1.6 || dia, yang asing

3 2 0
                                    

23

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

23.01
Senin

***

Kiara berbaring di kamar yang gelap. Angin dari pendingin ruangan berhembus pelan. Malam ini terasa lebih dingin dari malam-malam lainnya. Sepertinya, mengingat masa lalu yang menyakitkan benar-benar membuat dia sulit tidur. Mungkin seharusnya, dia mempersiapkan dengan lebih baik.

Matanya terasa gelap, tapi setiap kali benar-benar menutup mata, dia otomatis kembali terbangun. Ada perasaan tidak tenang akan sesuatu hal. Kiara sekarang tidak tahu apa yang dia rasakan sebenarnya. Apakah dia marah, sakit hati, sedih, kecewa, bahagia, takut, cemas, atau bagaimana?

Sudah satu setengah jam berlalu dengan menatap ke langit-langit kamar. Matanya bertambah berat. Benar-benar berat. Pikirannya berkecamuk. Kiara hanya bisa mencoba menutup mata rapat-rapat, untuk kesekian kalinya.

Ting!

Tepat sesaat sebelum dirinya bisa terlelap, suara notifikasi muncul. Kiara meraih ponsel yang diletakkan di sebelahnya. Dia menyalakan sebentar, lalu memutuskan untuk mematikan ponselnya. Tidak ingin membalas pesan yang dikirimkan.

+62xxxxxxxxxx0
Kiara, tolong balas pesan saya
Bisa kami bertemu?

***

16.45
Rabu

***

Garnet yang sedang membantu Dion di meja kasir mengamati Kiara yang sejak tadi asik melamun, sesekali menatap layar ponsel. Entah memikirkan apa. Sudah dua hari terakhir sang ibu bekerja lebih lambat dari biasanya. Yang Garnet pikirkan adalah takut ibunya menjadi kembali sakit hati setelah cerita di hari Senin kemarin.

Sewaktu pagi, dia selalu membantu ibunya membuat kue dan meletakkannya di etalase sebelum pergi sekolah. Dua hari belakangan, dia menemukan Kiara yang melamun hingga tidak sadar mengambil bahan yang kurang tepat.

Sementara itu, Kiara menghela napas. Sudah sejak awal bulan Januari, orang yang sama mencoba menghubunginya. Dan dia tahu betul siapa. Orang tersebut sudah memperkenalkan dirinya. Meskipun Kiara seringkali tidak membalas, orang itu terus mengiriminya pesan. Bahkan beberapa hari terakhir, Kiara menerima setiap hari.

" Mah, kalau capek istirahat aja, " saran Garnet.

Kiara terkejut. Dia cepat-cepat mematikan layar ponselnya. Garnet mengerutkan kening, namun urung bertanya lebih banyak. Garnet hanya mau ibunya menjernihkan pikiran agar tidak mengganggu pekerjaannya.

" Mama gapapa kok. "

" Mama gak perlu boong. Mama keliatan ngelamun mulu loh dari kemaren. "

" Cuma lagi capek aja mungkin. "

Garnet mendesah pelan. " Yaudah kalau gitu minggu ini kita tutup lebih cepet aja. "

" Gak bisa begitu Gar. "

GARNETWhere stories live. Discover now