30. Orang Lama

143 14 5
                                    

Pertengahan tahun 2016 lalu, Brian dan teman-temannya mendirikan suatu komunitas mengajar untuk memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak kurang mampu di beberapa kampung di kawasan Depok dan Jakarta Utara. Segala perijinan dan dukungan dari warga sekitar berhasil didapatkan di penghujung tahun dan sampai hari ini pendaftar untuk relawan pengajarnya semakin membludak. Bukan mahasiswa pendidikan saja, mahasiswa kesehatan sampai teknik pun juga ada yang aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan komunitas ini. Jadi, seleksi untuk menjadi relawan pun sering dilakukan. 

Pemuda Mengajar Batavia (PMB)

Kekuatan sosial media di masa sekarang sungguh luar biasa. Bermodalkan postingan di instagram, twitter, facebook, dan youtube, PMB berhasil mendapatkan sorotan media Jakarta dan sekitarnya. Kesibukan Brian sebagai co-captain dari komunitas itu tidak membuatnya menunda penyusunan skripsinya. Bulan Februari 2017, ia lulus dalam kurun waktu kurang dari empat tahun, bahkan ia langsung mendapatkan panggilan kerja di beberapa perusahaan di luar kota atas rekomendasi kampus. 

Pilihan Brian jatuh pada tawaran dosen pembimbingnya untuk melanjutkan pendidikan magisternya di kampus yang sama. Bukan tanpa alasan, pilihannya itu sesuai dengan rencana masa depan yang ia susun di Sidney bersama ayahnya beberapa tahun lalu. 

Januari 2018

Satu minggu sudah setelah Jena kembali ke Indonesia, dibilang baik-baik saja juga tidak, dibilang tidak baik-baik saja juga tidak. Semenjak pergi ke Heidelberg satu setengah tahun lalu, Jena aktif memberikan kabarnya pada Bagas dan Brian lewat face call, mengirim foto dan sekedar mengirim video-video daehan minguk manse dari the return of superman melalui aplikasi Whatsapp

Bagas juga sempat berlibur ke Jerman di pertengahan tahun 2017, mereka berdua menghabiskan waktu bersama kurang lebih satu minggu. Bagas ingin memastikan keadaan Jena secara langsung disana.

"Ya? masuk" ujar Jena setelah mendengar pintu kamarnya diketuk pelan. 

Brian bersandar pada bingkai pintu kamar Jena dengan tangan terlipat di depan dada. Laki-laki itu memandang Jena yang hanya rebahan dan menutup wajahnya dengan lengan kanan. 

"Kegiatan hari ini apa?" tanya Brian.

"Ga ada" ujar Jena lirih. 

"Udah makan?" Brian melangkahkan kakinya mendekat ke arah ranjang Jena. 

Jena tak menjawab. 

"Engga main sama Reina?"

Minggu ini masih libur semester ganjil, masih ada sisa waktu beberapa hari sebelum perkuliahan semester genap dimulai. Jena yang masih terus saja mengurung diri membuat Brian mau tidak mau menyeretnya terjun ke komunitas mengajarnya. Perempuan itu memang sama sekali tidak membahas apapun soal Marco, namun sikapnya sangat terlihat jelas bahwa ia tak bisa melepas ingatannya barang sedikitpun. 

Kepergian Marco yang begitu tak terduga bagi Jena memang menyisakan pilu mendalam baginya. Untungnya, program gelar gandanya di Jerman tidak terganggu dan berjalan cukup lancar meski hasil yang ia dapatnya tidak mencapai target. Dalam artian, roda itu berputar. Jena yang masuk ke dalam jajaran siswi berprestasi dan menonjol di SMAN 301, kini menjadi mahasiswi dengan kemampuan rata-rata. Bukan yang terbaik, namun juga bukan yang terburuk. 

Tak butuh waktu lama bagi Jena untuk beradaptasi dengan kegiatan PMB, bahkan baru di hari ketiganya bergabung pun ia sudah menemukan kesenangannya sendiri saat mengajar anak-anak kurang mampu. Meski membutuhkan banyak tenaga, hatinya terasa penuh melihat anak-anak itu tersenyum penuh syukur atas kehadiran anggota PMB. 

Kegiatan PMB di hari Minggu ini adalah yang terakhir dan memang dilakukan lebih pagi daripada hari-hari sebelumnya sehingga bisa selesai di tengah hari. Brian dan Jena berpamitan dengan anggota lain dan masuk ke H-RV hitam milik Brian. 

House MatesWhere stories live. Discover now