"Lucas..." toleh Joshua.

"Iya tuan muda."

"Apa dia cantik?"

Lucas tersenyum.

"Sangat cantik."

Joshua berdeham. Ada sedikit kekhawatiran dihatinya jika gadis itu menolak wasiat dari kakeknya. Jika itu terjadi, berarti Joshua harus menerima bahwa gadis itu tidak bisa disamakan dengan merpati yang patuh di dalam kungkungan sangkar yang membelenggunya. Ia harus melepaskannya.

"Lucas, aku ingin jalan-jalan malam ini. Menghabiskan malam dengan berkeliling Cambridge. Kau bisa pulang dan istirahat." Pungkasnya kemudian berlalu melewati Lucas.

*****

Zia menutup pintu mobilnya dengan asal, kemudian berjalan masuk ke dalam rumahnya.

"Aku pulang...." Katanya sambil melepas sepatu di depan pintu dan menatanya di rak sepatu dari kayu.

"Anak mama sudah pulang...." Muncul wanita setengah baya dari arah dapur. Perempuan itu bernama Cintia, ibu dari gadis cantik yang baru pulang kerja di jam delapan malam.

"Ya....dan aku lelah...." Ia berjalan melewati mamanya dengan gontai. Seolah energinya selama setahun terkuras semua di hari ini.

"Apa pasienmu banyak hari ini?" cintia mengekor puterinya. Matanya terus menatap Zia yang kini merebahkan dirinya di sofa.

"Benar-benar hampir membuatku pingsan ma...." Ia tidak bercanda. Hari ini ia bertugas jaga di IGD dan begitu banyak pasien yang masuk. Apalagi salah satu partner kerjanya tiba-tiba mengambil cuti mendadak karena istrinya melahirkan. Alhasil ia hanya bertugas dengan salah seorang rekan dokternya saja, bersama beberapa orang perawat.

"Sudah.....istirahat dulu. Mama masak hari ini. Kamu mau makan?" Cintia duduk di sebelah Zia, lalu mengelus rambut panjang anaknya yang diikat di belakang. Zia memiliki rambut ikal dengan warna cokelat tua yang begitu indah. Hanya saja karena pekerjaan, gadis itu lebih sering mengikatnya di belakang seperti hari ini.

"Mama masak apa?" ia mecubit-cubik lengan mamanya dengan gemas.

"Makanan favorit papa. Opor ayam."

Zia mendengus. "Yaelah....Zia kan udah bilang kalau papa jangan kebanyakan makan bersantan ma. Banyakin sayur sama buah."

"Sudah sayang.....papa juga makannya Cuma sebulan sekali kok. Enggak kasihan apa, lihat papamu sama sekali enggak makan makanan favoritnya? Lagian sejauh ini kondisi papa sehat, Cuma kolesterolnya aja agak tinggi dikit."

Zia tidak menjawab. Sebagai pasien, Hadi Sudarno—papanya memang sangat susah sekali diatur. Sesekali bahkan Zia tau jika pria itu bergadang semalaman karena melihat bola.

"Ya sudahlah....terserah." dengusnya kesal. Ia lebih baik memberikan pengertian kepada orang lain daripada keluarganya sendiri.

"Hadi Sudarno selalu saja ngeyel dan mengatakan 'tenang, jika aku sakit, aku punya dokter yang siap menjagaku selama 24 jam'." Keluhnya sambil menirukan logat papanya.

Cintia tertawa. Ia tau jika anaknya itu sudah putus asa karena omelannya setiap hari pada papanya tidak berarti apa-apa.

"Ya sudah makan dulu....."

"Nanti ma....Zia mandi dulu." Gadis itu memijit-mijit pangkal hidungnya. "Enggak enak makan kalau belum bersih-bersih."

Cintia mengangguk. "Ya sudah, cepet mandi. Pakai air hangat saja, biar tubuhnya rileks."

Zia mengangguk, kemudian berdiri.

"Oh ya Zia...." Cekal mamanya sebelum Zia melangkahkan kaki. "Hari minggu, kakek Adiguna ingin bertemu denganmu."

Zia menunduk menatap mamanya. Ia tau dan kenal begitu dekat dengan Adiguna. Sebab, sebulan sekali ia pasti akan datang ke rumah pria itu untuk melakukan cek kesehatan rutin. Adiguna sudah seperti kakeknya sendiri. Selain karena Zia memang mengenalnya sejak kecil, lalu bekerja di rumah sakit miliknya, juga karena ada hal lain.

"Cucunya kembali dari Inggris." Lanjut cintia sebelum Zia bertanya maksud Adiguna memanggilnya pada hari minggu padahal belum waktunya ia cek kesehatan.

Zia terdiam sesaat kemudian mengangguk. "Iya ma..." sahutnya kemudian berjalan gontai menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, Zia tidak langsung masuk ke dalam kamar mandi. Ia justru duduk di pinggiran kasur. Tangannya dengan lincah membuka akun instagram di ponselnya.

Senyumnya tersungging ketika sebuah akun bernama 'Adiguna.Shua' memberikan like pada salah satu postingannya.

Ia dan Joshua sudah saling follow begitu lama di instagram. Dan Zia juga tau bahwa pemilik akun ini adalah cucu kesayangan Peter Adiguna. Namun Zia tak cukup memiliki keberanian untuk sekedar menyapa pria itu, atau bertanya kabar. Apalagi Joshua tidak pernah memposting wajahnya. Pria itu hanya memposting pemandangan di Cambridge. Saat turun salju, turun hujan, musim panas bahkan ketika musim gugur atau saat malam hari. Sampai Zia merasa sedang berada di sana, lalu melewati setiap musim di Cambridge.

Zia menghela nafas pelan. Beberapa kali Peter memperlihatkan foto Joshua padanya. Pria itu sangat tampan dan menarik, dan sepertinya ia juga memiliki kepribadian yang bagus. Hanya saja Zia tidak yakin, apakah dia juga setuju dengan rencana almarhum kakek Zia dan juga Peter tentang hubungan mereka nanti? 

Love Has No LimitsWhere stories live. Discover now