TB15 - Setetes Embun

22K 2.8K 2.2K
                                    

Kalian excited nggak kalau ada versi novel Tanah Baghdad? :)

Tekan tombol bintang di pojok kiri bawah dan tinggalkan jejak berupa komentar yang baik.

Tiket menuju part 16: 1.4K vote + 1.4K komentar

"Bahkan saat Nabi Musa as

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bahkan saat Nabi Musa as. diminta Allah berhadap-hadapan dengan manusia terkejam di muka bumi bergelar Fir'aun, firman yang turun dari-Nya: "Maka bicaralah kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. Mudah-mudahan dia ingat dan takut. "

-Wattpad Tanah Baghdad by frasaberliana-

***

Keisya mengeringkan tangan dengan handuk. Dia sudah menyikat gigi, cuci muka, dan mengambil wudu. Langit di luar jendela kamar masih gelap gulita. Sang penjaga Al-Qur'an tidak menjadikan masa haid sebagai halangan untuk mendekatkan diri pada Allah. Dia tetap bangun di sepertiga malam. Dipakainya mukena untuk menutup aurat. Dia ingin mendapat keutamaan hikmah menjaga wudu, meski tidak dapat menghilangkan hadas dalam dirinya.

Mengingat mimpi buruk yang kemarin datang, Keisya tidak mampu menyembunyikan gelisah yang masih menyerang. Dia kuatkan zikir di ruas-ruas jarinya sampai dia mampu mendengar sendiri suara dari bibirnya yang mengucap kebesaran Allah.

Musaf Al-Qur'an yang kali ini tidak bisa dibawa ke dalam pelukan dia tatap dengan nanar. Setelah menikah dan tinggal di Jakarta, ada beberapa hal yang harus dia sesuaikan. Keisya masih harus banyak belajar mengatur waktu untuk berduaan dengan hafalan Al-Qur'an di hatinya.

Jalan cinta yang dipilihnya tak bermain-main dalam memecahkan fokusnya kepada Al-Qur'an. Rumah dua lantai ini tak memiliki masjid dengan pengeras suara yang selalu melantunkan murotal Qur'an. Tidak ada pula mahasantri yang lalu lalang sambil membicarakan materi pengajian. Tentunya tidak ada Umi yang selalu berkata, "Mbak Eca sudah muroja'ah?"

Dia alihkan pandangannya dari jendela menuju ke suaminya yang tidur pulas. Dia pun berlutut di samping ranjang dan awalnya sedikit takut mengelus pipi suaminya. Keisya berniat membangunkan Fikra untuk solat tahajud, walau hari ini Keisya tak bisa membersamainya. "Bismillah, assalamu'alaikum, Fikra," panggilnya dengan suara lembut.

"Fik, bangun, yuk. Solat tahajud."

Laki-laki yang merasa tidurnya terganggu segera membalikkan tubuh dan melenguh.

Keisya bangun dan berpindah posisi ke seberang. Dia naik ke kasur, duduk, dan sedikit merunduk. "Sayang, dua rakaat saja. Mau nggak?" Kali ini dia ucapkan sedikit berbisik di dekat telinga Fikra.

Sebagai muslimah yang telah menjadikan salat di sepertiga malam sebagai kebutuhan, Keisya sedikit menghela napas. Meninggalkan solat malam sudah terhitung fatal di dalam keluarganya. Sekalipun, rutinitas itu bukan termasuk ibadah wajib di agamanya. Umi dan Abah telah berhasil menghadirkan rasa butuh di hati anak-anaknya akan keberkahan solat malam yang sangat sayang untuk ditinggalkan.

TANAH BAGHDADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang