Bab 2

337 70 4
                                    

“Kulitmu benar-benar halus.” pria itu memberinya pujian yang berasal dari kejujuran. Dan tentu saja berhasil membuat sang wanita tersipu malu.

Detik demi detik terlewati, embusan angin mulai membelai punggungnya yang polos. Wanita itu merasakan bagian tersebut dikecup oleh pria itu. Bukan hanya sekali, namun berulang di tempat yang berbeda. Kedua matanya terpejam erat, mencoba merasakan sensasi dari sentuhan yang akrab di indera perabanya.

“Maukah kau menikah denganku?” wanita itu tidak menjawab, mulutnya memang terbuka namun tidak untuk mengeluarkan kata yang dinantikan oleh sang pria.

Wanita itu baru saja tertusuk, sebuah tusukan yang tidak memberikan rasa sakit. Tubuhnya terguncang pelan di atas tempat tidur dengan peluh yang mulai melapisi kulit putih nan mulusnya. Wanita itu menatap sang pria dengan sorot mata sayu, namun berhasil mencambuk gairahnya hingga beberapa kali lebih besar.

“Aku tidak menerima penolakan, jadi kupikir jawabanmu tidak lah penting.” pria itu kembali berbisik sementara sang wanita hanya bisa mengangguk mengiyakan.

Rasanya, aku takut kehilangan raga ini. Perasaan ini, dan setiap kenangan di dalamnya.

.

Sasuke memaksakan kedua kelopak matanya terbuka tatkala mimpi yang ia arungi semakin terasa nyata. Saat itu Sasuke tersadar jika tubuhnya mengeluarkan banyak peluh, serta nafasnya teramat tidak beraturan.

“Apa itu?” tanya Sasuke merujuk pada peristiwa samar yang barusan singgah di alam bawah sadarnya.

“Aku seperti pernah mengalaminya.” tuturnya dalam kebingungan yang kentara.

Sasuke berusaha mengingatnya lagi, terutama wajah wanita dalam mimpinya tersebut. Tapi semuanya hanya kilasan buram yang benar-benar membuatnya ngeri. Ia merasa dirinya seperti berada di alam lain, atau mungkin di sebuah tempat tanpa ujung.

Pria itu berusaha menggerakkan tubuhnya, namun seketika rasa sakit di sekujur tubuhnya mulai terasa. Sasuke terdiam merenung, ia mencoba mengingat kejadian sebelum dirinya benar-benar terbaring di sini.

Semalam dirinya hendak pulang, namun di tengah perjalanan tiba-tiba belasan orang menghadang mobilnya hingga kemudian terjadi penyerangan secara brutal.

Sasuke ingat semua kejadian itu. Juga wanita itu.

“Sasuke, kau sudah sadar?”

Seorang wanita tua datang dan menghampiri ranjang di mana Sasuke terbaring. Wanita itu duduk di atas kursi roda, di mana seorang gadis cantik bertugas mendorongnya.

Wanita tua itu adalah Ibunya, dan gadis yang mendorong kursi roda itu adalah putri angkatnya.

“Juugo— apa dia masih hidup?” Sasuke teringat kondisi bawahannya yang lebih parah dibandingkan dirinya.

Wanita itu menghela nafas lelah, meski dalam kondisi terlemahnya pun Putranya itu masih memikirkan kondisi orang lain.

“Paman Juugo mengalami koma.” Sarada menjawab pertanyaan ayahnya sebagai perwakilan dari sang nenek.

Mendengar itu tubuh Sasuke semakin lemas. Juugo adalah orang kepercayaannya, lelaki itu juga sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Maka ketika mendengar bagaimana keadaan lelaki itu sekarang, Sasuke ikut tidak karuan.

“Sarada sayang, bisakah kamu keluar dan panggilkan dokter?” pinta Mikoto pada cucu perempuan satu-satunya itu. Gadis itu mengangguk, dan kemudian pergi meninggalkan kamar tersebut untuk memanggil dokter.

“Bagaimana caranya Ibu menemukan aku?” pria itu bertanya tanpa menatap wajah ibunya yang terlihat sendu mengamati kondisi tubuhnya saat ini.

Wanita tua itu terisak pelan, “Ibu tidak menemukanmu.”

Across The Sea Of TimeWhere stories live. Discover now