1

6.9K 636 185
                                    

"Kita sudah bisa langsung menyerahkan 777 pada mereka," ucap seorang gadis berambut pendek bernama Viny sedang rapat dengan enam orang di sekelilingnya. "Kita sudah terlalu tua untuk bekerja di sebuah instansi sekeras ini, udah waktunya kita pensiun."

"Kamu benar, tapi apa kamu yakin?" Salah satu sahabatnya, Veranda, menanyakan hal itu. "Kita bangun ini udah dua puluh lima tahun, apa kamu yakin semuanya tidak akan jadi berantakan dengan kepemimpinan mereka?"

"Kenapa kamu harus ragu? Hari ini mereka semua sedang bertugas, entah kebetulan atau apa, kita dapat banyak telfon hari ini." Viny menekan salah satu tombol, layar besar itu langsung menunjukan seorang gadis yang sedang melakukan sebuah misi penculikan. "Pertama Azizi, dia punya kelebihan yang gak semua orang miliki, telinganya jadi senjata utama yang lebih tajam dari pada katana."

"Kamu tenang ya, jangan panik," ucap Azizi pada seseorang yang tersambung lewat earphone nya, dia adalah seorang anak kecil yang nyawanya sedang terancam sekarang. "Aku udah di perumahan ini, apa warna rumah dia?"

"Wa-warna merah." Gadis kecil itu berbisik menahan tangisnya.

"Merah?" Azizi memandang sekeliling, semua rumah di sini berwarna merah. Tentu, kode itu tidak spesifik. "Kamu inget ciri-ciri depan rumahnya gimana?"

"Mata aku ditutup tadi pas dibawa ke sini, tolong aku, aku takut."

"Okey tenang." Azizi menatap tiga anak buahnya, memberi isyarat agar mereka berhenti berjalan sebentar. Azizi mencoba kembali melacak sinyal ponsel gadis itu, tetapi tak membuahkan hasil, tidak terdeteksi secara spesifik. "Kamu dikurung di kamar, di sana ada jendela? Kalo ada, apa yang kamu lihat?"

"Di sini gak ada jendela, tapi ada kaca kecil untuk bernafas." Mungkin maksud gadis kecil ini adalah ventilasi udara.

"Baik, coba naikan volume telfonnya dan angkat hpnya." Azizi memejamkan matanya, berusaha mendengarkan suara gesekan ranting pohon yang terhembus oleh angin, di sela-sela suara itu, ada suara burung. "Gesekan antar daunnya gak begitu terdengar, itu artinya pohon di sana memiliki daun yang rapat dan ada suara burung cucak kutilang." Azizi membuka matanya dan langsung menatap anak buahnya. "Pohon salam, cari rumah yang ada pohon salam di sekelilingnya, sekarang!"

"Ini kemampuan yang luar biasa, gimana mungkin seseorang bisa mendengar suara gesekan daun lewat telfon? Hanya Azizi yang bisa melakukannya." Viny menekan tombol lain dan kamera itu berganti ke gadis berambut pendek. "Adel. Dia mungkin gak terlalu pintar, tapi siapa yang bisa berhasil menyentuh dia?"

Gadis bernama Adel yang sedang dibicarakan itu turun dari sebuah motor Kawasaki Ninja ZX10-R berwarna hitam, ia membuka helmnya, mengibaskan sekilas rambut pendeknya sebelum berjalan mendekati sebuah markas geng motor. Adel memakai kaca mata hitamnya, di kaca mata itu ada sebuah kamera kecil yang terhubung langsung ke kantor.

Tanpa permisi, Adel menendang pintu rumah itu dan tersenyum pada sepuluh orang pemuda yang langsung berdiri menatapnya. "Semalem ada yang nyerang seorang mahasiswa dan pacarnya terus ngambil kalung berliannya ya? Itu kalung dari mendiang orang tuanya, aku akan mengampuni nyawa kalian asal kembalikan kalung itu."

"Kamu pikir kamu siapa bisa memberikan pengampunan untuk kami? Kamu hanya perempuan lemah!!"

Adel tersenyum sambil mengusap buku-buku jari tangannya yang sudah terkepal. "Aku kasih waktu sepuluh detik untuk berpikir. Satu, dua, tiga, empat."

Waktu terus berlalu, pemuda yang berdiri di depan Adel tersenyum ketika melihat temannya berjalan di belakang Adel dengan membawa balok kayu. Dia tidak tau siapa Adel, tetapi dari pakaiannya, Adel terlihat seperti seorang polisi yang sedang menyamar. Tentu harus dimusnahkan jika memang Adel polisi.

777 [END]Where stories live. Discover now