Wanita itu tidak sesederhana yang terlihat, ia adalah iblis dalam wujud manusia. Namun kali ini Sakura tidak akan tertipu, ia akan bermain dengan baik bersama wanita itu.

"Selamat siang Lady Hinata, semoga ke depannya kita bisa akur," ucap Sakura dengan senyuman kecilnya, mengulurkan tangannya disaat Hinata menyambut uluran tangannya dan menjabatnya dengan senyuman hangat, berpikir jika Sakura begitu sederhana tanpa tahu jika wanita yang berhasil bangkit dari kematian itu lebih dari kata mengerikan.

Rewrite the Villainess' StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang