Chapter 24

71 31 159
                                    

⚠️ Sebelum membaca alangkah baiknya vote terlebih dahulu—
Dan kalo mau lebih baik lagi, tinggalkan komenan kalian di setiap paragraf okeiii??

Thank you🤍

Udah pada senyum belum??

—Salam bahagia semua😙

_
_
_

Happy reading 🍇

Hersan berdecak seraya menyimpan handphonenya dengan kesal. Tadi di sekolah, sehabis bel pulang berbunyi, cowok itu segera menuju kelas 10 IPA 3 berniat ingin menemui gadis yang ia beri nama 'cewek pesek' di kontaknya itu.

Tapi sesudah tiba disana, ia tidak menemukan cewek itu. Bahkan, tidak menemukan salah satu penghuni IPA 3 satupun. Alhasil Hersan hanya bisa mendengus, takut Zalva marah padanya.

Hersan mengusap wajahnya sembari memencet kembali tombol call. Namun, lagi-lagi panggilan telponnya tidak ada jawaban membuat Hersan berdecak kembali.

"Anjir gue frustasi!" umpat Hersan mengusap wajahnya.

Hersan kembali meng spam kontak itu tak pantang menyerah walau chat yang sedari tadi ia kirim tak kunjung dibaca.

Beberapa saat Hersan terdiam melihat sekeliling kamarnya yang sunyi.

"Anjir! Kok gue ketar-ketir gini," gumamnya sambil melempar hp itu ke arah kasur. "Gak, bukan gue banget ini mah, bodo amat kalau dia ngambek, kenapa gue harus peduli?" ujarnya terkekeh samar.

Hersan meninju-ninju pelan kursi yang ia duduki sembari mengulum bibirnya. Ia kok jadi gini? Padahal Hersan tipe orang yang bodo amatan banget alias cuek. Lah ini, kenapa cuman telat balas chat Zalva kok sampe ketar-ketir gini? Gak bener ni.

Hersan menggeleng kemudian berdecak kesal. "Gue ketar-ketir kek gini cuma takut fathner gue gak mau kerja sama lagi," tekan Hersan meyakinkan dirinya.

Hersan merebahkan tubuhnya di kursi itu sembari menepuk-nepuk pelan keningnya. "Anjir! Gue dikenal sebagai cowok cuek cok!" ujarnya kesal lalu bersila kembali di kursi itu.

"Peduli gue gak boleh berlebihan anjir!"

(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)

"Mah, Zalva mau bicara sebentar sama Mamah," ujar Zalva menahan pergerakan Mamahnya yang mau beranjak dari sofa.

"Tumben minta izin segala." Hana mendudukkan kembali dirinya disamping Zalva. "Sini, mau curhat apa anak Mamah ini?" Hana tersenyum membuat Zalva ikut menarik sudut bibirnya.

Hana mengusap rambut Zalva menunggu sang anak berbicara.

"Mah," panggil Zalva.

"Iya?"

"Zalva tau, Papah ada di Jakarta," ujar Zalva setelah beberapa saat menimang-nimang ucapannya.

Hana seketika memberhentikan usapannya membuat Zalva menoleh ke arah Mamahnya yang sedang memakai kemeja merah itu.

"Zalva lihat Papah ada di sekolah Mah, bahkan—" Zalva menggantungkan ucapannya membuat tubuh Hana menegang namun berusaha ia tutupi dengan wajah tenangnya itu.

STORY HERZAWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu