3

1.9K 375 88
                                    

"Makan ya sayang." Adel tersenyum seraya mengusap puncak kepala kucing kesayangannya, kucing itu bernama Moka, Moka mempunyai keluarga, istrinya bernama Mika, Moka memiliki tiga orang anak bernama Miku, Maki, Muku, mereka keluarga pinus yang sangat disayangi oleh semua penjaga. mereka memiliki istana yang dibuat khusus untuk mereka di Marigold.

"Gue mau ngomong sama lo." Azizi datang dengan tatapan tajam. Semalaman ia tidak bisa tidur memikirkan kalimat Chika, siapa yang tidak sakit hati mengetahui bahwa selama ini sahabatnya menyimpan perasaan pada kekasihnya?

"Gak di sini."

"Kenapa?

"Nanti Moka denger, ikut gue." Adel berjalan meninggalkan istana Moka, dari tatapannya sebenarnya ia sudah bisa menebak pasti ada sesuatu yang salah dari Azizi, Azizi tampak sangat murka entah apa alasannya, ia tidak mau Moka mendengarnya. Langkah Adel berhenti di sebuah taman, ia menggedikan dagu, memberi isyarat agar Azizi melanjutkan kalimatnya.

"Lo cinta sama Marsha? Hah?!" Mata Azizi bergetar menahan emosi yang membelenggu perasaannya. "Setiap hari selama lima tahun gue selalu ceritain tentang dia ke lo Del, gue ngerasa cuma lo sahabat yang paling ngertiin gue, gue gak percaya siapapun selain lo! Terus apa yang lo lakuin sekarang?! Lo khianatin gue!!"

"Berita dari mana itu?" Adel menggeleng tidak mengerti kenapa Azizi bisa menyimpulkan hal seperti itu. "Gue gak cinta sama Marsha."

"Halah bulshit, gue gak percaya sama lo. Pantes aja selama ini lo selalu deket sama dia, lo seneng kan gue sama dia putus? Lo pikir gue gak liat kemarin lo pegang tangan dia? Pengkhianat!! Lo tusuk temen lo sendiri, anjing!" Azizi mendorong keras tubuh Adel sampai Adel nyaris saja jatuh jika tidak segera menahan keseimbangannya.

Ara yang baru saja duduk di sofa ruangannya jadi terperanjat ketika mendengar nada dering ponselnya, siapa yang meninggikan volume suaranya? Ara berdecak kesal sambil meraih ponselnya di meja, alisnya berkerut bingung, untuk apa Fiony menghubunginya? Tanpa berpikir lagi, Ara segera mengangkat panggilan itu.

"Adel sama Azizi berantem di taman Akasia."

"Gue gak cinta sama Marsha." Adel melangkah mendekati Azizi sambil memperbaiki jaketnya yang berantakan karena dorongan itu. "Tenang, gue gak mungkin khianatin sahabat kecil gue." Adel menyentuh bahu Azizi, tetapi malah ditepis dengan keras.

"Jangan-jangan lo yang komporin dia buat putusin gue! Lo tau gue gak ada hubungan apapun sama Briel tapi lo gak bantu jelasin ke dia karna lo mau ambil celah buat milikin dia, iya kan?!" Azizi tidak bisa menahan emosinya lagi, matanya sekarang memerah, begitupun dengan wajahnya. Seluruh tubuh Azizi bergetar.

"Hah?" Adel semakin bingung karena Azizi sudah tidak bisa mengontrol dirinya sendiri, bagaimana mungkin Azizi bisa berpikir bahwa ia selicik itu? Adel menggeleng sekali lagi. "Lo tau kan gue sama Dey?"

"Jangan belaga polos deh, gue tau dia itu lonte lo!" Azizi menunjuk Adel. "Lo tidur sama banyak cewek selama ini, lo bayar mereka karna itu yang bisa lo lakuin, lo gak mampu dapetin apa yang gue dapetin!" Seakan tidak cukup, Azizi terus mengatakan banyak hal yang menyakiti Adel. "Lo gak mampu dapetin cewek kaya Marsha!"

Aliran darah Adel tiba-tiba saja memanas, tangannya mengepal dengan sangat kuat, ia tidak percaya kalimat itu bisa keluar dari bibir sahabatnya sendiri. Adel tidak mengatakan apapun, ia masih shock dengan apa yang ia dengar. Nafasnya mulai memburu dan terdengar sangat kasar.

"Selama ini lo iri sama hidup gue, gue dicintai dengan begitu dalam sama seseorang sementara lo setiap malem harus keliling kehausan nyari cewek buat lo tidurin! Iya kan?!" Nafas Azizi sudah tidak beraturan karena terdorong oleh emosinya, begitupun dengan degup jantungnya yang berpacu sangat cepat. 

777 [END]Where stories live. Discover now