Hirap, (Semoga) Ditelan Bumi

21 2 3
                                    

Lampu sudah dimatikan, hanya ada cahaya yang masuk lewat celah pintu dari lorong asrama. Kenyu sih sudah masuk ke dalam selimutnya di ranjang atas, meski netra belum juga ditutup. Sementara penghuni ranjang bawah alias Sae, masih duduk memeluk lutut di atas kasurnya, entah melamunkan apa.

"Sae, masih bangun?" tanya Kenyu.

"Masih. Kenapa?" Sae mendongak, menatap kasur di atasnya.

"Lu beneran gak mau pulang?"

Hening merajai suasana selama beberapa saat, membuat Kenyu berpikir kalau Sae pura-pura tidur karena tidak mau membahas soal ini.

Kenyu mengembuskan napas, menambahkan, "Kalo lu tetep gak mau pulang, ikut gua lagi aja. Masa lu sendirian sih di asrama? Itu mah bukan lebaran."

Hening merajai suasana selama beberapa saat, membuat Kenyu berpikir kalau Sae pura-pura tidur karena tidak mau membahas soal ini.

"Gak usah. Gua udah kebanyakan ngerepotin lu, Ken." Akhirnya Sae membalas pelan.

Kenyu memukul kasurnya dengan keras, membuat Sae tersentak di ranjang bawah. "Ngerepotin apa, sih? Orang gua yang nawarin kok."

"Ya ... guanya gak enak, Ken."

"Ya jangan dibawa gak enak," tandas Kenyu, "gak usah sok lu, biasanya juga sembarangan aja. Pake ngerasa gak enak segala."

Sae terkekeh pelan. Kalau dulu, ia pasti akan protes atau merasa tertusuk oleh ucapan Kenyu--yang sebenarnya fakta--itu, tetapi agaknya sekarang, Sae sudah terbiasa. Dua tahun bukan waktu yang sebentar, cukup bagi dua taruna ini untuk saling terbiasa dengan cara komunikasi satu sama lain.

"Ken, makasih ya," tutur Sae tiba-tiba, "maaf juga, karena lu harus menghadapi sikap kekanakan gua."

Mendapat kata terima kasih sekaligus permintaan maaf dari Itoshi Sae, sungguh, rasanya Kenyu jadi terkaget-kaget. Kesurupan arwah baik darimana teman sekamarnya ini?

"Sengeselin apa pun lu, gua bakal selalu maafin lu, Sae." Kenyu tersenyum.

[][][]

"Persetan, gak bakal pernah gua maafin lu, Itoshi Sae." Kenyu meremas sticky notes bertuliskan pesan singkat dari si teman sekamar.

Kalo di asrama terlalu sepi, gua bakal cari tempat yang rame. Makasih tawarannya Ken, tapi gua bener-bener gak mau ngerepotin lu. Sampe ketemu lagi:D
- Sae

Surat super pendek yang ditempel di nakas, ransel Sae yang tidak ada di mana-mana, ranjang Sae yang sudah rapi saat Kenyu bangun sahur tadi, ponsel Sae yang tidak bisa dihubungi. Jelas, kesimpulannya hanya satu; teman sekamarnya itu kabur, pergi entah ke mana.

Kenyu, entah untuk keberapa kalinya mengembuskan napas panjang. Ia mengusap wajah, terduduk di tepi ranjang bawah--yang biasanya ditempati Sae. Sebenarnya Kenyu yakin, Sae pasti bisa menjaga diri, juga tidak mungkin tersesat. Yang membuat Kenyu khawatir adalah, Sae akan menetap di mana nanti. Mustahil menyewa kamar, uangnya tidak cukup. Atau, tidak perlu jauh-jauh memikirkan soal itu, memangnya Sae kuat menjelajahi kota dengan kondisi tengah berpuasa?

Tadi, Kenyu sudah menanyakan pada koki asrama yang menyiapkan sahur, dan koki itu amat yakin Sae tidak datang ke ruang makan sama sekali. Kemungkinan besar, Sae bangun lebih pagi, bahkan lebih dari si koki. Masalahnya kalau memang benar begitu, lantas anak itu sahur apa?

Taruna berkacamata ini, adalah seorang yang senantiasa tenang, tetapi kini Kenyu jadi panik sendiri. Ia membayangkan kalau Sae pingsan di tengah jalan dan entah siapa yang akan membantunya. Kalaupun ada yang membantu, entah maksudnya baik atau ada maksud tersembunyi. Zaman sekarang ini, rasanya orang-orang makin ugal-ugalan saja dalam berbuat kejahatan.

𝗟𝗔𝗡𝗚𝗞𝗔𝗛 𝗛𝗜𝗗𝗨𝗣 𝗜𝗧𝗢𝗦𝗛𝗜 𝗦𝗔𝗘: 𝗠𝗘𝗡𝗖𝗔𝗥𝗜 𝗔𝗣𝗔?Where stories live. Discover now