"Dah sana ngambek," dia mendorong kecil punggung Gea dengan telunjuk guna mengusirnya. "Yang lama. Biar kapok ikut-ikutan ke hutan gini."

Mata Gea berkaca-kaca. Dia menginjak kaki Arka dengan keras. "Dasar jahat! Arka jelek!"

Arka tidak kesakitan karena sudah biasa, senjata andalan Gea adalah menginjak kakinya. Dia justru menyugar rambutnya ke belakang. "Kalau gue jelek, gimana bentuk pria tertampan di dunia ini?" sombongnya.

Para pria di sana bertepuk tangan heboh. "WOHO! BANG ARKA EMANG PALING GANTENG!"

"Liat kan?" kata Arka dengan alis naik turun pada Gea.

Gea langsung memutar langkahnya sambil menghentakkan kaki. Kekanakan sekali, pikir Arka. Setelah gadis itu pergi, dia menghampiri gerombolan teman-teman Gea. Arka mendengar obrolan mereka tadi. Mereka seketika diam saat pria tinggi itu berdiri di depan mereka.

Arka melipat tangannya, ia menatap satu persatu wajah perempuan itu sebelum bicara. "Gue hapal muka kalian sekarang. Merintah Gea sembarangan lagi awas aja. Gue samperin satu-satu," ancamnya.

Arka melangkah maju membuat mereka refleks mundur. "Cuma gue yang boleh babuin Gea. Paham?"

****

"Gea jangan deket-deket api! Nanti kebakar!"

"Gea! Nggak usah lari-lari!"

"Gea! Jangan makan itu, nggak sehat."

"Geandra! Jangan ketawa kelebaran! Banyak kunang-kunang di sini!"

"Apa hubungannya ketawa sama kunang-kunang sih?!"

Gea sudah kelewatan geram. Dia melirik sinis Arka. Sejak tadi siang sampai malam ini dia berisik sekali dan banyak mengatur. Gea tidak bisa menikmati kebersamaan dengan teman temannya.

"Masuk mulut lo nanti," sahut Arka santai. Dia menyikut Pak Ucup yang membakar marsmallow di api unggun. "Yoi gak, Pak?"

Pak Ucup menyikutnya balik sampai Arka hampir terjengkang dari kursinya. "Kamu ini udah kaya ibu-ibu anak satu. Gea itu udah besar, nggak usah segitunya. Kasian dia," tegurnya.

Ada banyak guru lain di sini yang menemani tapi hanya Pak Ucup yang berani menegur. Seharusnya juga acara camping ini hanya untuk kelas sebelas. Hanya Arka yang sendirian dari kelas dua belas. Dia membayar lima kali lipat untuk bisa ikut.

"Lebih kasian lagi kalau balik dari sini dia nggak utuh, Pak. Bisa abis saya sama dua keluarga."

Gea mendelikan matanya.

"Arka," panggilnya.

"Hah?"

"Shibal," kata Gea. Lalu mengacungkan jari tengahnya. Membuat seluruh orang di sana terkejut apalagi Arka. Sepertinya hari ini Gea memang sangat geram dengan pria itu.

****

Malam menunjukan pukul sepuluh. Gea belum masuk tenda. Yang lainnya juga masih banyak yang di luar. Gea menikmati suasana yang begitu asri, hijau, benar-benar membuatnya tenang.

Kadang bersama Arka itu terlalu mencekik. Dia sangat kasar, berlebihan, kejam. Dan Gea harus berurusan dengannya selama belasan tahun. Gea merasa dia juga butuh jarak sedikit dari Arka.

My Lethal Boy Friend Where stories live. Discover now