29. Let me make you happy!

146 13 8
                                    

Braaaaakk!

Seseorang mendesis menahan nyeri setelah tubuhnya terlempar menabrak tumpukan kayu tak terpakai di sebuah bangunan kosong. Ia mengambil benda berlapis kulit warna coklat dari dalam sakunya, tangannya bergetar hingga tak mampu memegangnya dengan benar.

Bagas melangkahkan kaki mendekat ke arah orang itu, diambilnya pistol yang tersembunyi di balik jasnya. Ia menodongkan pistol itu ke orang yang sudah jatuh tersungkur dengan luka di pundak dan kakinya.

Hanya dengan anggukkan kepala, petugas yang bersiap di belakang Bagas berhasil meringkus bandar narkoba di depannya.
.
.
.
"CUT!"






Bagas melepaskan rompi polisi yang ia kenakan guna keperluan syuting, dan langsung mengambil ponsel dan kunci mobilnya di ruang make up.

Langkahnya begitu tergesa, rambut yang tadinya sudah tertata rapi kini sudah acak-acakan. Notifikasi belasan panggilan tak terjawab dari teman-temannya masih tertera di ponselnya. Ia hanya membaca salah satu pesan dari Audy yang sempat dibaca sekilas sebelum take adegan terakhir tadi.

Audy

| Marco meninggal Gas

| Aku udah bilang ke Kak Meira, jadi kalo kamu udah selesai, kamu bisa langsung balik Jakarta

.
.
.
.
.
Bagas mencoba menghubungi Jena dan Brian, namun percuma saja. Keduanya jelas tidak sempat membuka ponselnya, Jena sempat masuk IGD dan diinfus beberapa jam. Brian panik luar biasa, untungnya Reina segera sampai disana ikut menunggu Jena sadar.

Perjalanan dari Pangandaran sampai Jakarta bisa terasa sesingkat ini. Bagas melajukan mobilnya dengan sangat cepat setelah tau Jena tidak sadarkan diri. Ia tidak bisa menyingkirkan ingatan malam terakhir saat bertemu Marco dalam kondisi sehat. Mereka bertemu di dapur rumah sebelum Bagas kembali ke lokasi syutingnya.

"Gimana gas? lo udah enjoy jadi artis gini?"

"Lumayan lah, duitnya banyak bang. Bentar lagi bisa kebeli tuh mobil lu"

Marco ketawa mendengarnya, mobil barunya memang sudah menjadi incaran Bagas sejak ia membelinya setengah tahun lalu.

"Pake aja kalo lo mau"

UHUK!

Nikmat banget rasanya, kopi yang Bagas minum sampe naik ke saluran hidungnya karena saking kagetnya.

"bajingan, gue berasa ngobrol sama sugar daddy"

"pake aja, asal lo mau nganter Jena kemanapun dia mau"

Bagas mendengus.

"bilang aja lu lagi oprec supir pribadi. skip! gue bisa beli sendiri bang. Awas kalah saing lu ama gua" Bagas masang mimik wajah songong seperti biasanya.

"Gue titip Jena ya kalo gue ga ada"

Bagas yang sedang menyesap kopinya melirik geli ke arah Marco.

"Ini kalian janjian? tadi Jena juga bilang nitip elu. Berasa jastip dah gua"

"Gue harap meskipun lo nanti jadi artis top, lo tetep peduli sama Jena, Gas. Dia peduli banget sama lo asal lo tau"

"Udah se ngetop ini aja gue bela-belain hampir 7 jam perjalanan bang. Lu masih meragukan kepedulian gue ke dia? berarti dia udah berhasil nyuci otak lu" Bagas pura-pura mengusap ujung matanya dan memasang wajah sedih.

Marco ketawa lagi, "drama banget lo"

"kapan terakhir lo bales imess Jena?" tanya Marco dengan nada ngledek.

House MatesWhere stories live. Discover now