[ 15 ]: "What if I do?"

594 104 19
                                    

"Mau kemana habis ini?" 

Audrey membereskan buku-bukunya. Kelas baru saja selesai. "McGonagall. Detensi." Jawabnya. Keduanya berdiri keluar dari kelas, "bagaimana denganmu?" Tanya Audrey balik.

Aleida mengangkat bahunya bingung karena ia juga tak yakin ingin kemana. "Dengan Black?" Tanya Aleida melanjutkan pertanyaan. Temannya menjawab dengan anggukan. "It's funny, y'know."

"Kenapa?" 

"Kau dan Black." Audrey memasang wajah bingung. "Well, mostly Black. Dia tidak pernah mendapat detensi."

Audrey mengernyit, "sama sekali?" 

Mereka menaiki anak tangga. "I think. . ." Aleida mencoba mengingat-ingat. "Aku rasa pertama dan terakhir ia mendapatkan detensi ketika tahun-tahun pertama." 

Lorong mulai dipenuhi dengan para murid. Kedua gadis Slytherin dapat melihat jelas Barty, Regulus, dan Evan tepat di luar ruangan McGonagall. "Oh finally!" Barty berdiri tegak, "Our friend, Regulus, sudah menantimu dari tad—" 

"Shut up." Suara serak milik Regulus terdengar. 

Tapi Audrey tersenyum tipis. "Oh really? Well, I'm here now. Aren't you excited, Black?" 

Regulus tidak membalas ucapan itu melainkan langsung menarik tangan Audrey ke dalam ruangan McGonagall. Barty, Evan, dan Aleida menatapnya tak percaya. "Apakah kalian melihat itu? Atau aku hanya berhalusinasi?" Celetuk Barty. 

"No—did he just—what is happening?" Aleida terbata menyusun kata. 

"Dia tidak lagi berpikir normal ketika Potter datang." 

"Is Regulus Black. . . in love?" Tanya Aleida. 

Kedua lelaki tersebut menatap Aleida dengan ekspresi aneh. Barty lalu tertawa. "No, wrong question Nott. Yang benar adalah—is he capable of love? Of loving someone?" 

Aleida dalam hati setuju dengan pertanyaan Barty. Is Regulus Black capable of love? Setelah apapun yang terjadi dengan keluarganya? Setelah Sirius dan dia tidak pernah akur lagi? 

"Ingat! Tanpa sihir." McGonagall pergi meninggalkan keduanya. 

Detensi mereka adalah membersihkan ruangan kotor ini tanpa sihir. Sama sekali. Regulus mulai mengerjakan dan Audrey yang masih diam. "Aku mulai menyesali datang ke detensi ini." Ucapnya. 

Suara dentingan terdengar. "Aku tidak." Dengan begitu aku dapat menghabiskan waktu bersama denganmu. 

Audrey memejamkan matanya erat. Oh Regulus Black, your thought is very loud. "Why not?" 

Regulus terdiam, "aku tidak harus bertemu banyak orang di Great Hall." 

Alis Audrey terangkat. Anak ini pintar sekali berbohong. "Your introvert is showing, Black." Audrey tertawa pelan. 

Tanpa sadar Regulus tersenyum. "Kau tidak mau membantu? Atau sengaja ingin berdua denganku?" 

Wow. Bold move, Black. Kalau seperti ini Regulus tidak jauh beda dengan Sirius. "You wish." 

I am, I do wish to be with you. Audrey tidak tahan lagi. Ia berdiri dan membantu Regulus. Lelaki itu memasang wajah bingung dan memperhatikan Audrey. "Stop looking at me like that." Gumam Audrey.

"Like what?" 

Audrey diam dan menatap mata Regulus. "Like you want me." Ucapnya membuat ruangan menjadi saksi akan kebisuan mereka. 

Hening. Regulus lalu mendengus dan melanjutkan merapihkan. Mengabaikan ucapan Audrey yang membuat hatinya tak karuan. 

Satu jam lamanya mereka menjalankan detensi dengan keheningan. Setelah selesai Audrey mengambil tas dan ingin cepat-cepat keluar dari sana. Dalam hati ia malu mendapat respon seperti itu. Tanpa basa-basi ia meraih gagang pintu. Tapi sebelum ia dapat membuka tangannya sudah ditarik dan tubuhnya terdorong hingga punggungnya terbentur tembok tebal Hogwarts. 

"What do you want."

"What if I do?" Regulus langsung bertanya. "What if I do want you?" Perjelasnya. "Hm? What would you do, Audrey?" 

Audrey. Oh. . . The way he says her name. It's just feel so right. 

"Cat got your tounge, Potter?" Ledek Regulus. 

Enough. Audrey menarik kerah Regulus dan mencium bibir merah muda yang menarik perhatiannya dari tadi. Gadis itu tersenyum dalam hati merasakan Regulus membalas ciumannya. Ia lalu melepas paksa membuat Regulus melepaskan dan membuka matanya. Ia terdiam. "Itu yang aku lakukan." Jawabnya. "Cat got your tounge now, Regulus?"

Audrey berjalan ke arah pintu lagi tapi tangannya kembali ditarik dan kali ini ia meraskaan cengkaman pada lehernya. Belum sempat ia membuka mulut Regulus sudah menciumnya. "Say my name." Pintanya disela ciuman. 

"Reg—mhmm. . . Reg—Regulus." Gumamnya kesulitan karena pria dihadapannya tidak memberinya kesempatan dan semakin memperdalam ciuman. 

"Again." Tangan Regulus melingkari pinggang Audrey. Ciumannya perlahan turun ke rahang lalu sampai di leher. "Say it again, Audrey." 

"Jangan—jangan tinggalkan tanda!" Omel Audrey. "Regulus!"

Regulus terkekeh mendengarnya. Ia beralih pada telinga lalu belakang telinga Audrey membuat gadis itu merinding. "Mm, I love it when you said my name. Sounds perfect." Gumam Regulus seraya memberikan kecupan-kecupan kecil di area sensitif Audrey. 

Audrey tertawa pelan, "yeah?" Ia membawa tangannya untuk mengelus surai hitam ikal milik Regulus. Lembut. 

Pria tersebut berdeham. Ia menenggelamkan wajahnya dileher gadis itu. Setelah beberapa menit Audrey mencoba mengangkat kepala Regulus. "C'mon, makan malam akan segera dimulai. Jika kita tidak ke sana McGonagall akan menghampiri." 

Regulus mengerang. Ia keburu nyaman disini. Mau tak mau ia keluar dari zona nyamannya dan melihat wajah Audrey. Regulus terkekeh pelan melihat lipstik yang Audrey kenakan berantakan. Ia tebak bibirnya juga pasti ikut berantakan karena itu. "Wait." Regulus membersihkan lipstik yang belepotan. Begitu juga dengan Audrey. Mereka saling membersihkan. 

Sebelum benar-benar keluar Regulus mencuri satu kecupan singkat dan mereka jalan menuju Great Hall seperti biasa. 

Keduanya sampai ketika Dumbledore membuka pidato. Audrey duduk disebelah Aleida dan Regulus disebelah Audrey. Teman-temannya tidak mempertanyakan karena sudah terbiasa dengan Regulus yang selalu duduk disebelah gadis Potter. 

"Apa detensinya?" Tanya Aleida. 

"Membersihkan ruangan. Tanpa sihir." Jawab Audrey. 

"Merlin. . . Aku dapat membayangkan bagaimana menjengkelkannya Black. Dia pasti bossy sekali, kan?" 

Audrey mengulum bibirnya. "Mm, yes he is." Setujunya. Detik berikutnya Audrey merasakan sebuah tangan mencubit pelan pahanya. 

"Let the feast begin!" 

HALOOW

chapter ini terinspirasi dari
lagunya taylor s - I can see you
:P

The Last Great Pure-blood Dynasty | Regulus BlackWhere stories live. Discover now