❀ 36 - Berada di Luar Kendali Janu

Mulai dari awal
                                    

Xenna pun dengan mudahnya berhasil luluh. Hanya saja, satu keraguan tetap tak bisa ia lenyapkan begitu saja. "Aku nggak mau balik lagi ke dalam ... selagi masa lalunya Mas Janu masih ada di sana," ungkap Xenna yang memutuskan untuk tak lagi menahannya.

Lagi-lagi, perkataan Xenna membuat Janu geming selama beberapa saat. Lantas ia pun menyahut, "Kamu tahu? Kamu tahu siapa orangnya?"

"Aku udah tau dari lama, Mas."

"Kenapa kamu nggak pernah bilang, Xenna?"

"... Karena Mas Janu nggak pernah sebut namanya tiap kali cerita. Karena dari awal pun aku kira Mas Janu emang sengaja mau nutupin, makanya aku mutusin buat nyimpen hal itu sendiri."

Apa yang Xenna sampaikan pun kembali berhasil membungkam Janu selama beberapa detik ke depan. Sebab memang benar, selama ini Janu sama sekali tidak mengetahui bahwa nyatanya sudah sejak lama Xenna tahu siapa sosok Amanda yang sesungguhnya dalam hidup Janu. Karena rasa penasaran yang tak bisa dibendung lagi, Xenna mempertanyakamnya langsung pada orang-orang terdekat Janu--Haidar dan April--secara diam-diam, tanpa disadari oleh orang yang bersangkutan.

Memang, tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan. Di masa itu tentunya Xenna sama sekali tidak mengira hubungannya dengan Janu akan berubah total seperti ini. Dan sekarang, ketika Xenna rasa dirinya sudah memperoleh hak untuk tahu soal masa lalunya, Janu malah tidak pernah menjelaskannya secara detail, hingga Xenna hanya mampu berasumsi bahwa Janu masih berniat menyembunyikan sebagiannya.

Saat ini, Janu yang hanya diam sejak tadi membuat Xenna mulai was-was sendiri. Meski ragu, pada akhirnya Xenna pun memberanikan diri untuk memanggilnya, "Mas ...?"

Janu masih tidak membalas. Namun, beberapa milisekon setelahnya Xenna dapat menangkap suara helaan napas sang lelaki, yang kemudian disusul oleh, "Kamu temui saya sekarang. Saya tunggu di luar, nggak jauh dari toilet." Tegas dan lugas. Betul-betul tidak terbantahkan, bahkan Janu tak mau repot menunggu respons dari Xenna dan memutus sambungan telepon begitu saja.

Sontak jantung Xenna berdegup lebih kencang. Jika sudah begini, maka kekhawatirannya kemungkinan terbukti benar. Rasanya Xenna pun makin enggan untuk meninggalkan toilet, tetapi sayangnya, mau bagaimana pun ia tetap harus bila tak ingin masalah ini akan menjadi lebih besar.

Dengan berat sekali Xenna pun mengambil langkah untuk meninggalkan toilet--usai bermenit-menit lamanya ia hanya berdiri tak jauh dari wastafel, tak peduli telah dijadikan sebagai pusat atensi oleh beberapa perempuan yang masuk ke sana. Tangannya mulai mencengkeram kuat tali shoulder bag setelah ia kembali menghirup udara di ruangan terbuka yang lebih luas.

Dan, langkahnya seketika terhenti total saat mendapati sosok Janu yang benar-benar telah menunggunya di luar. Menyandarkan tubuh pada dinding, sementara kepalanya tertunduk dan kedua tangannya berada dalam saku celana.

Presensi Xenna lantas dengan cepat disadari oleh Janu, membuat lelaki itu pada akhirnya mengangkat pandangan, memperlihatkan bagaimana wajah itu tak menampilkan raut apa pun. Hanya datar dan dingin. Betul-betul tanpa emosi. Membuat Xenna yang menyaksikan hal tersebut segera saja termangu di tempat sebab Janu sungguh terlihat seperti sosok Janu yang dahulu ia kenal.

Janu sama sekali tidak bersuara. Lantas lelaki itu beranjak dari posisinya, memberi isyarat pada Xenna agar mengikutinya, sebelum pergi begitu saja seolah tidak memedulikan Xenna. Seolah Xenna tidak penting. Seolah Xenna bukanlah pasangannya.

Seketika hati Xenna terasa nyeri. Janu memang betul-betul tengah dikuasai oleh amarah saat ini.

Perjalanan dari lantai paling teratas menuju basement menjadi terasa begitu lama kendati Xenna dan Janu menggunakan lift. Dan, justru di situlah puncaknya, di mana Xenna benar-benar merasa diabaikan sebab Janu yang tetap bersikap tak acuh walaupun mereka terjebak sementara dalam ruangan kecil tersebut. Entah itu saat padat pengguna, bahkan ketika hanya ada mereka berdua. Tidak bisa dipungkiri pula bahwa Xenna sukses dibuat sangat tak tahan dengan situasi tersebut.

Memories in the MakingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang