[ 16 ]: Yours

523 103 12
                                    

Regulus menghindarinya. 

Paginya setelah detensi Regulus sama sekali tidak menyapa. Bahkan memandang saja tidak. Ia menganggap Audrey tidak ada. Dan itu membuat Audrey kesal. Cukup sudah, ia akan menghampiri lelaki itu. 

Makan malam telah selesai, kebanyakan dari mereka bersantai di Common Room. Tapi Audrey tidak melihat Regulus maupun teman-temannya. Ia berinisiatif naik ke kamarnya. 

"Where are you going?" Tanya Aleida melihat temannya naik ke tangga kamar pria. 

"Need to get something." Jawabnya tanpa berhenti. Ia masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk. Di dalam terdapat ketiga lelaki yang tiduran diatas kasur. Mereka serentak duduk mendengar pintu terbuka. "I need to talk to you, Black." Pinta Audrey. Ia melihat Rosier dan Barty saling tatap-tatapan penasaran. "Alone." Tambahnya. 

Keduanya langsung berdiri tanpa bertanya lebih lanjut. Samar-samar Audrey mendengar, "yes ma'am." Dari Barty. 

Pintu tertutup rapat. Audrey mengunci dan memasang mantra agar mereka tidak dapat mendengar dari luar. Regulus hanya diam memperhatikan. Audrey mendekat, "why?" 

Regulus tetap diam. "Answer me. Kau tidak bisu kan?" 

"That night was a mistake." Akhirnya Regulus membuka mulutnya. 

"So I'm a mistake?" 

No. No you would never. Regulus ingin sekali menyangkal itu, tapi bibirnya seperti membeku tak bisa menjawab. 

Audrey tambah mendekat, "tell me—please." 

Regulus memejamkan matanya. "I can't be with you. You're a—Potter." 

Gadis itu mendengus kencang, "kau baru sadar? Yes, I'm a Potter. Apa kata mereka—blood traitor? Jika aku adalah blood traitor mengapa kau menciumku?" 

"Kau duluan yang melakukan itu." 

"Yes. At first. Lalu kau." Audrey menatap kamar lelaki itu. Ini pertama kalinya ia masuk ke dalamnya. "Tell me the real reason. Why'd you have to go and lock me out when I let you in?"

Regulus kembali diam. Audrey berdecak. Ia berdiri tepat di hadapan Regulus dan mendongakkan kepalanya dengan memegang dagunya. "Speak. You don't want me?" 

I do. I do want you, Audrey. You're not the part of the problem. It's them. Audrey menyipitkan matanya. "It is your parents?" 

Regulus mengalihkan pandangannya. "Apa yang mereka bilang?" Tanya Audrey lagi. "Mereka menghampirimu?" 

No. Lewat surat. Audrey melepaskan pegangan pada dagu Regulus dan melihat sekitar. Ia pergi ke nakas sebelah ranjang pria itu. "Mana surat itu, Reg?" 

"Aud—Potter." Regulus berdiri dan bersiap merebut surat. Tapi Audrey sudah lebih dulu mendorongnya. Pelan, tapi ia merasa angin mengikuti perintahnya. "Kau bisa menggunakan sihir tanpa tongkat?" 

Alis Audrey terangkat, tangannya mulai membuka surat. "Am I?" Ia membaca surat tersebut dengan cepat. 

To Regulus, 

Apa yang Ibumu katakan di stasiun hari itu tidak masuk akal. Kau adalah ahli waris House of Black. Kau tidak bisa bergaul dengan gadis Potter. I forbid you, Regulus. Or else, you shall receive your punishment. 

Your Father, 
Orion Black. 

Setelah selesai tanpa berlama-lama Audrey meremukkan kertas itu dan membuangnya di api unggun. "Kau di Hogwarts, Regulus. Mereka tidak akan kemari dan kau tidak akan pulang. Dan ketika kau pulang, kau sudah cukup umur untuk hidup sesuai dengan keinginanmu." 

Pria itu menggeleng pelan. "You don't understand. Aku ahli waris—" 

"You're a free man! Kau seharusnya menikmati hidupmu. Ahli waris tidak dilakukan seperti ini. Kau tahanan mereka." Audrey mendekat memegang tangan Regulus. "Run away, Regulus. Run away with me." 

Mata Regulus melebar. Ia menatap mata Audrey. Bahkan Sirius tidak mengajaknya pergi dari sana. Regulus mengedipkan matanya cepat, melawan air matanya turun. "They'll find me and they'll kill me." 

"Mereka tidak akan. Mereka tidak akan berani. Kau satu-satunya ahli waris. Mereka akan memohon karena Ibumu tidak bisa hamil lagi." Regulus terdiam. Apa yang Audrey bilang semua benar. Mereka tidak disini dan sebentar lagi dirinya akan mencukupi umur legal keluar dari rumah. Perlahan Regulus menggenggam balik tangan Audrey. 

Audrey menatap tangan mereka yang terkait erat. "Please, just—jangan menyerah. Jangan menyerah pada sesuatu yang belum dimulai. Jangan menyerah padaku." Gumam Audrey diakhir kalimat. 

Tangan Regulus menangkup sebelah rahang Audrey dan mengelusnya pelan. "I'm a Black—and you're a Potter." Bisiknya. 

Audrey memegang tangan Regulus yang berada dipipinya. "I wanna be yours." Bisiknya juga. 

"Aku tidak berani layaknya Sirius." 

"I wanna be yours." 

"Aku adalah boneka mereka. Sialnya aku tidak berani melawan." Mereka adalah Walburga dan Orion. 

Audrey mendekatkan wajah mereka hingga dapat merasakan napas satu sama lain. "I just wanna be yours." 

Regulus tersenyum, kali ini bukan senyuman tipis. Melainkan senyuman bahagia yang membuat hati Audrey berdetak cepat. Regulus menyatukan bibir mereka. Ciuman mereka kali ini pelan dan penuh dengan emosi. Tangan kanan Regulus memegang pinggang Audrey dan tangan kirinya menangkup pipi. 

Setelah beberapa saat mereka melepaskan ciuman, Regulus menatap Audrey dengan binar dimatanya. "I'm yours." 

"Morning." Aleida dan Audrey bergabung sarapan di Great Hall. Audrey duduk dan langsung merasakan tangan yang memegang pahanya. Regulus. Lantas Audrey tersenyum seraya mengambil makanan. 

"Kapan lagi kita dapat melihat miss Potter tersenyum di pagi hari yang cerah ini." Barty menopang wajahnya menatap Audrey dari sebrang meja. 

Audrey tertawa kecil, "oh? Bagaimana senyumanku?" 

"Gor-fucking-geous. Bahkan Regulus sampai terpana." Puji Barty tak lupa ledekannya pada temannya. 

Sontak mereka melihat Regulus yang sendirinya tak sadar menatap Audrey. Kalimat Barty membuatnya mengedipkan mata cepat dan mengalihkan pandangannya. "Shut up." Gumamnya. Jika dilihat dari dekat maka mereka dapat melihat pipinya yang memerah. 

"Awwwee Reggie!" Rosier memanggilnya dengan panggilan ketika ia masih kecil.

Mereka tertawa, Audrey memegang tangan Regulus yang masih setia di pahanya. Regulus bisa merasakan remasan dua kali yang membuat tubuhnya menjadi lebih rileks. 

"Anyway, apakah kau sudah mengerjakan tugas yang Slughorn beri?" Tanya Audrey mencoba mengganti topik agar kekasihnya tidak ngambek. 

Mata Barty dan Aleida membesar. "Tugas apa?!" Tanya mereka bareng. 

"You didn't know? Tugas rangkuman. Slughorn menyuruh merangkum dari buku apa saja mengenai ramuan di perpustakaan sebanyak lima perkarmen. Dikumpulkan—hari ini." 

"What the—" Barty dan Aleida langsung berdiri. "C'mon Evan!" Tak lupa ia menarik Rosier dari duduknya dan segera berlari ke perpustkaan sebelum pelajaran dimulai. 

"Tugas apa?" Regulus sedikit mendekat tapi masih dibatas aman. Audrey hanya melanjutkan matanya dan mengedipkan sebelah matanya. Regulus sadar. Ia meremas paha Audrey sedikit kencang. "Berbohong, hm?" 

Audrey mengangkat bahunya, "seharusnya kau ucapkan terima kasih atau tidak mereka akan melihat betapa merahnya pipimu." 

Sedangkan Regulus hanya bisa menahan dirinya untuk tidak melakukan hal yang akan membuat seisi sekolah heboh. 

I love having taylor swift's
 songs as a reference ♡

The Last Great Pure-blood Dynasty | Regulus BlackWhere stories live. Discover now