11. Mata-Mata Dena

17.2K 643 7
                                    

"Pa, mama udah meninggal sepuluh tahun yang lalu!"

Teriakkan Gerald kali ini sukses membuat mata Gara terbuka sempurna. Ekspresi terkejutnya bertambah seribu kali lipat kala menyadari bahwa kini ia memeluk tubuh Pearly. Dengan gerakan spontan Gara melempar tubuh Pearly hingga jatuh dari sofa.

Pearly yang masih pulas sontak berjengkit kaget saat tubuhnya terlempar. Ia meringis ngilu seraya mengelus bokongnya yang linu akibat bersentuhan langsung dengan lantai.

"Aduh, Pie kenapa dilempar sih?" racaunya.

Gara kehabisan kata-kata, seluruhnya berantakan. Bahkan ia tidak tahu harus bagaimana sekarang. Linglung, itu yang Gara rasakan. Ia merasa berdosa karena telah tidur bersama anak gadis orang lain.

"P-Pie ngga apa-apa? Semalaman saya nggak ngapa-ngapain kamu kok! Saya serius!" Omongannya terbata-bata, terlebih kini Pearly menatap nanar dirinya.

"Huwaa, sakit tauk Om baru bangun langsung dilempar! Emang Pie apaan? Bantal?!" jeritnya seraya bangun dari posisinya.

Lepas dari itu semua, sedari tadi pandangan Gerald hanya terfokus pada piyama yang digunakan Pie. Piyama tipis berantakan yang membuat belahan dada gadis itu terpampang jelas oleh mata telanjang. Pikirannya tidak bisa positif, terlebih kini Gara haya memakai kaus oblong tipis dan celana pendek.

"Kalian habis ngapain semalam?!" tanya Gerald dengan nada menginterogasi.

Gara yang masih panik pun bertambah panik, raut wajahnya bak maling yang tertangkap basah.

"Papa nggak ngapa-ngapain Ge! Papa juga nggak sadar!" Kini atensi Gara beralih pada Pearly yang justru bingung apa yang terjadi di sini.

"Pie, saya minta maaf, ya? Saya khilaf, kamu boleh kok mengadukan ini pada---"

"Ngapain ngadu? Emang Om ngapain?" balas Pie menyela ucapan Gara.

"S-saya, 'kan udah tidur sama kamu," jawab Gara gugup.

Alih-alih panik, Pearly justru tertawa. Ekspresinya tentu membuat bingung Gara dan Gerald. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Pearly? Mengapa gadis itu tidak panik seperti Gara ketika mengetahui dirinya sudah tidur berdua dengan laki-laki yang bukan mahramnya?

"Ly, sakit lo? Kok malah ketawa?" tegur Gerald.

"Hahaha! Ya iyalah gue ketawa! Muka kalian panik banget, padahal mah biasa aja."

"BIASA AJA?!" Gara dan Gerald menjerit bersamaan, menarik atensi beberapa asisten rumah tangga yang kebetulan melintas.

"Ya iya, lagian cuma tidur kok. Makanya punya pikiran tuh, jangan negatif mulu!" Menyadari hari sudah pagi, lantas lirikan mata Pearly berpindah ke arah jam dinding besar yang terpajang di sisi tembok.

Jam menunjukkan pukul 6.30, tidak mau terlambat datang ke sekolah lantas Pearly mengabaikan dua laki-laki itu dan memilih untuk bersiap sekolah. Kepergian Pearly membuat Gara semakin bersalah, ia tahu bahwa kini Pearly takut tetapi hanya ditutupi oleh rasa tidak enak hati.

Mungkin saja gadis itu takut menyinggung perasaannya, oleh sebab itu ia memilih untuk mengabaikan masalah ini. Karena bagaimanapun Pearly itu masih gadis, sudah tentu tidur dengan pria lain akan membuatnya terkejut.

Gara menepuk bahu Gerald yang masih memandangi kepergian Pearly, lantas membuat perhatian Gerald tertuju padanya.

"Kamu antar Pie ke sekolah. Papa udah telat datang ke kantor."

"Lho, tapi Gege mau bareng---"

"Kalea?" serobot Gara membuat Gerald kikuk saat itu juga.

"Kamu itu dijodohinnya sama Pie. Sudahlah, tinggalkan saja perempuan tidak jelas itu." Setelah mengatakan itu, Gara pun melenggang dari sana. Menyisakan rasa kesal di hati Gerald.

TAKEN YOUR DADDY [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang