02;

18 6 0
                                    

Setelah menenangkan pikiran di rumah sahabatnya, Arden langsung bergegas pulang karena kali ini dia benar benar telat untuk pulang.

21: 37.

Jangan di tanya mengapa ia telat pulang karena di rumah Satriyo dia benar benar merasa kelelahan setelah beraktivitas di sekolah, sampai sampai tidak sadar bahwa dirinya tertidur pulas dalam waktu yang cukup lama.

" Gw pulang dulu Sa... Makasih ya dan maaf-" belum sempat menyelesaikan ucapannya, omongannya terpotong karena Satriyo langsung memeluk hangat tubuh laki laki itu.

" Yaelah kayak sama siapa aja " dia memeluk erat tubuh gagah sahabatnya. Semua ketenangan dan kehangatan ia saluran untuk sahabatnya , Arden.

" Jangan nangis terus bro...nanti makin jelek tuh wajah malah kalah saing ganteng nya ama gw " pelukan tersebut lepas secara perlahan dan sindiran pun tak kenal ia berikan pada Arden.

" Huhh kampret lu emang " kali ini Arden tidak mau berdebat, karena beradu mulut dengan Satriyo cukup menguras tenaga.

" Ya emang gw ganteng kan? " Goda wajah Satriyo yang membuat bulu kuduk Arden merinding.

" Iye ganteng banget kayak Kim Jong Un " tak kalah pedas nya dengan omongan Satriyo. Arden langsung menyalakan motor nya dan langsung pergi dari halaman rumah Satriyo.

" Shittt! Ganteng ganteng kayak gini malah di bilang Kim Jong Un " ujar Satriyo malas yang kini sedang berdiri menunggu sahabatnya pergi dan menghilang di belokan jalan.

Selama perjalanan menuju rumah, Arden tak berhenti berpikir bagaimana omelan itu ia terima untuk kesekian kalinya. Dia hanya berpasrah diri saja saat hati nya merasa sakit mendapati omongan dari orang yang tak pantas ia dapati menyakiti hatinya, tidak masalah jika itu orang lain tapi ini mama, orang yang seharusnya ia mendapatkan kasih sayang lebih dari apapun itu.

Baru memasuki pekarangan rumah, hati Arden sudah merasa khawatir dan tidak enak. Karena ia melihat mobil sang mama terparkir rapi di garasi rumah miliknya.

Dia berjalan gontai memasuki rumah. Karena jujur saja badannya lemas dan dingin setelah melawan angin kencang saat mengendarai motor dengan kecepatan di atas rata-rata.

" A-assalamualaikum " salam Arden dengan suara terbata-bata.

" Waalaikumussalam, wahh anak ayah udah pulang " itu ayah yang duduk di sofa ruang tengah sambil menonton tv.

" Loh? Kok ayah udh pulang? " tanya Arden setelah mengecup punggung tangan milih sang ayah.

" Oh iya ayah ambil libur 3 hari "

" Trs...? Emm mama mana? Kok mobilnya ada di garasi? " Lirik kiri kanan Arden untuk memastikan keberadaan mama nya. Ayah yang melihat anak nya seperti ketakutan pun hanya tersenyum sambil mengelus pundak sang anak.

" Santai aja mama tadi minta gantian mobil sama ayah terus pulang besok karena ada meeting dadakan jadi wajar mama jarang di rumah " persingkat ayah yang masih fokus pada layar tv. Arden hanya menghela nafas lega karena tidak ada mama, bukan berarti ingin mama pergi dari kehidupannya melainkan ia hanya ingin hatinya sembuh dari omongan omongan tajam itu.

" Arden udah makan? Tadi ayah beliin kamu mie ayam tapi kamu nya malah gak pulang pulang jadi terpaksa mie ayam nya suruh ayah bibi makan saja, gak apa apa kan? Bilang aja Arden mau apa biar ayah beliin " terlihat jelas tatapan sang ayah begitu tulus menatap Arden. Entah kenapa hatinya tergores di saat kata kata itu keluar dari mulut sang ayah.

" Arden gak mau apa apa yah... Arden cuman pingin istirahat " tak sadar ia cepat cepat menghapus air matanya yang hampir saja mau keluar. Ayah yang melihatnya pun terkejut tidak main karena bukan pertama kalinya ia melihat Arden sedang menahan nangis.

" Ya Allah Arden gak apa apa? Sini cerita sama ayah jangan di tahan nak " dengan sigap sang ayah langsung memeluk erat tubuh anak tersebut dan tak lama Arden menumpahkan semua rasa lelah, kecewa, sakit, pada pelukan ayah. Arden lagi lagi menangis, bukan karena apa di saat orang yang Arden sayangi memeluk raga dirinya semua suasana begitu berubah menjadi haru.

Bukan menjadi alasan, Arden memang butuh kasih sayang lebih dari orang orang sekitar. Tangan renta milik sang ayah perlahan mengelus punggung Arden yang makin lama makin sesak untuk saat ini.

" Anak ayah kenapa? Capek kenapa nak? Arden sakit? Bilang sama ayah mana yang sakit? " Setelah melepas pelukan dari Arden, Arden dengan cepat menghapus sisa air matanya. Ayah begitu sakit melihat sang anak yang memiliki banyak sekali beban dan tekanan dari sang mama. Padahal ayah dengan tegas melarang istrinya untuk mengatur Arden. Ya jelas karena aturan yang di buat oleh istrinya itu benar membuat Arden kewalahan dan sering sekali kena omel.

Arden hanya tersenyum dan langsung membaringkan tubuhnya di pangkuan sang ayah. Sakit. Arden berusaha terlihat baik baik saja walau di mata sang ayah itu mungkin sangat menyakiti diri Arden.

" Ayah makasih untuk selalu ada di samping Arden, makasih banyak ayah " Arden hanya bisa mengatakan itu saja karena jika diutarakan perasaan itu tak cukup bagi dia.

Ayah hanya tersenyum pilu melihat anak nya tumbuh dengan banyak sekali luka yang ia rasakan sendiri. Ayah memang sering sibuk apalagi ia akhir akhir ini perusahaan nya sedang berkembang pesat. Jadi bisa di katakan tidak ada waktu untuk meluangkan kebersamaan bersama keluarga.

" Maafin ayah Arden...maaf kalo ayah sering sibuk dan kurang perhatian, kalo ada apa apa bilang ya nak, ayah gak mau kamu kenapa napa " tegur ayah. Tangan nya tak berhenti mengelus badan anak satu satunya yang sedang berbaring itu.

Arden hanya tersenyum, dia sangat berterima kasih untuk hari ini karena ia benar benar mendapatkan kehangatan penuh dari orang yang ia sayangi. Walau tidak sama sekali dari sang mama. Dia benar benar berterima kasih, sangat sangat berterima kasih.

Sesak.

" Tuhan makasih untuk hari ini "







Haha moga aja dapet ya ama feel ceritanya...maaf kalo alurnya sedikit gak nyambung plus kesalahan/typo...jangan lupa vote dan komen yahh😔💋

Arden Bagaswarha Where stories live. Discover now