🧩GAME IN PROGRESS🎮 : 24

523 39 4
                                    

Sunday.

-

"Jadi, lo mau jadi pacar gue?"

"Bisa kasih gue waktu, Nan? Sehari aja," pinta Vanessa dengan tak enak hati.

Dia tidak bisa langsung menerimanya sekarang, sebab dirinya masih bingung dengan perasaannya sendiri.

Nando terdiam sebentar lalu kemudian mengangguk diiringi senyuman tipis. "Oke, gak apa-apa."

"Makasih."

.

Pukul sepuluh lewat lima belas menit Nando dan Eric meninggalkan rumah Vanessa, Melody juga sudah kembali ke rumah dengan wajah berseri-seri.

Melody menutup pintunya dan tidak lupa untuk menguncinya, begitu berbalik badan dia mendapati Vanessa tengah duduk di sofa panjang dengan pipi bersemu merah.

"Napa tuh muka? Kek kepiting rebus."

Cepat-cepat Vanessa menormalkan ekspresi wajahnya, dia menepuk-nepuk pipinya sendiri. "Gak, kepanasan dikit. Nyalain ac dong, tolong."

Jangan sampai Melody tahu kalau tadi sebelum Nando pamit pergi, laki-laki itu sempat mencium pipinya. Itulah sebabnya ada semburat merah di kedua pipinya.

Melody memutar bola matanya, meski begitu dia tetap melakukan yang disuruh Vanessa. Setelahnya dia juga ikut duduk di samping gadis itu, tiba-tiba Melody tersenyum sumringah di depan Vanessa membuat Vanessa menatapnya bingung.

"Kenapa, sih? Lebar banget senyumnya."

Dibilang seperti itu oleh Vanessa, Melody semakin melebarkan senyumnya. "Mwehehe, hubungan gue sama Eric makin baik! Mulai sekarang kita beneran pacaran!"

"Emang kemaren-kemaren bohongan gitu?" tanya Vanessa dengan alis menukik.

"Pacaran kontrak, tau gak lo?"

"Emang ada?"

"Ada lah! Nikah kontrak juga ada."

.

Waktu tidur Vanessa terganggu oleh suara bel yang terus berbunyi dan ketukan di pintu rumah, di tengah malam begini siapa yang mau bertamu?

Tidak mungkin jika sang papa pulang, sebab papanya selalu membawa kunci rumah cadangan jadi, tidak mungkin mengetuk pintu rumah. Lagipula belum waktunya papa pulang.

Jadi, siapa?

Gadis itu bangkit dari posisi berbaring menjadi duduk di atas kasur, dia menggosok kedua matanya yang terasa begitu berat. Dia menoleh pada Melody yang tidur begitu lelap, tidak tega untuk membangunkannya jadi, Vanessa turun dari kasur hendak melihat keluar sendirian.

Vanessa melangkah dengan hati-hati menuruni tangga sambil menahan rasa kantuknya, saat dirinya berada di anak tangga terakhir suara-suara yang berasal dari luar rumah tersebut tidak lagi terdengar.

Dia menghampiri pintu depan dan membuka kunci, begitu pintu terbuka lebar tidak ada siapapun di sana, hanya ada kotak kardus ukuran sedang di depan pintu.

"Emang ada kurir anterin paket jam segini?" tanya Vanessa pada dirinya sendiri, dia menggaruk pelipisnya mengingat bahwa dia memang memesan barang lewat aplikasi dan tidak menduga datang di waktu seperti ini.

Tanpa merasa curiga dan aneh, Vanessa meraih kotak tersebut untuk di bawa ke dalam rumah. Saat diangkat, Vanessa merasa isi di dalamnya begitu ringan.

"Apa tuh?"

"Anjing!"

Sosok Melody tiba-tiba muncul saat Vanessa membalikkan badannya, reflek gadis itu melempar kotak yang ada di tangannya.

Tadi kan Melody tidur, kenapa bisa ada di sini?

Kotak itu melayang di udara lalu terjun dan mendarat dengan keras di lantai dekat kaki Vanessa.

"Ish! Ngagetin aja!" dengus Vanessa, gadis itu berjongkok dan memeriksa kondisi kotak tersebut yang sedikit penyok.

Melody ikut berjongkok sambil menguap lebar, dia menatap benda di yang dipegang Vanessa dengan mata sayu. "Ya maap."

"Ambilin gunting dong, Mel," pinta Vanessa yang kesusahan membuka selotip yang begitu banyak terpasang di kardus tersebut.

"Di mana?"

"Tuh, atas galon."

"Nih." Melody kembali dan menyerahkan sebuah gunting pada Vanessa.

Gadis itu dengan telaten membuka satu-persatu selotip yang membungkus hampir seluruh sisi kotak kardus tersebut, saat dirinya mengangkat benda tersebut untuk berada di pangkuannya, Vanessa merasa ada sesuatu yang merembes dari dalam sana.

Vanessa hanya membeli sebuah rok span panjang, tapi kenapa ada rembesan air? Jangan-jangan paketnya tertukar?

"Kalau bom gimana tuh, Ness?" celetuk Melody.

"Ya, meledak lah, trus mati. Berharap apa lo?"

Setelah dua menit berlalu, akhirnya Vanessa berhasil melepas semua selotipnya. Dengan rasa penasaran yang menggebu-gebu, dia membuka kotak tersebut dan melihat apa isinya. Melody pun sama penasarannya.

Kedua mata Melody yang semula terlihat sayu dan sulit terbuka lebar karena tak tahan dengan rasa kantuk, seketika melotot lebar. Gadis itu merangkak mundur dengan dada yang berdegup kencang.

"I-itu ..." Melody terbata-bata, tiba-tiba kedua tangannya bergetar dan muncul rasa takut di hatinya.

Benar-benar menyeramkan! Rasanya lebih menakutkan daripada menonton film horor!

Rupanya rembesan air yang dimaksud Vanessa itu adalah darah yang berasal dari potongan tangan yang ada di dalam kotak tersebut.

Vanessa tidak bergerak sama sekali dari posisinya, kotak tersebut masih berada di pangkuannya dan dia menatapnya dalam diam.

Sebuah potongan tangan kanan tanpa jemari yang dari sebatas siku berada di dalam kardus yang penuh dengan darah segar, aroma khas besi berkarat menyeruak hingga membuat Melody merasa mual.

"Buang, Ness! Jangan diem aja!"

Vanessa tidak mengindahkan perkataan Melody, justru ia semakin intens menatap potongan tubuh manusia itu. Dari lengan hingga punggung tangan dipenuhi oleh luka sayatan yang memanjang, di telapak tangannya pun terukir sebuah kata.

Sorry.

Vanessa tidak mengerti apa artinya dan milik siapa tangan ini, tapi yang pasti dia tahu siapa orangnya.

"Maaf buat apa?" gumam Vanessa keheranan.

-

GAME OVER : Who's The Winner?[✓]Where stories live. Discover now