⁰⁰ || Prolog

2.5K 222 3
                                    

"Hey! Kau yakin akan membuang mereka disini?"

"Sudah, langsung letakkan saja, tidak udah banyak bicara,"

Suara bisik-bisik antar pria tersebut terdengar disebuah hutan. Keduanya nampak berhenti ditepi sungai dengan aliran air yang mengalir deras. Keduanya membungkuk, meletakkan dua buah buntalan kain yang sedari tadi mereka bawa lalu berlalu pergi dengan cepat tanpa menoleh kebelakang lagi.

"Eugh...."

Begitu kedua pria tersebut menghilang, terdengar suara lenguhan yang menyambut.

Mata indah dengan netra dark brown tersebut nampak meneliti sekitarnya. Memandang langit malam yang gelap dipenuhi oleh bintang-bintang indah, beberapa dahan pohon dan daun pun nampak terlihat di penglihatannya.

Merasa asing dengan tempat tersebut, ia pun bangun. Mendudukan tubuhnya diatas tanah yang dialasi oleh kain yang melilit ditubuh kecilnya. "Ini dimana?" Ujarnya penuh kebingungan, kedua netranya kembali menatap sekeliling, hanya ada pohon-pohon besar dan sungai disekitarnya.

Kepalanya menoleh ke sisi kanannya, terdapat buntalan kain yang tertangkap pada netranya. Kedua tangan kecilnya terangkat, menyibakkan kain tipis yang menutupi wajah adiknya. Sebuah senyuman terbit dibibir kecil dengan merah alaminya. Jari-jari tangannya menyentuh pipi gembul adiknya, menusuk-nusuk pipi tersebut dengan jari gemuknya.

"Ion, gak mau bangun?" Ucapnya. Kembali jari kecilnya menusuk-nusuk pipi gembul tanpa rona tersebut, "Ion bangun dong! Kita ada di hutan tau, bukan dikamar." Ucapnya sekali lagi.

Namun, sosok kecil bernama Lacion Hartley itu tak kunjung membuka matanya, bahkan bergerak merasa tidak nyaman akibat pipinya di sentuh pun tak membuat anak berusia 6 tahun tersebut terbangun.

Merasa ada yang aneh dengan adik kembarnya, perasaan panik menyelimuti sosok kecil bernama Lucian Hartley. Ia melepaskan kasar selimut tipis yang membalut tubuh kecilnya, segera bangun untuk mendekati tubuh adiknya yang tak kunjung bangun itu. "Ion!" Panggil Lucian kepada adiknya. Ditepuknya pelan pipi gembul sang adik, menggoyangkan tubuh adiknya namun tetap tak mendapatkan respon apapun dari sosok kecil itu.

Lucian semakin panik saat tak mendapati jawaban maupun gerakan apapun dari adik kembarnya itu. Sosok berusia 6 tahun itu menangis kencang, berusaha mengeluarkan suara sekeras apapun agar orang-orang mendengarnya. Tapi, semua yang dilakukan oleh anak itu pada akhirnya akan sia-sia, keberadaan keduanya berada di pedalaman hutan yang rimbun, waktu pun sudah semakin larut dan langit juga semakin menyembunyikan sinar bulan.

Merasa lelah, kedinginan, dan putus asa. Lucian merebahkan tubuhnya di samping adiknya, memeluk erat tubuh yang terasa sedikit dingin saat tersentuh kulitnya, perlahan-lahan kedua netra dark brown tersebut tertutup rapat dengan sisa air mata yang masih ada. Meringkuk kedinginan sembari memeluk erat tubuh adiknya yang masih memejamkan matanya.

Dan pada malam itu, kedua anak Adam tersebut dibiarkan hingga pagi menjelang tanpa ada satu orang pun yang akan datang.

***

Pendapat kalian untuk prolog?

Sekian, dan terima kasih!

[8 February 2024]

Lucian Hartley [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang