Bayu mengayunkan jari, meniru gestur Julia membuka menu. Sayangnya, tidak terjadi apa-apa. Ia lalu menjentikkan jari. Bingkai biru muncul. Ia melihat deretan angka di pojok kiri bawah sembari berucap, "Di sini memang masih terang, Julia, tetapi di luar sana sudah hampir sepuluh malam. Aku sekarang jadi merasa ngeri kalau berlama-lama di sini."

"Apa yang kau takutkan? Tidak ada hantu di sini."

Bayu menjentikkan jari. Bingkai biru itu menghilang. "Kau sadar, kan, kita saat ini ada di mana?" Bayu melirik kiri dan kanan. Sekeliling mereka masih menghampar perairan yang luas.

"Ini di dalam game. Kita takkan hanyut ke mana-mana." Julia menghirup teh.

"Bukan soal hanyut, tapi obrolan kita. Karena ini game, berarti kita sedang menggunakan komputer orang lain. Aktivitas kita bisa saja direkam atau dimata-matai." Mereka sempat membicarakan proyek gim yang sedikit banyak adalah rahasia perusahaan. Lalu kemudian, hampir berubah jadi ajang bongkar aib.

"Oh..., soal itu." Julia tampak tenang sembari kembali menuang isi teko. "Tidak usah khawatir. Server tidak bisa merekam aktivitas kita."

Bayu membulatkan bibir. "Bisa begitu?"

"Kebijakan privasinya memang begitu. Mereka hanya mencatat aktivitas login atau payment."

Bayu merenung sesaat. Lalu, manggut-manggut. "Masuk akal. Masuk akal."

"Selain itu, aku juga pakai fitur premium," lanjut Julia. "Kita saat ini ada di sesi privat. Kita terpisah dari pemain lain. Bahkan, zona waktu pun berbeda. Tidak semua orang bisa pakai fitur ini."

"Sombongnya mulai lagi."

Julia mengangkat cangkir. "Ayo, sungkem. Aku member premium level Gold bintang lima."

Bayu menggeleng-geleng. Hampir dua bulan sama sekali tidak saling berkomunikasi, hobi pamer wanita itu ternyata sama sekali tidak memudar. Malah sepertinya, saat ini, sengaja ia curahkan dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati.

"Kenapa geleng-geleng?" Meski bibir mengecup cangkir, mata Julia lekat menyorot pemuda yang duduk di seberang.

Bayu memajukan bibir. Kemudian mengalihkan jawaban, "Tidak, aku hanya heran. Kau dari tadi tidak berhenti minum teh." Selain pamer, hobi Julia yang satu ini tampaknya juga ikut menjadi-jadi bahkan semenjak kemarin.

Cangkir teh Julia berlabuh pelan di atas meja. Gadis itu menyahut, "Mumpung di sini, Bay. Minum sebanyak apa pun tidak bikin kembung."

"Tapi...." Sama seperti kemarin, Bayu risih. Julia lebih seperti orang yang sedang melampiaskan dahaga. Teh seharusnya diminum bukan seperti itu.

"Tapi apa?" Julia kembali meraih teko. "Jangan buat aku jengkel. Kalau tak suka melihatku minum teh, tutup saja matamu."

Bayu menghela. Kemudian bangkit dari kursi. "Aku lihat danau saja."

"Oh, jadi kau lebih pilih danau ketimbang diriku?"

Bayu hanya diam. Ia lanjut berputar menghadap hamparan danau. Sembari bertelekan pinggang, ia menghela. Cukup panjang. Beberapa kali.

"Julia, kalau ada masalah dengan pekerjaanmu, ceritakan saja."

Julia berhenti menyesap teh. Bibirnya yang merah muda dan bibir cangkir yang putih susu saling menjauh beberapa milimeter.

"Ini bukan soal selalu sibuk atau tidak bisa libur, kan?" Bayu kembali berbalik. Menjumpai gadis bergaun putih itu hanya diam, meyakinkan dirinya bahwa masih ada hal lain yang belum diutarakan. Akan sangat repot kalau tidak segera diungkit.

Seperti yang pernah terjadi dahulu kala. Satu dari sekian banyak ulah Julia yang membuat dirinya hingga kini selalu waspada. Si Julia muda pernah meminta bertukar kamar kos untuk beberapa hari. Dirinya mengaku bahwa kamar yang ia tempati didatangi makhluk halus. Setiap malam, ada yang seperti berbisik-bisik. Siapa tahu dengan Bayu tidur di sana, makhluk halus itu akan ketakutan dan segera enyah.

Woles World Legend: AlphaWhere stories live. Discover now