06;

16 4 1
                                    

" Kenapa kalian tidak becus sekali dalam bekerja?!! " Sentak seorang laki laki berbadan besar. Enggar hanya diam terpaku tidak bisa melakukan apa apa. Tidak hanya sendiri ada beberapa teman di samping nya yang juga ikut merasakan suasana tegang itu.

" Maaf pak...tapi memang sebelumnya pelanggan berpesan makanan sesuai keinginan jadi kami turuti saja pak " Enggar hanya menjawab seadanya jika memang di jelaskan kronologi nya, teman temannya pun tau bahwa yang salah memang pelanggan yang berpesan karena disana juga mereka yang melayani pesanan tersebut.

" Iya pak kita semua yang melayani pesanan itu jadi- "

" SAYA TIDAK BUTUH PENJELASAN APAPUN!" 4 karyawan itu sontak terkejut dengan bentak an dari bos nya. Suaranya menggelegar di seluruh ruangan dapur belakang restoran. Hatinya memanas. Pikirannya semrawut. Semua dadakan terasa begitu menjengkelkan untuk Enggar rasakan bersama dengan teman teman.

" Saya harap kalian tidak mengulanginya seperti itu lagi! Jika ada yang mengcomplain...gaji akan saya potong 50% " kalimat demi kalimat satu persatu mereka cerna. Telinga nya pun mendengar kata-kata itu dengan penekanan dan tidak ada kata becanda. Mereka hanya menghela nafas berat dengan dada yang sesak.

Tak lama badannya menghilang dari pandangan mereka dan diakhiri dengan suara pintu yang ditutup keras yang membuat karyawan disana hanya menunduk ketakutan.

" Pfttt...bayi kok mesen level 5 apa kaga bludag tuh perut " saut Aksa. Laki laki dengan tingkah konyol membuat semua orang cukup terhibur dengan tingkahnya tapi tidak dengan kewarasannya. Aksa tipe orang yang jika waras membuat semua orang takut. Itu karena seperti bukan Aksa. Haha.

" Jangan gitu... Apapun juga dia tetaplah orang tolol berlogat bego berotak dajjal dan beraga monyet"  itu Edwan. Seorang berlidah tajam dengan tampang sok cuek. Jika dia sedang kesal memang tak bisa mengamuk tapi cukup menghancurkan hanya sepatah satu kata dua kata.

Sedangkan Arta dan Cafi hanya terdiam lelah dengan semua pekerjaan. Mereka adalah orang dengan hati penyabar. Tak seperti temennya,mereka berdua entah memiliki seluas apa kesabarannya.

Tak kalah jenuhnya dengan Enggar, dia sembari tadi hanya terdiam entah memikirkan kesalahan mana yang baru saja ia lakukan pada pekerjaannya.

Pikiran yang dadakan berhenti di tengah tengah kebingungan Enggar berusaha untuk tidak membuang waktunya. Ia bergegas langsung membersihkan tempat pelayanan yang sudah ditinggal dengan sisa piring kotor di meja.

"Apa kita bisa bertahan terus seperti ini?" Kata katanya terlontar begitu saja dari mulut Cafi. Ia terlanjur lelah dengan batinnya sendiri. Mau pun ia berhenti dari pekerjaan tersebut tak bakal juga ia bertahan hidup. Tak ada siapapun orang yang mengayomi dirinya.

"Udah gak usah dipikir...apapun juga itu hanya kesalahan kecil jangan dibuat serius lah..." Arta tak kalah mendamaikan keadaan yang baru saja memanas. Perbedaan dua manusia ini ada di otak. Cafi orang yang sangat overthingking dengan hal hal sensitif seperti kejadian tadi.

Sedangkan Arta manusia dengan berpikiran dewasa dan memiliki aura penenang di situasi genjar genjarnya api permasalahan. Ya seperti itulah.

Denting lonceng menandakan kedatangan seseorang pada restoran kecil itu. Edwan yang menjadi penjaga kasir menyipitkan matanya untuk melihat siapa itu. Seorang siswa dengan pakaian SMA menghampiri ke tempat meja kasir.

"Selamat datang ada yang bisa kami bantu" cakap singkat Edwan. Jujur saja ia canggung entah kenapa (•0•~)

"Emm saya hanya memesan minuman hangat saja" tak ingin lama berbincang siswa itu hanya menjawab seadanya.

"Hanya minuman saja? Tidak sekalian dengan makanan? Kami sedang memili-" ucapan terputus ketika siswa itu memotong ucapan Edwan. Karena takut cukup mengganggu Edwan cukup mengiyakan saja.

Arden Bagaswarha Where stories live. Discover now