🏐 Bagian 7 : Barista cantik, Liza

54 14 6
                                    

"Aku ingin berlari bersamamu, teman. Maka, tetaplah berdiri di sampingku."

_Ghastan Nevalion_

***Weekend adalah hari di mana Ghastan harus full di rumah melaksanakan pekerjaan yang diperintahkan oleh Shanum, Gardana, maupun Shaka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***
Weekend adalah hari di mana Ghastan harus full di rumah melaksanakan pekerjaan yang diperintahkan oleh Shanum, Gardana, maupun Shaka. Menghabiskan waktu dengan keluar bersama teman-teman? Itu jarang sekali remaja itu lakukan saat tidak bersekolah. Dari dulu, Shanum sama sekali tidak mau sesekali pun mencoba mempekerjakan pembantu di rumah. Beliau adalah wanita yang suka melakukan pekerjaan sendiri dengan tangan kosong atau justru karena dia memiliki  Ghastan untuk dipekerjakan.

Ghastan mengepel seluruh ruangan dan membersihkan sarang laba-laba yang terlihat di langit-langit pelapon rumah, dengan Shanum yang berada di dapur. Dengan senang hati, Ghastan melakukan itu, pasalnya membersihkan sarang laba-laba mengharuskannya untuk meloncat tinggi untuk menggapainya. Tahu apa artinya ini? Melatih kaki meloncat setinggi-tingginya.

"Ghastan, kamu ke warung sana beli sabun cuci piring. Jangan pake lama."

Ghastan menoleh saat Shanum datang menaruh selembar uang 10 ribuan di atas meja ruang tamu. Dalam sekejap, dia pun kembali pergi menuju dapur lagi. Selesai tak selesai pekerjaannya, sekarang dia harus pergi ke warung secepatnya.

Setelah selesai membeli apa yang diperintahkan bundanya, dia pun langsung menjalankan motor, kembali ke rumah. Akan tetapi, saat Ghastan melirik kaca sepion, pandangannya salah fokus oleh sebuah mobil yang dia rasa sejak keluar dari rumah mobil itu seakan membuntutinya. Remaja itu berusaha untuk biasa saja. Takutnya ini hanya perasaannya saja. Di tengah-tengah jalan aku menjumpai Liza sedang berdiri dengan berkacak pinggang sambil menggerutu.

Ghastan menghentikan motor tepat di samping Liza, namun gadis itu untuk beberapa saat tidak menyadari kedatangannya. "Dunia emang udah tua sampe-sampe orang peduli aja dibilang naksir." Pernyataan itu keluar dari mulut Liza.

"Siapa, Za?" tanya Ghastan bersuara membuat Liza tersentak kaget. Dia pun menggeplak Ghastan, kesal. "Kaget, ya Allah! Kayak dedemit lo, Tan, tiba-tiba nonggol!"

Laki-laki itu pun terkekeh. "Dedemit, apaan, tuh?"

"Setan!"

"Kebangetan sih, nggak denger suara motor berhenti. Padahal, jaraknya aja nggak sampe 5 kaki. Serius dah, lo lagi ngegerutuin siapa?" ujar Ghastan bertanya.

"Noh, anaknya Pakde Juki. Pamer lo katanya nolongin dia dua hari berturut-turut." Liza berjulid.

"Ririn, ya? Padahal, gue cuma manggil namanya pas hampir ketabrak, doang." Liza langsung mendelik. "Nah, itu contoh-contoh manusia prik," ucapnya mendengus malas.

Ghastan mengamati dari ujung kaki sampai ujung kepala gadis itu. Dia terlihat seperti akan bepergian dengan kemeja kotak-kotak disertai tas sportnya. Pesona tomboy gadis itu terpancar jelas di mata orang-orang. Apa karena dia pemain voli, maka tampilannya seperti anak laki-laki? Akan tetapi, melihat teman-teman tim putri lainnya tidak seperti ini juga.

Me and volley smash [Hiatus]Where stories live. Discover now