🧩GAME IN PROGRESS🎮 : 27

498 40 0
                                    

Monday.

_

Vanessa meregangkan tubuhnya yang terasa amat pegal setelah dihukum berjemur di depan tiang bendera selama 1 jam lebih dengan sikap hormat.

Sama sekali tidak boleh bergerak sedikitpun.

Belum lagi dia mendapat siraman rohani dari guru bk dan mendapatkan surat cinta untuk diberikan kepada ayahnya.

Salah sendiri datang ke sekolah pukul 08.47 pagi, dia sampai ketika kegiatan upacara sudah selesai.

"Astaga ... kaki gue pegel banget gila," ucap Vanessa mengeluh.

Seharusnya diwaktu seperti ini kegiatan belajar mengajar sudah dimulai, tapi Vanessa tidak sengaja mendengar pembicaraan para guru yang mengatakan jika mulai hari ini sampai Jumat akan ada pertandingan olahraga antar sekolah yang diadakan di sekolahnya.

Vanessa merasa senang-senang saja, pasti seluruh anak-anak ekskul olahraga akan ikut tanding nantinya, tapi kenapa semua kelas tidak ada guru yang masuk untuk mengajar?

Tidak ambil pusing, Vanessa segera pergi ke kelas. Sesampainya di sana dia langsung duduk di samping Nadine, teman sebangku Juwita yang sekarang menjadi teman sebangkunya.

"Kok tumben telat?" tanya Nadine sambil menatap Vanessa yang terengah-engah.

Vanessa meneguk sebotol air mineral yang dia bawa dari rumah. "Lupa gak nyalain alarm," jawab Vanessa bohong.

Nadine mengangguk paham. "Tadi ada yang nyariin kamu."

"Siapa?"

"Nando, katanya nyari di lapangan gak ada. Aku bilang aja gak tau karena aku pikir kamu gak sekolah."

Vanessa terdiam sebentar. "Terus dia ngomong apa lagi?"

"Katanya kalau kamu masuk suruh aktifin hpnya soalnya udah dichat sama telepon, tapi gak kamu jawab."

"Hpnya rusak, ya? Chatku aja centang satu," lanjut Nadine, matanya melirik ke ponsel Vanessa yang digenggam erat oleh si pemilik.

Dia menggaruk pelipisnya sembari tersenyum masam, Vanessa sengaja menonaktifkan ponselnya sebab merasa risih dengan Nando yang terus menghubunginya.

"Gak, kok. Sengaja dimatiin soalnya suka dispam nomor pinjol, berisik." Lagi-lagi Vanessa berkata bohong.

"Oh gitu, eh tapi tadi Nando mukanya babak belur tau, kayaknya abis berantem deh."

.

"Hai? Dari mana, sih? Dicariin dari tadi juga."

Vanessa tersenyum tipis, dia duduk di samping Nando. "Ruang bk."

Setelah mendengar Nando luka-luka dari Nadine, Vanessa langsung berlari ke uks yang katanya ada laki-laki itu di sana.

"Diapain aja?"

"Cuma diomelin doang, kok."

Vanessa memerhatikan wajah Nando yang terdapat luka lebam dan plester dimana-mana, seperti laki-laki itu telah mengobati lukanya sendiri tadi.

"Dipukul siapa sampe bonyok gini?" tanya Vanessa sambil menyentuh pelipis mata Nando yang sobek.

"Biasa."

"Iya siapa? Temen lo si Eric?"

"Bukan."

"Jujur sama gue, siapa?"

Nando terdiam sejenak, memikirkan reaksi Vanessa jika ia mengatakan yang sebenarnya. Takutnya gadis di sampingnya ini malah khawatir pada Samuel daripada dirinya.

"Samuel, gue berantem sama dia tadi."

Seketika Vanessa membulatkan matanya, reflek elusan tangannya di wajah Nando terhenti. "Kok bisa? Kenapa?"

Dia yakin tidak salah dengar, kenapa dengan mereka berdua?

"Temen-temen gue ngilang, gue yakin itu gara-gara dia."

"Temen-temen lo?"

"Iya, Raja sama Zaky, dari hari kemaren mereka gak ada kabar, jejak mereka hilang gitu aja."

"Kenapa lo ngira itu gara-gara dia?"

Nando menghela napas. "Ya itu karena lo."

"Maksudnya? Gue gak paham."

.

Vanessa dapat keluar dari uks setelah berdalih untuk membelikan Nando makanan ke kantin, kenyataannya dia malah berlari ke kelas Samuel untuk mencari laki-laki itu.

"Di dalem ada Samuel gak?" tanya Vanessa pada sekumpulan anak laki-laki yang berada di luar kelas, dia mengintip ke dalam lewat jendela yang terbuka.

Salah satu anak laki-laki itu menggeleng. "Gak ada, di lab kali."

Vanessa mengangguk saja kemudian kembali berlari ke tempat di mana Samuel selalu menyendiri.

Dia tidak peduli pada Nando dan sebaliknya mengkhawatirkan Samuel. Semenjak dia tahu Nando hanya mempermainkannya, Vanessa rasanya menyesal setengah mati karena dekat dengan pemuda itu hampir seminggu ini.

Bahkan dirinya sempat ingin melupakan Samuel dan berpaling pada Nando, bisa-bisanya Vanessa berpikiran seperti itu.

Napas Vanessa terengah-engah begitu sampai di depan ruangan laboratorium, di depan ruangan yang terkunci terlihat Samuel tengah duduk di lantai dengan kepala mendongak ke atas.

Vanessa melipat bibirnya ke dalam saat salah fokus pada memar-memar di wajah Samuel, belum lagi seragam laki-laki itu yang kotor dan kusut.

'Ini yang duluan mukul siapa, sih? Gue yakin yang nyari gara-gara duluan itu si Nando, tapi kok yang paling babak belur masa dia juga, malah Samuel bisa dibilang masih baik-baik aja.'

Dengan hati-hati Vanessa mendekat ke arah Samuel, ikut duduk di samping laki-laki itu dan menatap wajahnya dalam diam.

'Dia tidur?'

Raut wajahnya yang tenang dan napas yang teratur meyakinkan Vanessa bahwa Samuel benar-benar sedang tidur saat ini, karena itu dia semakin mendekatkan dirinya pada tubuh Samuel dan semakin intens memandangi laki-laki di sampingnya itu.

"Kalau kayak gini kamu gak keliatan galak, Sam," ucap Vanessa dengan suara kecil.

Vanessa mengeluarkan beberapa lembar plester dari saku roknya, saat di uks tadi dia diam-diam mengambil plester dan juga obat merah dari dalam kotak p3k tanpa sepengetahuan Nando.

Dengan ragu-ragu Vanessa menempelkannya pada jari telunjuk Samuel yang terlihat ada bekas cakaran, sempat terdiam dengan jantung berdebar kencang karena takut tiba-tiba Samuel terbangun dan mendorong tubuhnya, tapi sesaat kemudian dia menggelengkan kepalanya.

Itu tidak mungkin terjadi, iya kan? Samuel tidak akan pernah memberi luka fisik padanya.

Yah, kecuali luka batin, entah berapa kali Vanessa merasakannya.

Perlahan, tapi pasti Vanessa berhasil mengobati satu luka di tubuh Samuel, dia berlanjut dengan plester yang kedua, tapi Samuel tiba-tiba membuka mata dan menggerakkan kepalanya.

Sontak Vanessa menjauhkan diri, wajahnya yang panik menatap Samuel yang juga tengah menatap tajam dirinya.

"Ngapain?" tanya Samuel dengan suara sedikit serak.

Vanessa menggeleng cepat, dia meremas roknya. "C-cuma ng-ngobatin doang," jawab Vanessa sambil menghindari kontak mata dengan Samuel.

Samuel melihat jari telunjuknya yang telah tertempel plester, melirik sedikit ke arah Vanessa lalu kemudian membuang muka.

"Pergi, gue gak suka diganggu."

_

GAME OVER : Who's The Winner?[✓]Where stories live. Discover now