Chapter 8

1 0 0
                                    

Aafi berjalan masuk ke dalam rumah mewah kakek nenek dari papanya. Jordan Keane, ayah dari Aafi yang saat ini menetap di Belanda setelah bercerai dengan ibunya, 9 tahun lalu. Ya, Aafi anak dari korban broken home karena kesalahan ayahnya yang berselingkuh. Meyden Yuanita, ibu dari Aafi yang saat ini menetap di pulau Kalimantan mengurus bisnis perhiasannya bersama dengan keluarga besarnya.

Sesekali, Meyden mengajak Aafi bertemu dan mengirimkan uang saku ataupun kebutuhan Aafi yang tinggal bersama mantan mertuanya. Jika membicarakan tentang broken home, kini Aafi merasa dirinya sudah mulai sembuh dari bayang-bayang perceraian orang tuanya. Hatinya sudah terlalu mati untuk terus memikirkan hal yang tidak perlu ia pikirkan. Semuanya sudah terjadi bukan? Dan tidak ada yang bisa Aafi lakukan saat ini selain menerima nasib hidupnya.

"Sudah pulang, sayang?" sapa Omara, sang nenek yang masih terlihat sehat dan bugar diumurnya yang menginjak kepala 6.

Rumah besar dan mewah ini terasa sangat hampa dan tidak hidup, karena hanya diisi oleh Aafi, Omara, Duce sang kakek dan beberapa asisten rumah tangganya.

"Sudah, Ma." Jawabnya kepada Omara.

"Baiklah, bersihkan dulu tubuhmu, nanti Oma siapkan makan malam."

"Aku hanya ingin susu, nanti suruh maid yang antarkan."

Omara mengangguk. "Baiklah. Oma siapkan sayang."

Walaupun tidak tinggal dengan orang tuanya, tapi Aafi memiliki attitude yang baik karena diajarkan sedari kecil untuk sopan santun. Sebelum menginjakan kakinya ke tangga, Aafi mencium kening Omara untuk mengucapkan selamat malam dan beristirahat.

"Where are you going, dude?" Duce, kakeknya yang berasal dari Belanda baru saja keluar dari kamar.

Aafi tersenyum dan menghampiri kakeknya sambil memeluk sekilas. "Sorry, Aafi baru selesai latihan basket," ucapnya menjawab pakai Bahasa Indonesia.

Duce tentu saja mengerti apa yang dikatakan oleh Aafi, hanya saja ia tidak bisa menjawabnya dengan lidah bulenya itu. "Oke. Good night boy."

Aafi melambaikan tangannya untuk berpamitan jika ia akan pergi ke kamar saat ini juga. Seperti itulah rutinitas malam Aafi yang harus ia lakukan. Sepertinya ia masih harus bersyukur karena memiliki kakek dan nenek sehebat Omara dan Duce. Tapi dibalik itu semua, Aafi masih benci dengan kehadiran Jordan sang ayah jika kembali ke Indonesia. Entahlah, Aafi masih merasa tidak suka jika berdekatan dengan Jordan, bahkan email text yang diberikan ayahnya setiap satu minggu sekali ataupun pesan chatnya tidak pernah ia baca apalagi ia balas.

Sesampainya di kamar, Aafi membuka semua pakaiannya yang sudah menyerap keringatnya ketika selesai bermain basket tadi, sisalah boxer tipis yang ia gunakan saat ini.

Sesekali, Aafi masih merasakan nyeri di bahu kirinya akibat kecelakaan ketika bermain basket satu tahun yang lalu. Karena kecelakaan itu juga, Aafi tinggal kelas dan kembali duduk di kelas 11. Aafi tidak mempermasalahkan hal tersebut, lagipun umurnya masih muda, dan beruntung juga ia kembali ke kelas 11 karena bertemu dengan Deyana, pikirnya kini.

Niatnya ingin berendam air hangat harus ia urungkan karena rasa lelahnya yang benar-benar terasa. Aafi membiarkan tubuhnya yang atletis dibawah guyuran shower. Merasakan sensasi dingin membelai tubuhnya yang benar-benar lelah. Setelah kegiatan mandinya selesai. Aafi memakai baju, dan meminum susu yang sudah tersedia di mejanya, mematikan lampu dan langsung merebahkan tubuhnya yang lelah diatas kasur.

Mengingat sesuatu, Aafi membuka ponselnya berharap ada pesan masuk yang ia tunggu-tunggu, apalagi jika bukan pesan dari Deyana.

"Heh, yakin gak mau bales chat gue? Oke, habis lo di kelas besok," ucapnya dengan senyum kecil.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 20 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ANDREPATIWhere stories live. Discover now